RMOL. Setelah satu tahun lebih ditangani Kejaksaan Agung, kasus penggelembungan atau mark up biaya perjalanan pejabat di Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan tahun 2007-2009 akan masuk pengadilan.
Sejumlah anggota DPR dan pengamat menilai, penanganan kaÂsus korupsi ini di Kejaksaan Agung berjalan sangat lama. KenÂdati begitu, pihak Kejaksaan Agung tetap saja merasa tidak lelet, meski kasus tersebut belum tuntas dalam satu tahun lebih. PerÂkara pidana khusus ini, diÂtangani Korps Adhyaksa sejak buÂlan Desember tahun 2010.
Menurut Kepala Pusat PeÂneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Noor Rochmad, lima tersangka kasus pengÂgelembungan biaya perjaÂlanan dinas pada Direktorat Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan (KeÂmendag) tahun 2007-2009 suÂdah dilimpahkan untuk segera menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. “Kelimanya sudah maÂsuk tahap dua, yaitu penyeÂrahan tersangka dan barang bukti,†ujarÂnya kepada Rakyat Merdeka.
Penyerahan tahap kedua terÂsebut, dilakukan pada 19 JaÂnuari 2012. Sebelumnya, pada RaÂbu, 4 Januari 2012, Kejaksaan Agung masih menunda penyeÂrahÂan tahap kedua tersebut. “Memang kesanÂnya seperti menghilang, tapi tidak, kami terus jalan,†ucap dia.
Saat ini, lanjut Noor Rochmad, para tersangka itu sudah diÂseÂrahkan Kejaksaan Agung ke KeÂjakÂsaan Negeri Jakarta Pusat (KeÂjari Jakpus) untuk menuju proses persidangan di Pengadilan TinÂdak Pidana Korupsi, Jakarta. “Sudah kami kirimkan ke KeÂjakÂsaan Negeri Jakarta Pusat,†ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung.
Sudah setahun lebih perkara dugaan korupsi di Kementerian Perdagangan ini ditangani KeÂjaksaan Agung, yakni sejak bulan Desember tahun 2010. Dalam kaÂsus penggelembungan biaya perÂjalanan para pejabat Kementerian PerÂdagangan ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan enam tersangka. Akan tetapi, para terÂsangka tersebut tetap bisa keÂluyuran lantaran tidak ditahan KeÂjaksaan Agung.
Noor beralasan, perihal ditahan atau tidak ditahannya para terÂsangÂka adalah kewenangan para penyidik. Apabila penyidik mengÂanggap tersangka tidak perÂlu ditahan, lanjut dia, maka tidak ada kewajiban untuk melakukan penahanan. “Apabila penyidik menyatakan para tersangka berÂsikap kooperatif, tidak mengÂkhaÂwatirkan akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, maka tidak perlu ditahan. Selama proses kasus ini, penyidik mengÂanggap tidak masalah bila tidak dilakukan penahanan,†kata Noor Rochmad.
Perkara pidana khusus dengan enam tersangka ini, merupakan saÂlah satu kasus korupsi yang peÂnaÂnganannya masuk evaluasi akhir tahun 2011 oleh para peÂtingÂgi Kejaksaan Agung.
Lima tersangka yang berÂkasÂnya sudah lengkap yaitu, bekas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat KPI Ita MeÂgasari Dachlan, Bendahara KaÂsubag TU Direktorat PerÂunÂdingan Jasa Watono, Pejabat PemÂbuat Komitmen atau bekas KaÂbag pada Direktorat KPI MaÂman Suarman AR. Kemudian, dua tersangka dari Badan PeÂngemÂbangan Ekspor Nasional (BPEN), yakni Pejabat Pembuat KoÂmitmen pada Sekretariat BPEN RR Titi Aghra Parithusta dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Sekretariat BPEN Yahya Supriadi.
Kasus dugaan korupsi biaya perjalanan dinas di Kementerian Perdagangan atas nama tersangka Diding Sudirman dan Maman Suwarman sudah P21 atau telah lengkap per tanggal 30 Desember 2011. Sedangkan berkas perkara atas nama tersangka Watono, KrisÂnawati dan Ita Megasari DahÂlan, lanjut Kapuspenkum, sudah lengkap pada hari Selasa, 3 JaÂnuari 2012. Menurut Noor, lima tersangka tersebut segera dibawa kejaksaan ke pengadilan. “Lima terÂsangka itu segera masuk perÂsidangan,†ujar dia.
REKA ULANG
Negara Diperkirakan Rugi Rp 14 Miliar
Kasus dugaan korupsi biaya perjalanan dinas di Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini suÂdah ditangani Kejaksaan Agung sejak Desember 2010. Ketika itu, kursi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung masih diduduki Babul Khoir Harahap.
Menurut Babul, tersangka kasus tersebut yakni bekas PeÂjabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat KPI Ita Megasari Dachlan, Bendahara Kasubag TU Direktorat Perundingan Jasa Watono, Pejabat Pembuat KoÂmitÂmen atau bekas Kabag pada Ditjen KPI Maman Suarman AR.
“Mereka merupakan tersangka dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan biaya perjalanan dinas ke luar negeri,†kata Babul Khoir sekitar setahun lalu, tepatnya pada hari Selasa (21/12/2010).
Babul mengatakan, terjadi pengÂÂgelembungan atau mark up uang perjalanan dinas di KeÂmenÂterian Perdagangan. “Tiga terÂsangÂka tersebut diduga mengÂakiÂbatkan kerugian keuangan neÂgara,†ujar Kapuspenkum KeÂjakÂsaan Agung saat itu.
Menurut Babul, tim penyidik kejaksaan telah memeriksa seÂjumlah saksi serta dokumen beÂruÂpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) ke luar negeri di lingkungan Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan. BerÂdasarkan data yang telah diÂkanÂtongi, penyidik yakin, pengeÂluarÂan uang untuk kegiatan perÂjaÂlanan dinas itu bertentangan deÂngan hukum. Atas perbuatan para tersangka itu, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 14 miliar.
Akan tetapi, perkembangan peÂnanganan kasus tersebut berjalan lamÂbat, meski ada penambahan jumÂlah tersangka, dari tiga menÂjadi enam orang. Setelah setahun leÂbih ditangani Kejaksaan Agung, perkara pidana khusus ini baru akan dibawa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Itu pun baru lima terÂsangka yang berkasnya diÂnyÂatakan sudah lengkap dan akan dibawa ke Pengadilan Tipikor.
Menurut Kepala Pusat PeÂneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad, baru lima terÂsangka yang berkasnya sudah lengÂkap, sisanya masih dalam proÂses. “Kalau saya tidak salah, tersangkanya akan menjadi tujuh orang. Bertahaplah penunÂtasÂanÂnya,†kata dia.
Kasus korupsi lain yang ditaÂngani Kejaksaan Agung dan juga akan masuk persidangan adalah perkara pengadaan alat laboÂraÂtorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM.
Menurut Noor Rochmad, berÂdaÂsarkan hasil penghitungan BaÂdan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai keÂruÂgian negara dalam perkara ini sekitar Rp 12,6 miliar. Persisnya sebesar Rp 12. 665. 816. 339.
Kejaksaan Agung sudah meÂnetapkan empat tersangka kaÂsus ini, yaitu Ketua Panitia LeÂlang PeÂngadaan Alat LaboÂraÂtorium Irmanto Zamahir GaÂnin, Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Alat Laboratorium Siam SuÂbagÂyo, Direktur PT Ramos Jaya Abadi Surung H Simanjuntak dan DiÂrektur CV MaÂsenda Putra ManÂdiri Ediman SiÂmanjuntak.
Bisa Jadi Celah Untuk Bermain
Erna Ratnaningsih, Bekas Ketua Badan Pengurus YLBHI
Bekas Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan HuÂkum Indonesia (YLBHI) Erna Ratnaningsih menilai, proses penanganan perkara korupsi yang begitu lama di Kejaksaan Agung, mencurigakan.
Menurutnya, masyarakat menyimpan ketidakpercayaan terhadap pengusutan kasus koÂrupsi yang begitu lama di lemÂbaga-lembaga penegak hukum, termasuk di Kejaksaan Agung.
“Kalau dilihat dari lamanya penyidikan, maka bisa dinilai mereka tidak profesional dalam menangani kasus dan meÂngumpulkan bukti-bukti untuk menjerat tersangka,†kata Erna, kemarin.
Menurut Erna, kecurigaan terÂhadap penanganan perkara koÂrupsi ini kian menumpuk, maÂnakala penyidik tidak meÂnahan para tersangka.
“Apalagi, para tersangka diÂduga merugikan negara dengan jumlah yang besar. Mereka bisa saja menghilangkan barang bukti jika tidak ditahan,†tanÂdasnya.
Memang, keputusan melaÂkuÂkan penahan atau tidak itu meÂrupakan kewenangan penyidik. Akan tetapi, ingat Erna, jangan ada unsur kesengajaan dengan tujuan tertentu untuk tidak meÂlaÂkukan penahanan. “SeÂhaÂrusÂnya ada kriteria yang jelas daÂlam menahan atau tidak meÂnahan,†ujarnya.
Erna curiga, bisa jadi, pihak Kejaksaan Agung tidak meÂnahan para tersangka agar bisa berlama-lama menangani kasus tersebut. Soalnya, penahanan ada batasan waktunya sesuai Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “TiÂdak mungkin para tersangka ditahan sampai dua tahun kan. Persoalannya, penanganan kasus yang lama itu bisa dijaÂdikan celah untuk bermain,†tanÂdasnya.
Selain persoalan penahanan terÂsangka, Erna juga mengÂingatÂkan agar publik melek dan mengkritisi penyidik dalam hal penanganan barang bukti. “Apakah barang bukti kerugian neÂgara miliaran rupiah kembali kepada negara. Harus diawasi juga barang bukti itu. Makanya, putusan hakim harus jelas, agar dikembalikan kepada KeÂmenÂdag sebagai pihak yang diruÂgikan atau ke kas negara,†ujarÂnya.
Kejaksaan Agung Sudah Sering Bergerak Lamban
Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai, KejakÂsaan Agung sudah sering berÂgeÂrak lamban dan kurang proÂfesional dalam mengusut perÂkara korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah.
Lantaran itulah, dia menÂdeÂsak Kejaksaan Agung agar memÂbenahi diri dan segera meÂnunÂjukkan kinerja yang proÂduktif serta transparan kepada masyarakat. “Kami meminta Kejaksaan Agung segera meÂngusut tuntas kasus ini. Ini kaÂsus korupsi, dan Kejagung haÂrus bekerja profesional,†tanÂdasnya.
Nasir pun mengingatkan Korps Adhyaksa agar tidak seÂngaja mengulur-ulur waktu atau mempermainkan penanganan perÂkara demi keuntungan priÂbadi atau pihak-pihak tertentu.
“Saya mendesak Kejaksaan Agung bertindak dengan menÂjunjung tinggi keadilan,†ucapÂnya.
Proses penanganan perkara korupsi yang sering lama di KeÂjaksaan Agung, menurut NaÂsir, sudah tidak perlu dipeliÂhara. Kerja profesional dan mengÂukur waktu dengan cermat juga perlu ditingkatkan penyidik kejaksaan.
Jika proses penanganan perÂkara yang lambat serta tidak profesional masih sering terjadi, lanjut dia, maka sampai kapan pun Kejaksaan Agung tetap dianggap sebelah mata dan diÂnilai tidak steril dalam meÂngusut perkara korupsi.
“Jangan lama-lama meÂnyeÂlesaikannya. Saya mendesak hal itu segera diÂtuntaskan,†ucapÂnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: