Polisi Masih Menunggu Laporan Mindo Rosalina

Saol Ancaman Pembunuhan Di Pondok Bambu

Senin, 23 Januari 2012, 09:00 WIB
Polisi Masih Menunggu Laporan Mindo Rosalina
Mindo Rosalina Manulang
RMOL. Polisi belum menindaklanjuti ancaman pembunuhan terhadap terpidana kasus suap Wisma Atlet, Mindo Rosalina Manulang alias Rosa. Sementara, pihak Kanwil Kemenkumham telah mengorek keterangan 10 petugas keamanan Rutan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Kabidpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar menjelaskan, Mabes Polri mempersilakan saksi kunci kasus suap Wisma Atlet SEA Games, Rosa untuk melapor dan minta perlindungan polisi. “Yang dirasakan Rosa tentu dia sendiri yang merasakan. Oleh karena itu, atas koordinasi dengan LPSK bisa difasilitasi untuk menyampaikan laporan ke penyidik Polri,” ujarnya.

Laporan Rosa tersebut, kata dia lagi, bisa disampaikan langsung ke Mabes Polri, Polda Metro Jaya maupun Polres. Dengan laporan resmi tersebut, kepolisian bisa me­ngambil langkah pe­nye­li­di­kan. Apakah ancaman pem­bu­nu­han tersebut benar atau tidak. Se­lain itu, diharapkan dapat me­nge­tahui bagaimana modus pelaku hing­ga bisa melancarkan anca­man di dalam Rutan Pondok Bambu.

Yang jelas, sekalipun belum me­nerima laporan dari Rosa, kata bekas Kabidhumas Polda Metro Jaya ini, kepolisian tetap mem­be­rikan pengawasan dan perlin­du­ngan bagi Rosa. Perlindungan yang diberikan adalah membantu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengamankan yang bersangkutan. “Prinsipnya kita siap menerima laporan jika me­rasa dirinya terancam,” katanya.

Boy menjelaskan, ada atau tidak ada ancaman pembunuhan, koordinasi pengamanan dan per­lindungan saksi korban senan­tiasa dilakukan kepolisian dan LPSK. Selain mengawasi keama­nan Rosa secara tertutup, kepo­li­sian juga meningkatkan pe­nga­manan kawasan Rutan Pondok Bambu. Peningkatan eskalasi pengamanan di luar rutan ini, dapat terlihat dan dirasakan pasca evakuasi Rosa pada 12 Januari hingga pekan lalu.     

Peningkatan eskalasi pe­nga­manan rutan ini membuat antrean keluarga yang ingin membesuk sa­nak kerabat yang menghuni rutan menumpuk. Pemeriksaan ba­rang-barang bawaan pun di­per­ketat. Maklum, selain Rosa, di ru­tan ini ada Nunun Nurbaeti, istri be­kas Wakapolri yang jadi ter­sang­­ka kasus suap pemilihan De­puti Gubernur Senior Bank Indonesia.

Eskalasi pengamanan rutan yang meningkat ini diamini Ke­pa­la Keamanan Rutan Wanita Pondok Bambu, Christo Toar. Me­nurutnya, sebelum ada penga­kuan dari Rosa, pengamanan ter­hadap bekas anak buah Naza­ruddin itu sudah ketat.

Akibat pengakuan Rosa yang menohok itu, Christo mengaku ter­paksa menjalani pemeriksaan. Kakanwil Kemenkum dan HAM DKI Jakarta dan Karutan pun diakui menginterogasinya terkait ketidaklaziman menerima kun­jungan bagi tahanan pada malam hari. “Sudah saya sampaikan pada Kepala Rutan dan Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM DKI Jakarta,” ucapnya.

Kakanwil Kemenkum HAM DKI Jakarta Taswem Tareb me­ngaku, telah memintai kete­ra­ngan Christo dan anak buahnya. Sedikitnya, 10 petugas rutan yang piket saat Rosa menerima tamu diperiksa. Tak hanya keterangan petugas keamanan rutan, buku daftar tamu yang mengunjungi Rosa selama menghuni rutan pun ikut disita. Dari buku tersebut, ia membenarkan, Rosa pernah menerima kunjungan pada 30 Desember.

Dia mengaku belum bisa menentukan jenis sanksi yang akan dijatuhkan terhadap Kepala Keamanan Rutan Pondok Bambu dan jajarannya. Soalnya, pena­nga­nan kasus ini masih dilaku­kan. “Kita belum bisa menarik kesimpulan dan sanksi terkait hal ini,” tuturnya.

Menurut pandangannya, petu­gas keamanan rutan sudah me­laksanakan prosedur dan kete­ta­pan yang ada. Namun tetap, ke­sa­lahan prosedur penerimaan tamu tidak bisa ditolerir. Dikon­fir­masi, apakah petugas keama­nan rutan menerima suap, se­hing­ga mengizinkan tamu menemui Rosa di luar jam besuk, dia me­nepis hal itu. Menurutnya, sampai sejauh ini, pihaknya belum mendapat informasi mengenai hal tersebut.

Lebih jauh Christo mengaku, ancaman pembunuhan terhadap Rosa sama sekali tidak diketahui. Soalnya, dia tidak ikut dalam per­temuan 45 menit di ruang tamu ta­hanan. Lagipula, kata be­berapa pe­tugas keamanan rutan, tamu-tamu Rosa yang disebut-sebut me­ngancam membunuhnya justru ter­lihat cipika-cipiki alias cium pipi kanan-kiri saat akan pergi.

REKA ULANG

Desember, 3 Tamu Misterius Masuk Rutan

Mindo Rosalina Manulang alias Rosa sudah dibawa kembali ke Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Namun, Rosa tidak me­nem­pati ruangan biasa. Dia di­tem­patkan di ruangan khusus oleh pihak rutan dan Lembaga Per­lindungan Saksi dan Korban (LPSK). Rosa pun mendapat pe­nga­walan 24 jam nonstop.

Kata pengacara Rosa, Iskandar Ibrahim, kliennya masih sangat shock dan paranoid. Bahkan, un­tuk tidur dan makan saja, Rosa ha­rus didampingi psikiater dulu.

“Fisiknya sehat. Darahnya juga nor­mal. Tapi psikisnya masih sa­ngat lemah. Dia masih sangat ke­ta­kutan. Untuk tidur saja, harus ada psikiater yang mene­nang­kan­nya dulu. Kalau tidak, dia tak bisa ti­dur,” katanya pada Minggu (15/1).

Setelah Rosa memberikan ke­saksian di Pengadilan Tipikor pada Senin (16/1), LPSK masih terlihat si­buk menyambangi Rosa yang meng­huni ruang khusus di Rutan Pondok Bambu. Ruang khusus itu memiliki pengamanan ekstra. LPSK, jelas Komisioner LPSK bi­dang Penanggung Jawab Bantuan Hukum, Kompensasi, dan Res­ti­tu­si, Lili Pintauli, terus berupaya me­ningkatkan mental dan psikis Rosa.  

Yang jelas, setelah mendengar Rosa mendapat ancaman di da­lam rutan, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana berang. Pada Kamis (12/1) ma­lam, Denny mengumpulkan selu­ruh kepala rutan dan kepala lem­baga pemasyarakatan di Jakarta dan sekitarnya di Lapas Cipi­nang, Jakarta Timur.  

Denny mengingatkan agar ru­tan dan lapas tidak seenaknya me­masukkan tamu. Denny me­min­ta agar rutan dan lapas mem­benahi pengamanan dan tidak menjalankan praktik-praktik suap. Sebagaimana diketahui, Pada Kamis 12 Januari lalu, Is­kan­dar, salah satu kuasa hukum Rosa mengatakan, kliennya tiga kali didatangi kerabat Nazaruddin.

Iskandar merinci, pada 26 De­sem­ber yang datang berinisial AAN dan HSY. Pada 30 Desem­ber NSR dan AAN. Pada tanggal 3 Januari adalah AAN, NSR dan HSY, diikuti rohaniawan dan se­orang notaris. Konon pada per­te­mu­an dengan NSR, 30 Desember, Rosa sempat menandatangani su­rat pernyataan pencabutan kete­ra­ngan BAP untuk perkara Nazaruddin.

Kabareskrim Polri Komjen Su­tarman menegaskan, ancaman terhadap Rosa akan ditindak­lan­juti polisi. “Kalau ada bukti akan kita usut, itu sudah tergolong an­caman kriminal,” katanya.

Apalagi, ancaman pem­bu­nu­han juga sempat menimpa pim­pinan KPK. Anggota Komite Etik KPK Syafii Maarif mengatakan, ada preman yang mengancam pimpi­nan KPK. Dimana, anca­man ter­sebut mengarah pada pembunuhan.

Diduga, ancaman tersebut di­arah­kan kepada Chandra Hamzah saat masih menjabat Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan dan Ade Rahardja saat masih men­jabat Deputi Penindakan KPK. Anca­man itu diduga terkait tin­da­kan KPK mengusut perkara suap Wis­ma Atlet.

Rutan Harus Tanggung Jawab

Chaerudin Ismail, Bekas Kapolri

Bekas Kapolri Chaerudin Is­mail menilai, ancaman pem­bu­nuhan terhadap Rosa menjadi fenomena tersendiri dalam pengungkapan skandal korupsi.

Untuk itu, per­tan­g­gung­ja­wa­ban pihak pengamanan Rutan Pondok Bambu layak diper­ta­nyakan. “Pengalaman saya, fe­no­mena ancaman pembunuhan seperti ini hampir terjadi dalam ber­bagai kasus,” katanya.

Dia menyatakan, hal paling penting dalam meminimalisir an­caman-ancaman model de­mi­kian adalah meningkatkan pengamanan terhadap yang bersangkutan.

Menurutnya, jika ancaman pembunuhan terhadap Rosa benar, orang yang lebih dahulu harus dimintai keterangan ada­lah petugas jaga rutan. “Ba­gai­mana bisa ada tamu masuk ru­tan di luar batas waktu kun­ju­ngan resmi? Ini persoalan kru­sial yang tampaknya masih te­rus terjadi,” tandasnya.

Dengan kata lain, dia menilai, munculnya persoalan seputar an­caman pembunuhan terjadi aki­bat kelalaian petugas ke­ama­nan rutan. Bekas Kakorserse Polri ini mengemukakan, petu­gas rutan memiliki tanggun­ja­wab paling besar saat terjadinya ancaman pembunuhan tersebut.

Klasifikasi berupa pertan­g­gung­jawaban petugas keama­nan rutan, sambungnya, adalah bentuk pertanggungjawaban pa­ling bawah. Maksudnya, ke­sa­lahan-kesalahan yang umum terjadi di lapangan seperti ini, tidak selayaknya ditimpakan ke pejabat tinggi, apalagi sampai menyeret-nyeret menteri.

Diingatkan, jika per­tang­gung­jawaban di level terbawah terus diimplementasikan, maka kelak diharapkan bentuk per­tang­gungjawaban yang lebih besar, yakni per­tang­gung­ja­wa­ban hukum ke atas akan me­ngalir dengan sendirinya.

“Kesadaran akan bentuk-ben­tuk pertanggungjawaban itu mem­buat orang menaati aturan, nor­ma dan hukum,” ujarnya.

Polisi Tak Boleh Kecolongan Lagi

Tjatur Sapto Edi, Wakil Ketua Komisi III DPR

Menurut Wakil Ketua Ko­misi III DPR Tjatur Sapto Edi menyatakan, tanpa ada la­poran resmi, kepolisian tidak bisa pro­aktif menindaklanjuti ancaman pembunuhan yang menimpa Mindo Rosalina Ma­nulang alias Rosa. Ia khawatir, sikap aktif  kepolisian me­na­ngani ancaman tersebut justru berubah jadi bumerang.

Dia mengkategorikan, anca­man pembunuhan yang tak segera dilaporkan Rosa ke ke­po­lisian masih bersifat indi­vidual. Dengan begitu, dia tak menyalahkan kepolisian yang tidak responsif mengambil tin­dakan untuk menyingkap hal ini. Meski demikian, ia me­nya­rankan, kepolisian intensif meningkatkan pengawasan atas ancaman tersebut.

“Meski keselamatan Rosa bu­kan sepenuhnya tanggung­ja­wab kepolisian, kita tidak mau ke­polisian kecolongan. Lang­kah kepolisian yang paling te­pat adalah meningkatkan eska­lasi pengamanan di luar taha­nan,” ujarnya.

Jika permintaan perlindungan ekstra kepada Lembaga Perlin­du­ngan Saksi dan Korban (LPSK) dianggap sudah cukup oleh Rosa, menurutnya, ke­mung­kinan siapa orang yang me­ngancam membunuh dan apa motivasinya, kemungkinan tidak akan terkuak. Pada prin­sipnya, LPSK, hanya memiliki kompetensi memberikan perlin­dungan. Mereka tidak memiliki kewenangan mengusut perkara.

Pilihan Rosa yang hanya meminta perlindungan kepada LPSK adalah hak yang harus dihormati. Dia pun tidak me­nyalahkan langkah kepolisian yang belum optimal me­nin­daklanjuti pengakuan ancaman pembunuhan ini. Di satu sisi, jelas dia, polisi dihadapkan pada pilihan yang cukup sulit.

“Ancaman seperti ini tidak bisa dibenarkan. Yang juga per­lu diketahui, apakah peng­a­kuan Rosa tentang ancaman itu benar atau karena dia tertekan meng­hadapi perkara yang berat,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA