RMOL. Laporan mengenai dugaan korupsi proyek renovasi Ruang Rapat Badan Anggaran DPR ke KPK, sepertinya bakal bertambah. Soalnya, LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) sedang mempelajari proyek tersebut.
Begitu yakin ada unsur korupsi atau kerugian negaranya, ICW akan melaporkan renovasi ruang rapat yang menimbulkan kecuÂrigaan banyak kalangan, lantaran anggarannya sampai Rp 20 miliar itu ke KPK.
Hal tersebut disamÂpaiÂkan aktiÂvis ICW dari Divisi Korupsi ParÂtai Politik Ade Irawan. “Sedang kami pelajari. Jika memang ada kerugian negaranya dan datanya sudah lengkap, akan kami samÂpaiÂkan ke KPK,†katanya saat diÂhubungi pada Selasa (24/1).
Sedangkan Koordinator AdÂvoÂkasi dan Investigasi LSM Forum Indonesia untuk Transparansi AngÂgaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi menyatakan, pihaknya tidak akan melaporkan proyek itu ke KPK. Soalnya, sudah banyak yang melapokan renovasi terseÂbut ke KPK.
“Tapi, jika dalam tiga bulan KPK tidak atau lambat menyeÂlidiki proyek itu, maka kami akan mendatangi dan mendesak KPK untuk menangani laporan-lapoÂran tersebut sampai tuntas,†kataÂnya ketika dihubungi.
KPK pun sudah menerima sÂeÂjumlah laporan dari politisi DPR mengenai dugaan korupsi dalam renovasi Ruang Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR itu.
“Iya, ada beberapa anggota DPR yang sudah melaporkannya ke KPK, termasuk Ketua DPR Pak Marzuki Alie dan Sekjen DPR Ibu Nining Indra Saleh,†kata Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo.
MeÂnurut sumber di KPK, sebeÂlum Marzuki, telah ada politisi DPR yang lebih dahulu melaporÂkan renovasi tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Yakni, anggota DPR Sarifuddin Suding dan dua rekannya sesama angÂgota Dewan.
Akan tetapi, saat dikonfirmasi, Johan tidak mau membeberkan siapa saja yang telah melaporkan proyek tersebut ke KPK selain Ketua DPR. Dia hanya menyaÂtaÂkan, KPK segera memproses laÂpoÂran itu untuk menemukan, apaÂkah ada unsur tindak pidana koÂrupsi di dalamnya atau tidak. “TenÂtunya KPK akan melakukan upaya telaah terlebih dahulu. SeÂtiap laporan yang masuk memang kami telaah,†ujarnya.
Menurut Johan, KPK masih meÂngumpulkan informasi untuk menindaklanjuti laporan-laporan tersebut. Yang pasti, Ketua DPR Marzuki Ali yang didampingi SekÂjen DPR Nining Indra Saleh telah melaporkan renovasi itu ke KoÂmisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat lalu (20/1/2012).
BeÂgitu tiba, Marzuki menyataÂkan akan melaporkan sejumlah dugaÂan korupsi dalam proyek-proyek di DPR, termasuk dugaan korupsi daÂlam renovasi Ruang Banggar itu.
Marzuki tiba di KPK pukul 15.05 WIB dengan mengendarai moÂbil sedan hitam bernomor poÂlisi B 1257 RFS. Dia meÂngeÂnaÂkan baju koko warna putih dan berkopiah hitam. Saat memasuki Gedung KPK, Marzuki ditemani tiga pengawalnya. Tapi, pria asal Palembang itu melenggang tanpa membawa dokumen apa pun. Ia haÂnya melambaikan tangan keÂpada wartawan saat dikonfirmasi mengenai laporannya ke KPK.
Sedangkan Nining nongol di Gedung KPK pada pukul 14.50 WIB. Dia datang bersama dua stafnya. Kedua stafnya membawa map berisi berkas-berkas. “Cuma mau menemani Pak Ketua DPR,†kata Nining singkat.
Seusai melapor ke KPK, MarÂzuki mengatakan akan mengunÂdurkan diri bila terbukti terlibat daÂlam sejumlah kasus korupsi di DPR. “Andaikata saya terlibat proÂyek-proyek tersebut dan meÂrugikan negara, saya akan munÂdur dari jabatan saya,†katanya dalam jumpa pers.
Dalam kesempatan yang sama, Nining mengatakan bahwa proÂyek renovasi Ruang Banggar mengÂgunakan dana APBN PeÂruÂbahan. Namun belum dikoÂmunikasikan kepada Ketua DPR Marzuki Alie.
“Saya mohon maaf karena renÂcana belum dikoÂmunikasikan ke Ketua DPR,†ucapnya.
REKA ULANG
Kapasitas Ruang Yang Lama Jadi Alasan
Proyek renovasi Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPR diÂlaksanakan pada masa reses DPR periode Desember 2011. Proyek di Gedung Nusantara II DPR itu memakan anggaran yang sangat besar, yaitu sekitar Rp 20 miliar.
Duit segede itu untuk menÂamÂbah kapasitas ruang, memÂperÂbarui sistem, penerangan, air conÂditioner (AC), sound system, akusÂÂtik, lantai, plafon, furnitur dan teknologi informasinya. Dana itu juga untuk membiayai tenÂder konsultan perencana, tenÂder konÂsultan pengawas dan tenÂder peÂlaksana pekerjaan.
“Anggaran Rp 20 miliar itu untuk renovasinya, furniturnya, TI-nya dan sebagainya. Ini kan ada konsultan perencana. Harga-harga sudah ada standarnya. Ini permintaan Banggar karena yang lama kapasitasnya tidak memaÂdai,†kata Sekjen DPR Nining Indra Saleh dalam jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta.
Nining menjelaskan, untuk konsultan perencana yang tenÂderÂnya dimenangi PT Gubah Laras meÂmerlukan dana Rp 565.500.000, untuk konsultan pengawas oleh PT Jagat Rona Semesta Rp 234.390.000, dan untuk pelaksanaan pekerjaan yang tendernya dimenangi PT PP Rp 19.995.000.000.
Dia menambahkan, anggota BangÂgar DPR 85 orang. KapasiÂtas ruang rapat yang lama, meÂnuÂrutÂnya, sudah tidak memadai. DiÂtambah tamu dari pemerintah, kata Nining, yang rapat dalam ruaÂngan itu bisa berjumlah 100 samÂpai 150 orang. “Jadi, BangÂgar meÂmang perlu ruangan baru,†ujarnya.
Menurut Kepala Biro HarÂbaÂngin DPR Sumirat, ruangan itu diisi sekitar 200 kursi yang diÂdatangkan secara impor. Ruangan itu juga diisi tiga unit LCD besar yang dipasang satu unit di belaÂkang pimpinan Banggar DPR dan dua lainnya dipasang di sudut kaÂnan dan kiri ruangan.
Proyek itu menambah panjang daftar kritik masyarakat terhadap DPR. Sebelumnya, ada proyek reÂnovasi 220 toilet di Gedung NuÂsantara I DPR dengan angÂgaÂran Rp 2 miliar, pembangunan parÂkir motor Rp 3 miliar, serta pengadaan finger print atau absen elektronik sebesar Rp 3,7 miliar.
Menurut Koordinator AdvoÂkasi dan Investigasi LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi, pihak Kesetjenan DPR menyediakan anggaran sebesar Rp 76 miliar untuk perawatan geÂdung dan pertamanan pada 2012. Saat ini, katanya, baru dikeÂluarÂkan untuk renovasi Ruang BangÂgar, toilet dan ruang parkir.
“Total dari beberapa renovasi yang sudah dilakukan pihak KeÂsetjenan DPR belum sampai pada angka Rp 76 miliar. Kalau Ruang Baleg juga mau direnovasi, kan bisa diambil dari sisa anggaran tersebut,†ujarnya.
Kendati belum ada usulan angÂgaran, Ucok pesimis jika renovasi Ruang Baleg hanya sedikit mengÂhaÂbiskan uang negara. Sebab, beÂberapa renovasi yang dilakukan di DPR belakangan ini, telah mengÂhaÂbiskan anggaran yang cuÂkup fantastis.
“Masak sama-sama ruaÂngan sidang anggarannya keÂcil, mereÂka tentu gengsi dong. TenÂtu angÂgarannya juga akan beÂsar, hanya mungkin tidak seÂeksÂtrem Ruang Banggar,†kata Uchok.
Menurut Uchok, hingga saat ini piÂhaknya belum mendengar renÂcana tender renovasi Ruang BaÂleg. Biasanya, dari tender yang diÂlakukan, besarnya anggaran yang akan dihabiskan bisa ditenÂtukan. Sebab, selain soal desain dan jasa konsultan, tender juga memÂÂbahas harga.
Biayanya Tidak Masuk Akal
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum Yenti GarÂnasih meminta KPK meÂnelusuri proyek renovasi ruang Banggar DPR yang modalnya sampai Rp 20 miliar.
Dia meminta KPK bersikap proaktif dalam melakukan peÂngusutan dan tidak terjebak daÂlam permainan politikus. “Biaya renovasi itu tidak masuk akal dan terkesan foya-foya. Maka, uang rakyat itu harusnya diseÂlidiki KPK, tidak perlu laporan MarÂzuÂki Alie. Ini bukan delik aduÂan. KPK carilah bukti, kan suÂdah banyak petunjuk,†ujar Yenti.
Yenti menyampaikan, jika KPK menahan diri dan seperti menunggu laporan saja, maka masyarakat bisa curiga KPK sudah masuk angin. “Itu artiÂnya, sudah tidak paham ketenÂtuÂan undang-undang dan kebiaÂsaan tidak progresif alias lamÂban,†ujar kata dosen UniÂveÂrÂsitas Trisakti ini.
Menurut dia, dalam Pasal 44 ayat 1 dan 2 Undang Undang KPK, jelas disebutkan, untuk dilakukan penyelidikan bila ada alat bukti permulaan. “TerÂmasuk jika ada informasi dari media massa,†katanya.
Yenti menilai, dalam proyek reÂnovasi Ruang Banggar DPR itu ada sejumlah kejanggalan. Kejanggalan itu sangat telanÂjang, sehingga KPK mestinya bisa bergerak cepat melakukan pengusutan. “Coba kalau mau cermat, ada ketidakÂtransÂpaÂraÂnan, bagaimana tendernya, ada mark up apa tidak, indikasinya kesana,†ujarnya.
Yenti juga mengkritik DPR yang malah diisi orang-orang yang tidak konsisten dengan atuÂran yang dibuatnya sendiri. Sebab, para politisi itu juga yang tidak melaksanakan aturan yang dibuatnya. “Departemen saja kalau mau ada proyek mesti transparan, tender dan audit, karena itu aturan perundangan yang notabene dibuat di DPR. Lha kok waktu DPR membaÂngun malah tidak menepati aturan. Hukum itu diberlakukan sama,†protesnya.
Dengan adanya laporan KeÂtua DPR ke KPK, kata Yenti, mestiÂnya KPK kian sigap dan berÂgeÂrak cepat mengusutnya. “Apa lagi sekarang Ketua DPR suÂdah datang ke KPK, ya meÂreka harus cepat cari bukti. MeÂreka harus segera bekerja, meÂmang mau nunggu apa lagi?†ujarnya.
Yenti juga mengingatkan KPK agar tidak goyah dengan godaan ataupun tekanan apapun yang datang kepada mereka agar mengusut tuntas kasus tersebut.
BPK Secepatnya Turun Tangan
Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah menilai, ribut-ribut mengenai persoalan reÂhabilitasi Ruang Banggar DPR hanya salah satu wujud dari berbagai mekanisme dan aturan yang selama ini masih tidak beres di lingkungan kesetjenan DPR.
“Kisruh proyek renovasi Ruang Banggar DPR yang munÂcul belakangan ini, sekadar puncak gunung es dari berbagai persoalan atas ketidakjelasan perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan proyek-proyek di lingkungan Sekretariat JenÂderal DPR,†ujar Basarah.
Politisi PDIP itu menÂjeÂlasÂkan, ada dua jenis anggaran yang digunakan, yaitu anggaran SaÂtuÂan Kerja (Satker) SekrÂeÂtaÂriat Jenderal dan Satker Dewan.
“Di kedua jenis anggaran DPR itu sering terjadi masalah yang kerap menimbulkan keÂheÂbohan seperti renovasi ruang bangÂgar. Secara teoritis, progÂram kerja Setjen DPR dipuÂtusÂkan BURT, tapi ketika masuk tahap penganggaran sudah pinÂdah kewenangannya ke BangÂgar. Pelaksanaannya sepeÂnuhÂnya oleh Setjen DPR,†ujarnya.
Basarah menegaskan, jika ditemukan penggelembungan anggaran proyek rehabilitasi Ruang Banggar, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seÂharusnya segera turun tangan unÂtuk melakukan audit invesÂtigatif. Dari audit BPK itu, lanÂjut dia, jika memang ditemukan pelanggaran, maka menjadi tugas KPK untuk mengusutnya.
“Jika ditemukan ada pelangÂgaran seperti penggelembungan harga, maka KPK harus segera turun tangan,†tandasnya.
Dia juga menyampaikan, para koleganya di DPR tidak perlu mempolitisasi persoalan itu. Jika memang ada korupsi, sebaiknya KPK segera menguÂsutnya sampai tuntas. “Tidak perlu ribut-ribut antara Ketua DPR, Banggar, BURT maupun Sekjen DPR. Kita kembalikan saja pada aturan main yang teÂlah diatur dalam Undang UnÂdang MD3 dan Tata Tertib DPR,†katanya.
Sekadar mengingatkan, UU MD3 adalah Undang Undang Nomor 27/2009 tentang MPR, DPD, DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota.
“Jangan poliÂtiÂsasi kasus renoÂvasi Ruang Banggar, sehingga substansi perÂmasalahannya menjadi kaÂbur,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: