KPK Merasa Belum Terima Laporan Pemecatan 7 PNS

Telusuri Pidana Kasus Rekening Gendut PNS

Rabu, 18 Januari 2012, 09:35 WIB
KPK Merasa Belum Terima Laporan Pemecatan 7 PNS
Pegawai Negeri Sipil (PNS)

RMOL. Pemecatan tujuh Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Keuangan yang terbukti memiliki rekening gendut berdasarkan pemeriksaan internal, belum ada tindak lanjut pidananya.

Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo me­nga­ku, pihaknya belum mendapatkan data tersebut dari Kementerian Keuangan. KPK, menurutnya, ha­nya memperoleh data dari Pu­sat Pelaporan dan Analisis Tran­saksi Keuangan (PPATK).

“Kalau yang dimaksud data dari PPATK, memang sudah kami terima. Kalau dari Kemenkeu, be­lum ada.  Saya pernah tanya, be­lum ada yang masuk ke penyi­di­kan. Nanti akan saya infor­ma­si­kan kalau sudah ada laporan dari Kemenkeu mengenai tujuh PNS yang dipecat itu,” kata Johan ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Johan menyatakan, Komisi Pem­berantasan Korupsi pasti akan menindaklanjuti laporan me­ngenai rekening gendut PNS yang telah masuk. “Kalau me­mang ada laporan tersebut, tentu akan kami tindaklanjuti,” ujar dia.

Untuk laporan mengenai reke­ning gendut PNS yang dis­e­rah­kan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ke KPK, kata Johan, pihaknya sudah mem­roses. “Proses telaah masih ber­langsung. Tentu semua laporan itu akan ditelaah terlebih da­hulu,” katanya.

Tujuh pegawai Kementerian Keuangan yang diduga memiliki rekening gendut, telah dipecat se­bagai Pegawai Negeri Sipil pada 21 Desember 2011.

Staf humas Kemenkeu Syam­sul Maulana membenarkan pe­me­catan tujuh PNS tersebut. Na­mun, pihaknya belum bisa me­nyampaikan kepada masyarakat, siapa saja PNS yang di­ber­he­n­ti­kan itu. “Iya, tujuh pegawai telah di­berhentikan dengan tidak hor­mat sebagai PNS, bahkan sudah dilakukan proses hukum,” ujar­nya ketika dikonfirmasi pada 21 Desember 2011.

Proses hukum yang dimaksud Syamsul adalah menyerahkan kasus ini kepada KPK dan Polri. “Kalau menurut informasi yang saya tahu dari Itjen, tujuh pega­wai itu telah dilaporkan ke KPK dan kepolisian untuk ditin­dak­lan­juti pemeriksaannya,” ujar dia.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution juga mengaku belum menge­ta­hui, apakah kepolisian sudah me­nerima data mengenai pemecatan tujuh PNS Kemenkeu itu. “Mesti kami cek dulu ke PPATK, karena da­tanya banyak sekali. Kami belum tahu mana yang sudah diserahkan ke Polri,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Ketua PPATK Muhammad Yu­suf menyebutkan, institusinya per­nah menyerahkan 117 hasil au­dit laporan rekening men­cu­rigakan ke KPK.

PPATK saat ini mencatat ada 1.800 transaksi yang mencur­iga­kan. Dari jumlah itu, sebagian su­dah dilaporkan tindak lanjutnya dan sebagian lagi belum ada ke­je­lasan. “Kami pernah kirim se­ba­nyak 117 transaksi mencu­ri­gakan khusus kepada KPK dan ada laporan tentang pena­nga­nan­nya. Tapi ada yang masih dalam proses,”kata Yusuf.

Data tersebut merupakan aku­mulasi dari tahun 2003 hingga 2012. Rekening-rekening yang mencurigakan tersebut ada yang milik anggota DPR, pejabat pe­merintahan, pekerja swasta, bah­kan penegak hukum.

Menurut Yusuf, PPATK memi­liki wewenang yang diatur un­dang undang untuk dapat me­min­ta penjelasan dari penegak hukum mengenai penyelidikan rekening bermasalah. Beberapa aturan yang melegalkan hak PPATK itu adalah UU Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 44 ayat 1c tentang pence­ga­han dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta Pe­raturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 mengenai Tata Cara Pe­laksanaan Kewenangan PPATK.

Lantaran itu, Yusuf berjanji akan menagih KPK, Polri dan Kejaksaan Agung mengenai pe­ngusutan laporan rekening gen­dut PNS itu. “Kami akan terus meminta laporan perkembangan penanganan kasusnya,” kata bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.

Yusuf berjanji melakukan per­temuan rutin dengan pimpinan tiga institusi itu dan menagih ha­sil pengusutan rekening gendut. “Saya sudah bertemu Kapolri, Jaksa Agung, pimpinan KPK yang lama dan baru agar ke depan diadakan pertemuan rutin. Mung­kin dua atau tiga bulanan kami duduk bersama, menyamakan data. Kami akan tagih, rekening ini bagaimana dan sebagainya,” ujarnya.

REKA ULANG

Yang Diterima Kemenkeu Jumlahnya 86

Investigasi internal Kemen­terian Keuangan berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Ana­lisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuktikan, tujuh PNS me­lakukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang da­lam melaksanakan tugas.

Tindak lanjutnya berupa pe­nge­naan hukuman disiplin ke­pada yang terbukti me­nya­lah­gu­na­kan wewenang tersebut. “Tu­juh pegawai telah diber­hen­tikan dengan tidak hormat seba­gai PNS, bahkan dilakukan pro­ses hukum,” kata Kepala Biro Ko­munikasi dan Layanan In­for­masi Kementerian Keuangan Yudi Pramadi lewat siaran pers.

Menurut Yudi, Kementerian Ke­uangan telah menerima 86 la­poran transaksi keuangan yang mencurigakan dari PPATK. Se­luruh laporan tersebut, kata dia, telah ditindaklanjuti dan diproses secara profesional.

Selain melakukan pemecatan ter­hadap tujuh PNS, dia me­nam­bahkan, proses terhadap laporan lainnya masih dilakukan. “Ter­ha­dap delapan laporan telah dila­ku­kan pengumpulan bahan dan ke­terangan, tapi belum ditemukan bukti penyimpangan,” ujarnya.

Kemudian, sebanyak sembilan la­poran telah dimintakan per­se­tu­juan PPATK untuk diteruskan ke KPK. Sebab, setelah dilakukan pengumpulan bahan dan kete­ra­ngan, ternyata pegawai ber­sang­kutan tidak lagi menjadi PNS Ke­menkeu. “Saat ini masih terdapat tiga permintaan persetujuan yang belum direspon PPATK,” katanya.

Masih dalam proses peninda­kan di internal Kemenkeu, Yudi me­maparkan, sebanyak 27 la­po­ran masih dilakukan pen­da­la­man informasi mengenai ke­mung­ki­nan penyalahgunaan wewenang pe­gawai yang ber­sangkutan. Se­jumlah enam la­po­ran tidak ber­ma­salah. “Ter­da­pat tiga laporan yang bukan atau tidak terkait de­ngan pegawai Ke­menkeu,” ucapnya.

Sedangkan untuk pencegahan, menurut Yudi, Kemenkeu pada tahun 2010 berinisiatif bekerja sama dengan KPK untuk me­lakukan penelitian harta ke­ka­yaan pegawainya. “Berdasarkan hasil penelitian dimaksud, be­be­rapa pegawai terindikasi me­la­kukan penyalahgunaan wewe­nang sehingga dijatuhi hukuman disiplin PNS. Saat ini, Kemenkeu masih bekerja sama dengan KPK melakukan investigasi terhadap kasus-kasus tertentu,” ujarnya.

Dia mengatakan, Kemenkeu berkomitmen memberantas tin­dak pidana korupsi dan pencucian uang. Langkah-Iangkah Kemen­keu selain bekerja sama dengan KPK dan PPATK, antara lain terlibat dalam Aksi Nasional Pen­cegahan dan Pemberantasan Ko­rupsi, dan mengembangkan whis­tleblowing system (WiSe) dalam website Kemenkeu.

Jangan Cuma Sanksi Internal

Marwan Batubara, Koordinator LSM KPKN

Koordinator LSM Ko­mi­te Penyelamat Kekayaan Ne­ga­ra (KPKN) Marwan Batubara me­ngingatkan, kasus kepe­mi­li­kan rekening tujuh pegawai Ke­menkeu yang mencurigakan, ti­dak semestinya berhenti pada sanksi administratif.

“Status hukum kasus ini biar jelas. KPK perlu lebih me­nge­de­pankan prinsip transparansi dalam penanganan kasus se­per­ti ini,” tandas bekas anggota De­wan Perwakilan Daerah (DPD) ini, kemarin.

Marwan juga meminta koor­dinasi antara KPK dengan Ke­menterian Keuangan hen­dak­nya ditingkatkan. “Jangan sam­pai penindakan internal yang telah diambil Kemenkeu, ber­henti sampai pada kesim­pu­lan pelanggaran administrasi saja,” tandasnya.

Dia pun menilai, masih ada dugaan intervensi yang serin­g­kali membatasi ruang gerak lem­­baga superbodi itu, sehing­ga pengusutan kasus korupsi berjalan lamban. “Menurut saya masih ada kemungkinan inter­vensi yang secara langsung mau­pun tidak langsung mem­pengaruhi pengusutan kasus korupsi,” ujarnya.

Dia menyatakan, kemung­kinan adanya intervensi terha­dap lembaga superbodi ters­e­but, terlihat dari penanganan beberapa kasus. Contohnya, kata dia, penanganan perkara Gayus Tambunan sampai saat ini masih belum tuntas. Siapa yang menyuap Gayus hingga me­miliki rekening fantastis be­lum terungkap seutuhnya. Be­gitu pula siapa tokoh utama yang terlibat pembuatan paspor Ga­yus atas nama Sony Laksono belum bisa dimintai pertang­gung­jawaban hukum.

Demikian halnya kasus Na­za­ruddin, yang mencuat ke per­mu­kaan baru sebatas kasus Wis­ma Atlet. Kasus-kasus lainnya, tambah dia, juga belum dapat penanganan optimal. Terbatas­nya ruang gerak KPK me­ngung­kap kasus korupsi terse­but, ingat dia, hendaknya tidak terjadi terus-menerus.

Soalnya, kecenderungan pe­ngusutan kasus yang makan wak­tu berlarut, bisa me­nguat­kan kesan adanya intervensi itu. Hal ini, lanjut dia, hendaknya bisa diminimalisir KPK dengan langkah konkret.

Tinggal Lanjutkan Data Kemenkeu

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul menilai, pe­me­catan tujuh Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan yang dicurigai punya rekening jumbo, menunjukan bahwa Ke­menkeu berupaya mem­ber­sih­kan jajaran internalnya.

Namun, KPK belum menin­dak­lanjuti langkah tegas K­e­men­keu tersebut. Kendati begi­tu, menurut Ruhut, belum tam­paknya upaya KPK menelusuri kasus ini, tidak bisa dikate­go­ri­kan sebagai sebuah kesalahan.

Dia menilai, sebagai lembaga pemberantas korupsi, KPK justru memberi kesempatan bagi Kemenkeu untuk melak­sa­nakan tugas pokok dan fung­si­nya (tupoksinya) lebih dulu. “KPK saya rasa menghormati tu­poksi yang diemban lembaga lain seperti Kemenkeu,” ucapnya.

Jadi, sambung dia, bukan berarti KPK tidak mau me­na­ngani temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ke­uangan (PPATK) tersebut. “Saya rasa ini sebagai upaya menghormati kewenangan lembaga lain,” ujarnya.

Kata Ruhut, sebagai lembaga yang menempati garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, KPK tidak asal dalam me­na­ngani kasus.

Selain menghargai tupoksi lembaga lain, lanjut Ruhut, KPK mungkin telah meng­in­ventarisir kasus kepemilikan re­kening tujuh pegawai Ke­men­keu. Suatu saat, jika dianggap perlu mendapatkan penanga­nan, maka mereka tinggal me­nindaklanjuti langkah yang te­lah diambil Kemenkeu.

Lebih lanjut, Ruhut menilai, ketegasan sikap Kemenkeu me­mecat 7 PNS terkait laporan PPATK itu menunjukkan, tugas pokok dan fungsi pengawasan serta pembinaan yang diemban Inspektorat Kemenkeu berjalan sesuai koridor yang ada.

Penindakan terhadap tujuh pegawai Kemenkeu yang didu­ga melanggar aturan ini, me­nurutnya, sudah tepat. “Tin­da­kan Kemenkeu yang memberi­kan sanksi pada tujuh pega­wainya perlu diberi apresiasi,” ujarnya.

Dia menggarisbawahi, ke de­pan langkah ideal tersebut dapat ditingkatkan. Sehingga, usaha menciptakan tertib administrasi di lingkungan Kemenkeu ter­pelihara secara ber­ke­si­nam­bungan.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA