Tersangka Askrindo Diduga Terkait Kasus Bank Niaga

Terendus Polisi Karena Pengajuan Kredit Rp 500 Miliar

Selasa, 17 Januari 2012, 09:21 WIB
Tersangka Askrindo Diduga Terkait Kasus Bank Niaga
Saud Usman Nasution

RMOL. Polisi melacak keterlibatan tersangka lain kasus dugaan pencucian uang di Bank CIMB Niaga. Diduga, perkara ini berkaitan dengan kasus pembobolan dana perusahaan asuransi milik BUMN, yakni PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) sebesar Rp 450 miliar.

Pasca penetapan tersangka KW dalam kasus pencucian uang di Bank Niaga sebesar Rp 50 miliar, po­lisi mengembangkan penyi­di­kan ke arah keterlibatan pihak lain. Pelacakan dilakukan dengan meng­konfirmasi dugaan keter­libatan Umar Zen alias A Chung, yang sebelumnya telah berstatus tersangka kasus pembobolan dana Askrindo dan pihak lainnya.

Menurut Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Saud Usman Nasution, dugaan keter­kaitan tersangka KW dengan ter­sangka kasus Askrindo ter­iden­tifikasi berkat pengakuan A Chung. Soalnya, dalam pe­merik­saan, A Chung menyebut pernah me­ngajukan kredit Rp 500 miliar pada Bank CIMB Niaga.

Pengajuan kredit  tersebut disampaikan pemilik PT Tranka Kabel itu lewat koleganya, KW. Selama ini, menurut Saud, KW dikenal piawai mengurus penga­juan kredit. Untuk kelancaran pe­ngurusan kredit tersebut, KW meng­ajukan syarat berupa im­balan sebesar Rp 50 miliar. Pem­bayaran imbalan itu dibagi men­jadi dua. Pertama, uang senilai Rp 8 miliar dibayar secara tunai. Si­sanya, Rp 42 miliar harus dikirim lewat rekening giro.

Janji KW membantu melancar­kan proses kredit di Bank CIMB Niaga, membuat A Chung ke­mu­dian mengirim Rp 8 miliar tunai. Oleh KW, uang yang disebut akan dipakai untuk melancarkan proses pencairan kredit di Bank Niaga itu dipecah ke beberapa rekeningnya di sejumlah bank. “Polisi sudah meminta Bank Indo­nesia untuk memblokir reke­ning tersangka KW,” ujar bekas Kepala Detase­men Khusus 88 Polri ini.

Disinggung mengenai uang Rp 42 miliar yang rencananya dikirim lewat rekening giro, Saud menyatakan, polisi tidak mene­mu­kan bukti-bukti tranfer reke­ning giro. Dengan kata lain, A Chung diduga belum sempat me­laksanakan transaksi via rekening giro tersebut.

Penyidik Tipikor Polda Metro Jaya yang enggan disebutkan na­manya menginformasikan,  A Chung mengajukan kredit ke Bank CIMB Niaga untuk me­lunasi utang di Bank Panin. Upa­yanya berantakan akibat Bank CIMB Niaga menolak pengajuan kre­dit tersebut.

Pengajuan kredit ditolak kare­na Bank CIMB Niaga mendapat keterangan dari Bank Panin bah­wa A Chung memiliki kredit ma­cet. Lantaran itu, A Chung me­min­ta KW membantu melan­car­kan proses kredit di Bank CIMB Niaga. Namun yang terjadi, lanjut penyidik itu, KW memanfaatkan penolakan Bank CIMB Niaga untuk mendapatkan keuntungan dari A Chung.

Atas perbuatanya, KW dikena­kan Pasal 3 Undang Undang No­mor 8 Tahun 2010 tentang Pen­cegahan dan Penindakan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 378, 372, 368 KUHP de­ngan ancaman hukuman mak­simal 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.

Sejauh ini, penyidik Polda Metro Jaya masih memberkas perkara A Chung. A Chung ditahan karena disangka terlibat perkara pembobolan dana As­krin­do. Dia disangka meng­gu­nakan dana Askrindo sebesar Rp 400 miliar. Pencairan dana Askrindo diperoleh berkat ada­nya surat pengajuan kredit atau letter of credit sebuah bank.

Sebagaimana diketahui, kisruh pengelolaan dana investasi ini terbongkar ketika PT Askrindo dilaporkan melakukan penem­patan investasi dalam bentuk Re­purchase Agreement (Repo), Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), obligasi dan reksadana yang diduga tidak sesuai aturan.

Untuk menuntaskan kasus ini, kepolisian memeriksa saksi dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bape­pam LK) serta pihak bank. Polisi juga telah menetapkan tujuh ter­sangka perkara Askrindo. Berkas dua tersangka kasus ini sudah di­nyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

Lebih jauh, sumber itu menam­bahkan, kepolisian masih meng­identifikasi kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain di luar KW dalam perkara Bank CIMB Niaga. “A Chung punya beberapa kenalan yang diduga sebagai broker perbankan. Kemungkinan keterlibatan mereka dalam kasus pengajuan kredit Bank Niaga masih ditelusuri,” ujarnya.

Selain itu, untuk keperluan mengklarifikasi keterangan ter­sangka KW, kepolisian meng­agendakan konfrontir keterangan KW dengan A Chung.

REKA ULANG

Ditangani Sejak 5 Agustus 2011, Ditangkap 10 Januari 2012

Tersangka kasus pencucian uang di Bank CIMB Niaga ber­ini­sial KW ditangkap polisi pada 10 Januari 2012 di salah satu mal di Jakarta Selatan. “Kami me­nang­kap tersangka kasus pen­cu­cian uang dalam perkara restruk­tu­risasi kredit bank,” kata Kepala Di­visi Humas (Kadivhumas) Pol­ri Irjen Saud Usman Nasution pa­da Jumat (13/1).

Kasus tersebut ditangani sejak 5 Agustus 2011. Perkara ini ter­ungkap atas keterangan  korban ka­sus Bank CIMB Niaga yang juga merupakan tersangka kasus PT Askrindo, Umar Zen alias A Chung. Tersangka KW diduga me­lakukan penggelapan, peni­puan dan pemerasan.

Setelah diusut, tersangka diduga membujuk korban untuk melak­sa­nakan restrukturisasi kredit perusahaannya di Bank CIMB Niaga dengan imbalan Rp 50 miliar.

Sebagaimana diketahui, dalam penanganan kasus pembobolan Askrindo, Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direk­torat Reserse Kriminal Khusus Pol­da Metro Jaya telah mene­tap­kan tujuh tersangka. “Total ter­sangka tujuh, terdiri dari dua orang pihak PT Askrindo, empat orang dari pihak manajer inves­tasi dan satu orang penerima ali­ran dana,” kata Direktur Res­krimsus Polda Metro Jaya Kom­bes Sufyan Syarief pada Senin, 12 Desember 2011.

Lima tersangka yang ditahan terakhir adalah empat manajer investasi (MI), yakni Markus Suryawan dan Beni Andreas (PT JS), Ervan Fajar Mandala dari PT RAM dan T Helmi Azwari dari PT HAM serta Umar Zen dari PT Tranka Kabel selaku penerima aliran dana. Mereka ditahan sejak 9 Desember 2011.

Para tersangka dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), junto UU Nomor 20 tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999, dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebelumnya, polisi menetap­kan dua tersangka dari PT Askrin­do, yakni Zulfan Lubis dan Rene Setiawan. Keduanya ditahan se­jak 19 Agustus 2011.  Dua ter­sang­ka itu ditengarai bekerja­sama dengan sejumlah manajer in­vestasi untuk menyalurkan dana Askrindo ke perusahaan-perusahaan investasi tersebut.

Berdasarkan laporan polisi 6 Juni 2011, Nomor 491, pihak Askrindo itu diduga melakukan tindak pidana pencucian uang seperti pada Pasal 2 ayat (1) dan 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan jalan mem­buat rekayasa keuangan dan bekerjasama dengan MI.

Selain  telah memeriksa 37 saksi, polisi telah memblokir 24 rekening dalam kasus itu. Para tersangka diduga melakukan rekayasa keuangan melalui kerjasama dengan empat mana­jer investasi, sehingga penya­luran dana Rp 439 miliar ke 10 peru­sahaan investasi bisa ber­lang­sung pada kurun 2004 sam­pai 2009.

Perkara Perbankan Biasanya Libatkan Orang Dalam

Togar M Sianipar, Purnawirawan Polri

Ketua Bidang Pengkajian Persatuan Purnawirawan Polri Komjen (Purn) Togar M Siani­par mengingatkan, kasus-kasus perbankan seringkali meli­bat­kan orang dalam bank. Dengan be­gitu, dia berharap, penga­wasan internal bank diting­kat­kan untuk meminima­lisir ke­mungkinan kerugian nasabah.

Togar juga menyarankan agar proses seleksi karyawan bank sejak awal diperketat. “Ke­jahatan perbankan ini, se­cara global bisa merusak per­eko­nomian bangsa. Ketidak­perca­yaan nasabah kepada bank bisa berdampak buruk pada pem­bangunan nasional, “ ingatnya.

Untuk itu, tandas dia, ke­ama­nan aset nasabah di bank harus menjadi prioritas lembaga perbankan. Jangan sampai, kepercayaan nasabah ambruk akibat kasus-kasus yang me­nim­pa perbankan saat ini. Se­lain peningkatan pengawasan internal bank, pengawasan Bank Indonesia (BI) pun hen­daknya diintensifkan. Soalnya, dalam kondisi apapun, BI punya otoritas penuh menilai bank layak operasi atau tidak.

Togar juga mengingatkan, menyingkap kasus perbankan memerlukan ketelitian ekstra. Kemampuan penyidik mesti tinggi agar berhasil menun­tas­kan kasus-kasus seperti ini. Soal­nya, kejahatan perbankan se­nantiasa melibatkan pelaku-pe­laku yang intelek. Dengan be­gitu, kejahatan perbankan selalu menggunakan metode atau modus yang canggih. “Sering­kali memanfaatkan teknologi informatika atau cyber,” ujar bekas Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (Kalakhar BNN) ini.

Togar berharap penyidik kepolisian mampu mengungkap perkara perbankan. Soalnya, pelatihan-pelatihan menangani kasus perbankan belakangan di­intensifkan kepolisian bersama lembaga-lembaga terkait lain­nya.

Kerja Sama Para Pelaku Terjalin Dengan Rapi

Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat meng­ingat­kan, kejahatan perbankan dapat menimbulkan dampak yang sistemik.

Martin menambahkan, selain dirancang atau digarap pelaku in­telektual, kasus perbankan biasanya melibatkan orang da­lam bank. “Kerjasama orang luar dengan orang dalam bank, biasanya terjalin dengan rapi,” kata politisi Partai Gerindra ini.

Dia mengkategorikan, kasus-kasus kejahatan perbankan termasuk perkara extra ordinary crime. Artinya, tidak bisa dikla­sifikasikan sebagai tindak pi­dana biasa. Lantaran itu, pe­nanganan kasus kejahatan ini mes­ti dilakukan dengan teknik ter­tentu, sehingga kadang butuh wak­tu panjang. Soalnya, perlu ke­cermatan dan ketelitian ekstra.

Selain melibatkan kepolisian, dibutuhkan koordinasi antar lembaga seperti Bank Indonesia (BI) maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ke­ua­ngan (PPATK) dalam meng­ungkap perkara tersebut. “Perlu koordinasi intensif antar lem­baga-lembaga yang ada,” tuturnya.

Hal itu dilatari adanya prinsip kerahasiaan rekening nasabah bank. Jadi, menurutnya, hanya rekening seseorang yang diduga melanggar ketentuan hukum saja yang bisa dibuka. Prinsip kerahasiaan bank ini, seringkali menghambat penyidikan.

 Jika belakangan diketahui banyak rekening bermasalah, hal tersebut menunjukkan bah­wa penanganan masalah keja­hatan perbankan mengalami kemajuan.  Dengan kata lain, sam­bungnya, koordinasi pene­gak hukum dengan bank sentral dan lembaga terkait lainnya, me­nunjukkan kemajuan signi­fikan. “Budaya ini hendaknya dijaga. Dengan begitu, kesulitan mengungkap suatu kejahatan perbankan, bisa diantisipasi dengan cepat,” ujarnya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA