Polisi masih mendalami kasus penyedotan pulsa yang diduga meÂrugikan konsumen di IndoÂneÂsia lebih dari Rp 1 triliun. TerÂakÂhir, setelah memeriksa seorang maÂnajer Telkomsel, akhir pekan lalu, polisi mengagendakan peÂmeÂriksaan saksi ahli teknologi inÂformasi. Menurut Kabidpenum PolÂri Kombes Boy Rafli Amar, rencana pemeriksaan saksi ahli teknologi informasi dilaksanakan pekan ini.
Menjawab pertanyaan, kaitan pemeriksaan salah satu petinggi Telkomsel dalam kasus ini, ia meÂmastikan, hal itu ditujukan unÂtuk mengetahui apa dan bagaiÂmana peran perusahaan operator seluler tersebut.
Maksudnya, rangkaian kebiÂjaÂkan perusahaan operator telepon seÂluler dan bagaimana pelakÂsaÂnaÂan kebijakan itu, jadi masukan keÂpolisian untuk menentukan arah penyelidikan kasus ini.
Dia menepis anggapan jika keÂpolisian telah menetapkan status tersangka kasus ini. Apakah di daÂlamnya ada dugaan penyeÂleÂweÂngan atau tidak, jelasnya, perlu pembuktian mendalam. Untuk itu, keterangan saksi dari TelkomÂsel yang telah dihimpun tersebut, menjadi bahan untuk dikofrontir dengan kesaksian ahli.
“Kita sudah memeriksa seÂorang manajer dari Telkomsel. SeÂÂkarang kita agendakan pemeÂrikÂÂsaan saksi ahli teknologi inÂforÂmatika,†ujarnya.
Kata dia, kesaksian ahli jadi kunci menentukan dalam meÂngungkap kasus ini. Artinya, seÂteÂlah tahapan tersebut, kepoliÂsian baru bisa menjawab siapa-siapa yang layak menyandang status terÂsangka. Termasuk di dalamÂnya, menjawab apakah kasus ini meÂlibatkan petinggi perusahaan operator seluler atau tidak.
Menanggapi kabar bahwa peÂlaÂku kasus ini mengantongi rekeÂning fantastis, dia tak meÂnyangÂkal itu. Alasannya, kesuksesan meÂnyedot pulsa pelanggan bisa memÂbuat pelaku menangÂguk keÂuntungan besar. Keuntungan yang dimasukkan ke rekening peÂlaku, dimungÂkinÂkan berasal dari anggota kelomÂpok yang terÂorganisir.
Untuk itu, penyelidikan atas kasus ini juga mengarah pada kepemilikan rekening para saksi. Upaya mengobok-obok rekening itu, tambahnya, dikoordinasikan dengan Bank Indonesia (BI). UnÂtuk kepentingan tersebut, keÂpoliÂsian Âmemiliki komitmen dengan BI untuk memblokir rekening orang yang diduga bermasalah hukum.
Dia tak mau memberi jawaban, apakah kepolisian telah meminta BI memblokir rekening orang yang dicurigai. Pada prinsipnya, unÂtuk penegakan hukum, koorÂdinasi dengan BI dilakukan seÂcara intensif.
Sementara itu, Kepala Biro HuÂmas BI Difi A Johansyah meÂmasÂtikan, BI dalam hal ini Direktorat Investigasi Perbankan senantiasa merespon permintaan penegak hukÂum. Sepanjang tujuannya meÂlacak jejak rekening bermasalah, BI selalu mengakomodir perÂminÂtaan Polri.
Langkah BI itu, menurutnya, diÂwujudkan dengan memblokir rekening yang dicurigai. Akan tetapi, senada dengan Boy, dia tak bisa memastikan siapa pemilik rekening yang dalam kasus peÂnyeÂdotan pulsa ini, diminta kepoÂlisian untuk diblokir.
“Itu keÂweÂnangan kepolisian. Lagipula sifatnya juga rahasia perbankan,†tuturnya.
Sementara Ketua Pusat PelaÂpoÂran Analisis dan Transaksi KeÂuaÂngan (PPATK) M Yusuf meÂnyaÂtakan, lembaganya belum meÂneÂrima permintaan kepolisian untuk menelusuri pemilik rekening jumÂbo yang diduga terkait kasus peÂnyedotan pulsa. Dia meÂmasÂtikan, siap membantu menelusuri rekening orang-orang yang diÂduÂga bermasalah.
REKA ULANG
Kabareskrim Ketipu Ringtone Dangdut
Banyak cara dilakukan content provider (CP) nakal untuk mengÂgemÂbosi pulsa pelanggan, antara lain silent dan smart charging. MeÂÂnurut aktivis Teknologi InforÂmasi dan Komunikasi, Bona SiÂmanÂjuntak, istilah silent charging cukup dikenal di kalangan CP dan operator dalam melakukan moÂdus penggerusan pulsa.
Keuntungan atas hal itu biasaÂnya ditangguk operator dengan perbandingan 40 persen sampai 60 persen. Modus silent charging adalah melakukan pendaftaran secara paksa. Bila ditelisik meÂmang terkesan random, padahal terstruktur rapi dengan berbagai metode filtering yang sebetulnya bisa dikaji lebih lanjut.
Salah satu metode filtering tersebut adalah memilih daftar peÂlanggan yang paling rajin meÂngisi pulsa dan kemudian memÂpeÂtakannya berdasarkan daerah serta sub metode lainnya. “Yang pada akhirnya terbentuklah seÂbuah data target yang valid dan bisa dirampok bersama,†ujarnya.
Sementara sistem smart charÂging sebetulnya penjelmaan dari metode penggerusan pulsa terhaÂdap pelanggan yang benar- benar ingin mengikuti layanan, tetapi tiÂdak terus menerus. “Aturannya jeÂlas, ketika pelanggan tidak meÂmenuhi persyaratan yang telah diÂtentukan, dalam hal ini pulsa yang ada tidak memenuhi standar yang diberikan, maka layanan harus dihentikan,†ucapnya.
Sementara Karopenmas Polri Brigjen Taufik menambahkan, unÂtuk menentukan tersangka kaÂsus ini, Bareskrim masih akan meÂlengkapi keterangan dari beÂberapa saksi. Sudah lebih dari 20 saksi yang terdiri dari operator, content provider maupun YLKI yang diperiksa. Itu belum terÂmasuk saksi pelapor dan ahli.
“Hasil pemeriksaan sementaÂra, hal ini, masih masuk tindak piÂdaÂna pencurian pulsa, kemuÂdiÂan peÂniÂpuan dan penggelapan dan meÂnyangÂkut ke perÂlinÂduÂngan konÂsuÂmen dan teleÂkoÂmuÂniÂkasi,†tandasnya.
Selebihnya, Kabareskrim KomÂÂjen Sutarman menyatakan, moÂÂdus pencurian pulsa meÂnyangÂkut beberapa pihak terkait yakni, pengguna, content proÂvider, opeÂrator dan media yang digunakan untuk beriklan.
Pencurian bisa dilakukan perÂoraÂngan atau berkelompok. “BaÂnyak modusnya, seperti kalau Anda ingin perkasa ketik ‘reg perÂkasa’ kirim ke nomor sekian-sekian. Kemudian juga ringtone, sebelum ringtone itu bunyi, apaÂbila ingin seperti ini ketik binÂtang,†paparnya, Rabu (7/12).
Sutarman pernah menjadi korÂban pencurian pulsa. Ia mengaku pernah mendapat ringtone dangÂdut, tanpa memesan. “Saya perÂnah dihubungi kok ringtone saya dangdutan, padahal saya cek sendiri saya tidak pernah menÂdaftar. Itu kalau sebulan tidak di unreg akan terus diperpanjang,†keluhnya.
Menurutnya, masyarakat tidak akan menyadari pencurian pulsa. Sementara pulsanya terus terÂpoÂtong. “Walaupun sebulan hanya Rp 6 ribu, tapi kalau yang langÂgaÂnan 10 juta, itu banyak sekali. Itu baru ringtone, belum yang ingin mendapatkan jodoh,†ujar SuÂtarÂman.
Mesti Tuntas Agar Semua Pelaku Kapok
Taslim, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Taslim menyatakan, kepolisian tidak boleh mengulur waktu daÂÂlam mengusut perkara peÂnyeÂÂdotan pulsa. Selain memÂbeÂÂriÂÂkan kerugian besar pada maÂÂsyaÂrakat, pengungkapan perÂkara diharapkan membuat jera para pelaku.
“Kasus ini sudah sangat meÂrugikan masyarakat. Kita ingin agar pelaku jera. Untuk itu diÂperÂlukan langkah sistematis keÂpolisian agar kasus ini bisa seÂgera selesai,†ujar anggota DPR dari PAN ini.
Dia memberi dukungan pada Komisi I DPR yang turut andil mendorong pengusutan kasus ini. Menurutnya, dorongan poÂlitis DPR hendaknya tidak diÂsia-siakan. Penegak hukum, daÂlam hal ini kepolisian henÂdakÂnya memanfaatkan dukungan Panja Mafia Pulsa untuk meÂnuntaskan kasus tersebut.
Rekomendasi DPR selama ini, menurutnya sudah sangat baÂnyak. Dia berharap, rekomenÂdasi-rekomendasi itu dijalankan penyidik secara proporsional. ApaÂlagi saat ini, keluhan meÂngeÂnai kasus penyedotan pulsa maÂsih terjadi di berbagai daerah.
Dia menduga, kasus peÂnyeÂÂdoÂÂtan pula bukan keÂjaÂhaÂtan biaÂsa. Ada semacam konsÂpirasi yang melibatkan berÂbaÂgai pihak. “Ini kejahatan koÂlekÂtif,†tuturnya.
Diakui, jika dihitung keruÂgiÂan perorangan, dampak atas keÂhilangan pulsa pelanggan ini jumlahnya relatif kecil. NaÂmun jika kerugian pelanggan secara keseluruhan dikalÂkuÂlaÂsiÂkan, maka jumlahnya akan sangat fanÂtastis.
Untuk mencegah moÂdus keÂjaÂhatan seperti ini, haÂrapÂnya, keÂpolisian bisa segera meÂnetapÂkan siapa tersangka serta bagaiÂmaÂna modus kejahatan ini digelar.
Apalagi, sejauh ini kepolisian sudah mengorek keterangan sederet saksi. Baik saksi pelapor sekaligus korban, peÂnyeÂlengÂgaÂran content provider, operator seÂluler, dan saksi ahli.
Pencurian Pulsa Bukan Kejahatan Konvensional
Alfons Leomau, Pengamat Kepolisian
Kasus penyedotan pulsa meÂmiliki anatomi kriminal terÂsenÂdiri. Kejahatan pencurian pulsa yang semula masuk kategori kejahatan konvensional, justru saat ini mengalami pergeseran. Bisa disebut modus pencurian baru karena melibatkan teknoÂlogi yang canggih.
“Alur kejahatan di sini menÂjadi kompleks karena meÂliÂbatÂkan sejumlah pihak dan tekÂnologi canggih,†ujar pengamat kepolisian, Alfons Leomau.
Pola kejahatan yang berÂkemÂbang signifikan ini, harus diselidiki dengan langkah yang inovatif. Inovasi penyelidikan dari kepolisian dalam meÂnyingÂkap ini sangat diperlukan. Di sinilah, lanjutnya, sejauhmana kemajuan teknis penyelidikan dan penyidikan di kepolisian dapat diukur.
Menurutnya, inovasi penyeÂliÂdikan menjadi penting lantaÂran belakangan, informasi soal kepemilikan rekening tak wajar mencuat. “Kalau benar ada teÂmuÂan rekening mencurigakan dari operator seluler, maka kaÂsus pencurian yang biasa ini bisa dikembangkan ke arah penÂcucian uang,†tuturnya.
Hal itu bisa jadi pintu masuk unÂtuk mengungkap kejahatan yang lebih besar. Karenanya, keÂsuksesan pengusutan kasus ini, tambah bekas Kabid Bina Mitra Polda Nusa Tenggara TiÂmÂur itu, sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian penyidik.
Kecermatan dan ketelitian terseÂbut, sambung dia, diharapÂkan pula mampu membongkar konspirasi berikut otak pelaku alias dader kasus ini. Dengan begitu, kerugian konsumen akiÂbat akumulasi kejahatan pelaku pun bisa segera diatasi. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: