5 Tersangka Kasus Kemendag Dilimpahkan Ke Kejari Jakpus

Selasa, 24 Januari 2012, 09:35 WIB
5 Tersangka Kasus Kemendag Dilimpahkan Ke Kejari Jakpus
Kejaksaan Agung

RMOL. Setelah satu tahun lebih ditangani Kejaksaan Agung, kasus penggelembungan atau mark up biaya perjalanan pejabat di Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan tahun 2007-2009 akan masuk pengadilan.

Sejumlah anggota DPR dan pengamat menilai, penanganan ka­sus korupsi ini di Kejaksaan Agung berjalan sangat lama. Ken­dati begitu, pihak Kejaksaan Agung tetap saja merasa tidak lelet, meski kasus tersebut belum tuntas dalam satu tahun lebih. Per­kara pidana khusus ini, di­tangani Korps Adhyaksa sejak bu­lan Desember tahun 2010.

Menurut Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Noor Rochmad, lima tersangka kasus peng­gelembungan biaya perja­lanan dinas pada Direktorat Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan (Ke­mendag) tahun 2007-2009 su­dah dilimpahkan untuk segera menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. “Kelimanya sudah ma­suk tahap dua, yaitu penye­rahan tersangka dan barang bukti,” ujar­nya kepada Rakyat Merdeka.

Penyerahan tahap kedua ter­sebut, dilakukan pada 19 Ja­nuari 2012. Sebelumnya, pada Ra­bu, 4 Januari 2012, Kejaksaan Agung masih menunda penye­rah­an tahap kedua tersebut. “Memang kesan­nya seperti menghilang, tapi tidak, kami terus jalan,” ucap dia.

Saat ini, lanjut Noor Rochmad, para tersangka itu sudah di­se­rahkan Kejaksaan Agung ke Ke­jak­saan Negeri Jakarta Pusat (Ke­jari Jakpus) untuk menuju proses persidangan di Pengadilan Tin­dak Pidana Korupsi, Jakarta. “Sudah kami kirimkan ke Ke­jak­saan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung.

Sudah setahun lebih perkara dugaan korupsi di Kementerian Perdagangan ini ditangani Ke­jaksaan Agung, yakni sejak bulan Desember tahun 2010. Dalam ka­sus penggelembungan biaya per­jalanan para pejabat Kementerian Per­dagangan ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan enam tersangka. Akan tetapi, para ter­sangka tersebut tetap bisa ke­luyuran lantaran tidak ditahan Ke­jaksaan Agung.

Noor beralasan, perihal ditahan atau tidak ditahannya para ter­sang­ka adalah kewenangan para penyidik. Apabila penyidik meng­anggap tersangka tidak per­lu ditahan, lanjut dia, maka tidak ada kewajiban untuk melakukan penahanan. “Apabila penyidik menyatakan para tersangka ber­sikap kooperatif, tidak meng­kha­watirkan akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, maka tidak perlu ditahan. Selama proses kasus ini, penyidik meng­anggap tidak masalah bila tidak dilakukan penahanan,” kata Noor Rochmad.

Perkara pidana khusus dengan enam tersangka ini, merupakan sa­lah satu kasus korupsi yang pe­na­nganannya masuk evaluasi akhir tahun 2011 oleh para pe­ting­gi Kejaksaan Agung.

Lima tersangka yang ber­kas­nya sudah lengkap yaitu, bekas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat KPI Ita Me­gasari Dachlan, Bendahara Ka­subag TU Direktorat Per­un­dingan Jasa Watono, Pejabat Pem­buat Komitmen atau bekas Ka­bag pada Direktorat KPI Ma­man Suarman AR. Kemudian, dua tersangka dari Badan Pe­ngem­bangan Ekspor Nasional (BPEN), yakni Pejabat Pembuat Ko­mitmen pada Sekretariat BPEN RR Titi Aghra Parithusta dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Sekretariat BPEN Yahya Supriadi.

Kasus dugaan korupsi biaya perjalanan dinas di Kementerian Perdagangan atas nama tersangka Diding Sudirman dan Maman Suwarman sudah P21 atau telah lengkap per tanggal 30 Desember 2011. Sedangkan berkas perkara atas nama tersangka Watono, Kris­nawati dan Ita Megasari Dah­lan, lanjut Kapuspenkum, sudah lengkap pada hari Selasa, 3 Ja­nuari 2012. Menurut Noor, lima tersangka tersebut segera dibawa kejaksaan ke pengadilan. “Lima ter­sangka itu segera masuk per­sidangan,” ujar dia.

REKA ULANG

Negara Diperkirakan Rugi Rp 14 Miliar

Kasus dugaan korupsi biaya perjalanan dinas di Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini su­dah ditangani Kejaksaan Agung sejak Desember 2010.  Ketika itu, kursi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung masih diduduki Babul Khoir Harahap.

Menurut Babul, tersangka kasus tersebut yakni bekas Pe­jabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat KPI Ita Megasari Dachlan, Bendahara Kasubag TU Direktorat Perundingan Jasa Watono, Pejabat Pembuat Ko­mit­men atau bekas Kabag pada Ditjen KPI Maman Suarman AR.

“Mereka merupakan tersangka dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan biaya perjalanan dinas ke luar negeri,” kata Babul Khoir sekitar setahun lalu, tepatnya pada hari Selasa (21/12/2010).

Babul mengatakan, terjadi peng­­gelembungan atau mark up uang perjalanan dinas di Ke­men­terian Perdagangan. “Tiga ter­sang­ka tersebut diduga meng­aki­batkan kerugian keuangan ne­gara,” ujar Kapuspenkum Ke­jak­saan Agung saat itu.

Menurut Babul, tim penyidik kejaksaan telah memeriksa se­jumlah saksi serta dokumen be­ru­pa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) ke luar negeri di lingkungan Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan. Ber­dasarkan data yang telah di­kan­tongi, penyidik yakin, penge­luar­an uang untuk kegiatan per­ja­lanan dinas itu bertentangan de­ngan hukum. Atas perbuatan para tersangka itu, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 14 miliar.

Akan tetapi, perkembangan pe­nanganan kasus tersebut berjalan lam­bat, meski ada penambahan jum­lah tersangka, dari tiga men­jadi enam orang. Setelah setahun le­bih ditangani Kejaksaan Agung, perkara pidana khusus ini baru akan dibawa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Itu pun baru lima ter­sangka yang berkasnya di­ny­atakan sudah lengkap dan akan dibawa ke Pengadilan Tipikor.

Menurut Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad, baru lima ter­sangka yang berkasnya sudah leng­kap, sisanya masih dalam pro­ses. “Kalau saya tidak salah, tersangkanya akan menjadi tujuh orang. Bertahaplah penun­tas­an­nya,” kata dia.

Kasus korupsi lain yang dita­ngani Kejaksaan Agung dan juga akan masuk persidangan adalah perkara pengadaan alat labo­ra­torium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM.

Menurut Noor Rochmad, ber­da­sarkan hasil penghitungan Ba­dan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai ke­ru­gian negara dalam perkara ini sekitar Rp 12,6 miliar. Persisnya sebesar Rp 12. 665. 816. 339.

Kejaksaan Agung sudah me­netapkan empat tersangka ka­sus ini, yaitu Ketua Panitia Le­lang Pe­ngadaan Alat Labo­ra­torium Irmanto Zamahir Ga­nin, Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Alat Laboratorium Siam Su­bag­yo, Direktur PT Ramos Jaya Abadi Surung H Simanjuntak dan Di­rektur  CV Ma­senda Putra Man­diri Ediman Si­manjuntak.

Bisa Jadi Celah Untuk Bermain

Erna Ratnaningsih, Bekas Ketua Badan Pengurus YLBHI

Bekas Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hu­kum Indonesia (YLBHI) Erna Ratnaningsih menilai, proses penanganan perkara korupsi yang begitu lama di Kejaksaan Agung, mencurigakan.

Menurutnya, masyarakat menyimpan ketidakpercayaan terhadap pengusutan kasus ko­rupsi yang begitu lama di lem­baga-lembaga penegak hukum, termasuk di Kejaksaan Agung.

“Kalau dilihat dari lamanya penyidikan, maka bisa dinilai mereka tidak profesional dalam menangani kasus dan me­ngumpulkan bukti-bukti untuk menjerat tersangka,” kata Erna, kemarin.

Menurut Erna, kecurigaan ter­hadap penanganan perkara ko­rupsi ini kian menumpuk, ma­nakala penyidik tidak me­nahan para tersangka.

“Apalagi, para tersangka di­duga merugikan negara dengan jumlah yang besar. Mereka bisa saja menghilangkan barang bukti jika tidak ditahan,” tan­dasnya.

Memang, keputusan mela­ku­kan penahan atau tidak itu me­rupakan kewenangan penyidik. Akan tetapi, ingat Erna, jangan ada unsur kesengajaan dengan tujuan tertentu untuk tidak me­la­kukan penahanan. “Se­ha­rus­nya ada kriteria yang jelas da­lam menahan atau tidak me­nahan,” ujarnya.

Erna curiga, bisa jadi, pihak Kejaksaan Agung tidak me­nahan para tersangka agar bisa berlama-lama menangani kasus tersebut. Soalnya, penahanan ada batasan waktunya sesuai Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Ti­dak mungkin para tersangka ditahan sampai dua tahun kan. Persoalannya, penanganan kasus yang lama itu bisa dija­dikan celah untuk bermain,” tan­dasnya.

Selain persoalan penahanan ter­sangka, Erna juga meng­ingat­kan agar publik melek dan mengkritisi penyidik dalam hal penanganan barang bukti. “Apakah barang bukti kerugian ne­gara miliaran rupiah kembali kepada negara. Harus diawasi juga barang bukti itu. Makanya, putusan hakim harus jelas, agar  dikembalikan kepada Ke­men­dag sebagai pihak yang diru­gikan atau ke kas negara,” ujar­nya.

Kejaksaan Agung Sudah Sering Bergerak Lamban

Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai, Kejak­saan Agung sudah sering ber­ge­rak lamban dan kurang pro­fesional dalam mengusut per­kara korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah.

Lantaran itulah, dia men­de­sak Kejaksaan Agung agar mem­benahi diri dan segera me­nun­jukkan kinerja yang pro­duktif serta transparan kepada masyarakat. “Kami meminta Kejaksaan Agung segera me­ngusut tuntas kasus ini. Ini ka­sus korupsi, dan Kejagung ha­rus bekerja profesional,” tan­dasnya.

Nasir pun mengingatkan Korps Adhyaksa agar tidak se­ngaja mengulur-ulur waktu atau mempermainkan penanganan per­kara demi keuntungan pri­badi atau pihak-pihak tertentu.

 â€œSaya mendesak Kejaksaan Agung bertindak dengan men­junjung tinggi keadilan,” ucap­nya.

Proses penanganan perkara korupsi yang sering lama di Ke­jaksaan Agung, menurut Na­sir, sudah tidak perlu dipeli­hara. Kerja profesional dan meng­ukur waktu dengan cermat juga perlu ditingkatkan penyidik kejaksaan.

Jika proses penanganan per­kara yang lambat serta tidak profesional masih sering terjadi, lanjut dia, maka sampai kapan pun Kejaksaan Agung tetap dianggap sebelah mata dan di­nilai tidak steril dalam me­ngusut perkara korupsi.

“Jangan lama-lama me­nye­lesaikannya. Saya mendesak hal itu segera di­tuntaskan,” ucap­nya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA