Mana Nih Tersangka Kasus Mafia Pulsa

Polisi Mau Minta Keterangan Saksi Ahli Lagi

Kamis, 12 Januari 2012, 09:41 WIB
Mana Nih Tersangka Kasus Mafia Pulsa
ilustrasi
RMOL. Sekalipun telah memeriksa manajer perusahaan operator telepon seluler, polisi belum mampu menetapkan status tersangka kasus mafia pulsa.

Polisi masih mendalami kasus penyedotan pulsa yang diduga me­rugikan konsumen di Indo­ne­sia lebih dari Rp 1 triliun. Ter­ak­hir, setelah memeriksa seorang ma­najer Telkomsel, akhir pekan lalu, polisi mengagendakan pe­me­riksaan saksi ahli teknologi in­formasi. Menurut Kabidpenum Pol­ri Kombes Boy Rafli Amar, rencana pemeriksaan saksi ahli teknologi informasi dilaksanakan pekan ini.

Menjawab pertanyaan, kaitan pemeriksaan salah satu petinggi Telkomsel dalam kasus ini, ia me­mastikan, hal itu ditujukan un­tuk mengetahui  apa dan bagai­mana peran perusahaan operator seluler tersebut.

Maksudnya, rangkaian kebi­ja­kan perusahaan operator telepon se­luler dan bagaimana pelak­sa­na­an kebijakan itu, jadi masukan ke­polisian untuk menentukan arah penyelidikan kasus ini.

Dia menepis anggapan jika ke­polisian telah menetapkan status tersangka kasus ini.  Apakah di da­lamnya ada dugaan penye­le­we­ngan atau tidak, jelasnya, perlu pembuktian mendalam. Untuk itu, keterangan saksi dari Telkom­sel yang telah dihimpun tersebut, menjadi bahan untuk dikofrontir dengan kesaksian ahli.

“Kita sudah memeriksa se­orang manajer dari Telkomsel. Se­­karang kita agendakan peme­rik­­saan saksi ahli teknologi in­for­matika,” ujarnya.

Kata dia, kesaksian ahli jadi kunci menentukan dalam me­ngungkap  kasus ini. Artinya, se­te­lah tahapan tersebut, kepoli­sian baru bisa menjawab siapa-siapa yang layak menyandang status ter­sangka. Termasuk di dalam­nya, menjawab apakah kasus ini me­libatkan petinggi perusahaan operator seluler atau tidak.

Menanggapi kabar bahwa pe­la­ku kasus ini mengantongi reke­ning fantastis, dia  tak me­nyang­kal itu. Alasannya, kesuksesan me­nyedot pulsa pelanggan bisa mem­buat pelaku menang­guk ke­untungan besar. Keuntungan yang dimasukkan ke rekening pe­laku, dimung­kin­kan berasal dari anggota kelom­pok yang ter­organisir.

Untuk itu, penyelidikan atas kasus ini juga mengarah pada kepemilikan rekening para saksi. Upaya mengobok-obok rekening itu, tambahnya, dikoordinasikan  dengan Bank Indonesia (BI). Un­tuk kepentingan tersebut, ke­poli­sian ­memiliki komitmen dengan BI untuk memblokir rekening orang yang diduga bermasalah hukum.

Dia tak mau memberi jawaban, apakah kepolisian telah meminta BI memblokir rekening orang yang dicurigai. Pada prinsipnya, un­tuk penegakan hukum, koor­dinasi dengan BI dilakukan se­cara intensif.

Sementara itu, Kepala Biro Hu­mas BI Difi A Johansyah me­mas­tikan, BI dalam hal ini Direktorat Investigasi Perbankan senantiasa merespon permintaan penegak huk­um. Sepanjang tujuannya me­lacak jejak rekening bermasalah, BI selalu mengakomodir per­min­taan Polri.

Langkah BI itu, menurutnya, di­wujudkan dengan memblokir rekening yang dicurigai. Akan tetapi, senada dengan Boy, dia tak bisa memastikan siapa pemilik rekening yang dalam kasus pe­nye­dotan pulsa ini, diminta kepo­lisian untuk diblokir.

“Itu ke­we­nangan kepolisian. Lagipula sifatnya juga rahasia perbankan,” tuturnya.

Sementara Ketua Pusat Pela­po­ran Analisis dan Transaksi Ke­ua­ngan (PPATK) M Yusuf me­nya­takan, lembaganya belum me­ne­rima permintaan kepolisian untuk menelusuri pemilik rekening jum­bo yang diduga terkait kasus pe­nyedotan pulsa. Dia me­mas­tikan, siap membantu  menelusuri rekening orang-orang yang di­du­ga bermasalah.

REKA ULANG

Kabareskrim Ketipu Ringtone Dangdut

Banyak cara dilakukan content provider (CP) nakal untuk meng­gem­bosi pulsa pelanggan, antara lain silent dan smart charging. Me­­nurut aktivis Teknologi Infor­masi dan Komunikasi, Bona Si­man­juntak, istilah silent charging cukup dikenal di kalangan CP dan operator dalam melakukan mo­dus penggerusan pulsa.

Keuntungan atas hal itu biasa­nya ditangguk operator dengan perbandingan 40 persen sampai 60 persen. Modus silent charging adalah melakukan pendaftaran secara paksa. Bila ditelisik me­mang terkesan random, padahal terstruktur rapi dengan berbagai metode filtering yang sebetulnya bisa dikaji lebih lanjut.

Salah satu metode filtering tersebut adalah memilih daftar pe­langgan yang paling rajin me­ngisi pulsa dan kemudian mem­pe­takannya berdasarkan daerah serta sub metode lainnya. “Yang pada akhirnya terbentuklah se­buah data target yang valid dan bisa dirampok bersama,” ujarnya.

Sementara sistem smart char­ging sebetulnya penjelmaan dari metode penggerusan pulsa terha­dap pelanggan yang benar- benar ingin mengikuti layanan, tetapi ti­dak terus menerus. “Aturannya je­las, ketika pelanggan tidak me­menuhi persyaratan yang telah di­tentukan, dalam hal ini pulsa yang ada tidak memenuhi standar yang diberikan, maka layanan harus dihentikan,” ucapnya.

Sementara Karopenmas Polri Brigjen Taufik menambahkan, un­tuk menentukan tersangka ka­sus ini, Bareskrim masih akan me­lengkapi keterangan dari be­berapa saksi. Sudah lebih dari 20 saksi yang terdiri dari operator, content provider maupun YLKI yang diperiksa. Itu belum ter­masuk saksi pelapor dan ahli.

“Hasil pemeriksaan sementa­ra, hal ini, masih masuk tindak pi­da­na pencurian pulsa, kemu­di­an pe­ni­puan dan penggelapan dan me­nyang­kut ke per­lin­du­ngan kon­su­men dan tele­ko­mu­ni­kasi,” tandasnya.

Selebihnya, Kabareskrim Kom­­jen Sutarman menyatakan, mo­­dus pencurian pulsa  me­nyang­kut beberapa pihak terkait yakni, pengguna, content pro­vider, ope­rator dan media yang digunakan untuk beriklan.    

Pencurian bisa dilakukan per­ora­ngan atau berkelompok. “Ba­nyak modusnya, seperti kalau Anda ingin perkasa ketik ‘reg per­kasa’ kirim ke nomor sekian-sekian. Kemudian juga ringtone, sebelum ringtone itu bunyi, apa­bila ingin seperti ini ketik bin­tang,” paparnya, Rabu (7/12).

Sutarman pernah menjadi kor­ban pencurian pulsa. Ia mengaku pernah mendapat ringtone dang­dut, tanpa memesan. “Saya per­nah dihubungi kok ringtone saya dangdutan, padahal saya cek sendiri saya tidak pernah men­daftar. Itu kalau sebulan tidak di unreg akan terus diperpanjang,” keluhnya.

Menurutnya, masyarakat tidak akan menyadari pencurian pulsa. Sementara pulsanya terus ter­po­tong. “Walaupun sebulan hanya Rp 6 ribu, tapi kalau yang lang­ga­nan 10 juta, itu banyak sekali. Itu baru ringtone, belum yang ingin mendapatkan jodoh,” ujar Su­tar­man.

Mesti Tuntas Agar Semua Pelaku Kapok

Taslim, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim menyatakan, kepolisian tidak boleh mengulur waktu da­­lam mengusut perkara pe­nye­­dotan pulsa. Selain mem­be­­ri­­kan kerugian besar pada ma­­sya­rakat, pengungkapan per­kara diharapkan membuat jera para pelaku.

“Kasus ini sudah sangat me­rugikan masyarakat. Kita ingin agar pelaku jera. Untuk itu di­per­lukan langkah sistematis ke­polisian agar kasus ini bisa se­gera selesai,” ujar anggota DPR dari PAN ini.

Dia memberi dukungan pada Komisi I DPR yang turut andil mendorong pengusutan kasus ini. Menurutnya, dorongan po­litis DPR hendaknya tidak di­sia-siakan. Penegak hukum, da­lam hal ini kepolisian hen­dak­nya memanfaatkan dukungan Panja Mafia Pulsa untuk me­nuntaskan kasus tersebut.

Rekomendasi DPR selama ini, menurutnya sudah sangat ba­nyak. Dia berharap, rekomen­dasi-rekomendasi itu dijalankan penyidik secara proporsional. Apa­lagi saat ini, keluhan me­nge­nai kasus penyedotan pulsa ma­sih terjadi di berbagai daerah.

Dia menduga, kasus pe­nye­­do­­tan pula bukan ke­ja­ha­tan bia­sa. Ada semacam kons­pirasi yang melibatkan ber­ba­gai pihak. “Ini kejahatan ko­lek­tif,” tuturnya.

Diakui, jika dihitung keru­gi­an perorangan, dampak atas ke­hilangan pulsa pelanggan ini jumlahnya relatif kecil. Na­mun jika kerugian pelanggan secara keseluruhan dikal­ku­la­si­kan, maka jumlahnya akan sangat fan­tastis.

Untuk mencegah mo­dus ke­ja­hatan seperti ini, ha­rap­nya, ke­polisian bisa segera me­netap­kan siapa tersangka serta bagai­ma­na modus kejahatan ini digelar.

Apalagi, sejauh ini kepolisian sudah mengorek keterangan sederet saksi. Baik saksi pelapor sekaligus korban, pe­nye­leng­ga­ran content provider, operator se­luler, dan saksi ahli.

Pencurian Pulsa Bukan Kejahatan Konvensional

Alfons Leomau, Pengamat Kepolisian

Kasus penyedotan pulsa me­miliki anatomi kriminal ter­sen­diri. Kejahatan pencurian pulsa yang semula masuk kategori kejahatan konvensional, justru saat ini mengalami pergeseran. Bisa disebut modus pencurian baru karena melibatkan tekno­logi yang canggih. 

“Alur kejahatan di sini men­jadi kompleks karena me­li­bat­kan sejumlah pihak dan  tek­nologi canggih,” ujar pengamat kepolisian, Alfons Leomau.

Pola kejahatan yang ber­kem­bang signifikan ini, harus diselidiki dengan langkah yang inovatif. Inovasi penyelidikan dari kepolisian dalam me­nying­kap ini sangat diperlukan. Di sinilah, lanjutnya, sejauhmana kemajuan teknis penyelidikan dan penyidikan di kepolisian dapat diukur.

Menurutnya, inovasi penye­li­dikan menjadi penting lanta­ran belakangan, informasi soal kepemilikan rekening tak wajar mencuat. “Kalau benar ada te­mu­an rekening mencurigakan dari operator seluler, maka ka­sus pencurian yang biasa ini bisa dikembangkan ke arah pen­cucian uang,” tuturnya.

Hal itu bisa jadi pintu masuk un­tuk mengungkap kejahatan yang lebih besar. Karenanya, ke­suksesan  pengusutan kasus ini, tambah bekas Kabid Bina Mitra Polda Nusa Tenggara Ti­m­ur itu, sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian penyidik.

Kecermatan dan ketelitian terse­but, sambung dia, diharap­kan pula  mampu membongkar konspirasi berikut otak pelaku alias dader kasus ini. Dengan begitu, kerugian konsumen aki­bat akumulasi kejahatan pelaku pun bisa segera diatasi.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA