Satu Hakim Lagi Terancam Dipecat

Akan Digiring KY Ke MKH Januari 2012

Jumat, 23 Desember 2011, 09:29 WIB
Satu Hakim Lagi Terancam Dipecat
ilustrasi, palu hakim

RMOL. Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang terdiri dari unsur Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), tampaknya bakal memecat seorang hakim lagi, setelah sebulan lalu memberhentikan dua hakim dalam sidang di Gedung MA, Jakarta.

Menurut Komisioner KY Su­par­man Marzuki, Komisi Yud­i­sial sedang intensif memproses tiga laporan mengenai hakim nakal. Satu dari tiga laporan itu, katanya, sudah siap dikirim ke MKH. “Ada berkas perkara atas nama satu hakim lagi yang sudah siap. Kami segera me­ngi­rim­kannya ke MKH. Paling cepat Ja­nuari,” katanya.

Pengiriman dua berkas perkara lainnya, lanjut Suparman, me­nyu­sul setelah satu hakim terse­but disidang Majelis Kehormatan Hakim. Tapi, Suparman menolak menyebutkan identitas para ha­kim yang diduga me­nya­lah­gu­na­kan kewenangan tersebut.

Dia ha­nya menginformasikan, tiga la­po­ran itu menyangkut ha­kim-hakim yang menangani ka­sus korupsi di tiga daerah. “Ha­kim yang menangani kasus ko­rup­si dengan putusan bebas di Lampung, Bandung dan Sama­rin­da, saat ini menjadi fokus pe­nyelidikan kami,” ucapnya.

Tiga laporan tersebut, menurut Su­parman, merupakan bagian dari sekitar tiga ribu laporan me­ngenai hakim-hakim nakal yang masuk ke Komisi Yudisial pada tahun 2011. “Laporan tentang ha­kim-hakim nakal setiap tahun cenderung meningkat. Untuk tahun 2011, sampai saat ini ada sekitar 3 ribu laporan yang masuk ke KY,” katanya kepada Rakyat Merdeka pada Rabu (21/12).

Semua laporan tersebut, kata dia, diproses secara cermat untuk menghindari laporan ganda. Se­bab, seringkali ada laporan yang sudah disampaikan ke KY, juga diserahkan ke MA. Bisa jadi, MA juga menangani laporan tersebut, sehingga penanganannya men­jadi tumpang tindih.

Soalnya, MA juga berwenang me­nerima laporan mengenai ha­kim badung dan dapat mem­pro­ses­nya hingga ke MKH. MKH ter­diri dari tujuh hakim. Rin­cian­nya, empat hakim dari KY dan tiga dari MA.

Menurut Suparman, jenis la­po­ran yang masuk ke Komisi Yu­di­sial bermacam macam. La­po­ran-laporan tersebut dipilah ber­da­sar­kan standar kriteria tertentu. Se­cara umum, dugaan pelanggaran dibagi dalam dua golongan.

Yak­ni, pelanggaran ringan yang menyangkut etika dan pe­langgaran berat. Pelanggaran eti­ka, biasanya menyangkut peri­laku murni, seperti selingkuh dan pelanggaran etika persidangan. Sedangkan pelanggaran berat meliputi suap, pemerasan dan sejenisnya.

Yang paling pokok, jika KY merekomendasikan sanksi be­rupa pemberhentian dengan tidak hormat, berkas perkara dikirim ke MA untuk diputus dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim. “Un­tuk tahun ini, sudah lima hakim diberi sanksi oleh MKH,” kata Suparman.

Menjawab pertanyaan, hakim daerah mana yang paling banyak dilaporkan ke Komisi Yudisial, dia mengatakan, dari DKI Jakar­ta, Jawa Timur, Jawa Barat, Su­ma­tera Utara dan Sulawesi Sela­tan menempati posisi dominan. “Hakim dari lima daerah itu pa­ling dominan,” tandasnya.

Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar menambahkan, hakim yang diduga melakukan pe­nyim­pa­ngan tugas meningkat setiap ta­hun. Pada 2009, KY tercatat me­nerima 380 laporan tentang ha­kim nakal. Pada 2010 terdapat 641 laporan. Selanjutnya, pada kuartal pertama tahun 2011 saja, laporan yang diterima sebanyak 1509 berkas.

Dari 1509 laporan, 360 lapo­ran terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Dari 360 la­poran tersebut, 36 ha­kim ditindak.

Asep menambahkan, KY pu­nya waktu 90 hari untuk me­nye­li­diki suatu kasus. Dalam me­nye­lidiki laporan pengaduan itu, Ko­misi Yudisial memiliki kew­e­na­ngan untuk memanggil hakim yang bersangkutan untuk mela­ku­kan klari­fi­ka­si.

Penga­wasan yang dilakukan KY mengacu Pa­sal 24B UUD 1945 dan Pasal 13 Undang Un­dang Nomor 22 Ta­hun 2004, ten­tang wewenang dan tugas KY menjaga dan me­ne­gakkan kelu­hu­ran dan martabat hakim.

REKA ULANG

Minta Striptis Hingga Telanjang Bareng

Sebulan lalu, dua hakim di­pe­cat Majelis Kehormatan Ha­kim (MKH) dalam sidang di Ge­dung Mah­kamah Agung (MA), Jakarta.

Dua hakim yang dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Hakim itu adalah Dwi Djanuwanto, ha­kim Pengadilan Negeri Yog­ya­karta yang sebelumnya bertugas di Pengadilan Negeri Kupang dan Dainuri, hakim Mahkamah Sya­riah Tapaktuan. MKH terdiri dari tiga unsur MA dan empat unsur Komisi Yudisial (KY).

Dalam pemecatan dua hakim itu, MKH yang berasal dari MA adalah Imam Soebechi (Ketua MKH), Hamdan dan Surya Jaya. Sedangkan empat anggota MKH dari KY adalah Imam Anshori Sa­­leh, Suparman Mar­juki, Abbas Said dan Tau­fi­qur­roh­man Syahruri.

MKH memutuskan, hakim Mah­kamah Syariah Tapaktuan, Dainuri terbukti melakukan pe­langgaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku ha­kim. Karena itu, dia dipecat.

Dai­nuri ter­bukti melakukan asusila terha­dap wanita yang se­dang melakukan gugatan cerai. Gu­gatan itu di­tangani Dainuri.

Ketua MKH Imam Soebechi membacakan bunyi dakwaan terhadap Dainuri dengan lugas dan jelas. Disebutkan bahwa ter­lapor mengakui telah melakukan perbuatan bermesraan dengan se­orang wanita di sebuah hotel tem­pat menginap.

Untuk terlapor hakim Dwi Djanuwanto, MKH juga memu­tus­kan pemberhentian. Sebab, Dwi terbukti sering meminta tiket pesawat kepada terdakwa kasus yang ditanganinya. Dwi juga pernah diberikan sanksi oleh MA karena tidak disiplin, karena itu dia dipindahkan ke PN Kupang.

Selain itu, Dwi terbukti mela­ku­­kan perbuatan tercela. Di­an­ta­ranya, mengirimkan SMS aja­kan me­non­ton striptis, dan me­minta ada wanita yang dibayar khu­sus se­besar Rp 500 ribu untuk me­la­ku­kan aksi tidak senonoh.

Dwi, menurut MKH, juga sa­ngat tidak disiplin, sering terlam­bat sidang karena bolak balik Ku­pang Yogyakarta. “Bahkan tidak tahu jadwal persidangan­nya. Su­dah sering terjadi,” ujar Abbas Said.

Dua minggu kemudian, MKH dengan ketua dan personel yang sama,  menjatuhkan sanksi bagi hakim Jonlar Purba. Tapi, hakim yang pernah bertugas di Pe­nga­di­lan Negeri Wamena ini, hanya dijatuhi hukuman berupa pe­mo­to­ngan uang tunjangan selama tiga bulan sebesar 75 persen.

MKH tidak bisa membuktikan bahwa Jonlar berjanji mem­be­baskan terdakwa dengan imbalan Rp 125 juta. Namun, Jonlar me­nga­kui pernah berkomunikasi de­ngan terpidana kasus illegal logging lewat telepon.

Hal itulah yang membuat MKH memu­tus­kan, Jonlar telah me­langgar kode etik hakim, kendati unsur pene­ri­m­aan uang tidak terbukti.

“Hakim terlapor mengaku per­nah menerima telepon dari ter­dak­wa illegal logging tanpa se­ngaja. Konteks perbincangan itu mem­berikan persangkaan, sela­ma ini terjadi komunikasi kuat di luar persidangan,” ujar anggota MKH Imam Anshori Saleh saat membacakan per­timbangan.

Dalam komunikasi via telepon itu, menurut Imam, disampaikan kepada Jonlar bahwa upaya ban­ding sudah turun putusannya. Hasilnya, putusan banding me­nguatkan hukuman yang dija­tuh­kan majelis hakim tingkat se­be­lumnya.

Angka Laporan Yang Fantastis

Trimedya Pandjaitan, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan menilai, tiga ribu laporan tentang hakim nakal dalam kurun setahun, adalah angka yang fantastis. Lan­taran itu, dia meminta Ko­misi Yudisial (KY) meng­opti­malkan peran pengawasan eks­ternal kehakiman.

“Jumlah laporan tersebut sangat fantastis. Besar sekali angkanya. Ini menjadi catatan tersendiri tentunya,” kata ang­gota DPR dari Fraksi PDI Per­juangan ini, kemarin.

Besarnya jumlah laporan ter­sebut, menurut Trimedya, me­n­gindikasikan banyaknya ke­ke­cewaan masyarakat pencari ke­adilan. Angka yang sangat be­sar itu, lanjutnya, menjadi pe­kerjaan rumah yang berat bagi Komisi Yudisial.

“Energi KY akan terkuras un­tuk meneliti dan memproses la­poran-lapo­ran itu. Tapi, tin­dak­lanjut atas laporan-laporan itu mesti tetap profesional dan pro­por­sional,” katanya.

Dia juga berharap, usaha Ko­misi Yudisial memproses duga­an pelanggaran hakim, hen­dak­nya mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Mah­ka­mah Agung (MA). Inspek­to­rat alias bagian pengawasan MA, ingat dia, tidak boleh pasif menghadapi banyaknya penga­duan masyarakat. “Pengawasan hakim oleh internal MA juga mesti ditingkatkan. Tidak boleh setengah-setengah,” tegasnya.

Trimedya mengkategorikan, du­gaan pelanggaran hakim umumnya menyangkut pemera­san, suap dan jual beli perkara. Kerawanan terjadinya pelang­ga­ran tersebut, menurut dia, hen­daknya mendapat penga­wa­san internal secara ekstra. Bu­kan hanya pengawasan eks­ter­nal seperti KY.

Peluang terjadinya penye­le­we­ngan hakim, kata Trimedya, mendapat perhatian khusus Komisi III DPR. Soalnya, pe­nye­lewengan hakim berdampak sistematis terhadap proses pe­negakan hukum.

“Ini bagian dari tugas Ko­misi III DPR. Kami sudah men­da­ta­ngi sejumlah pengadilan tinggi. Kami minta ketua pe­ngadilan mengawasi setiap pe­nanganan perkara dengan cer­mat,” ucap bekas Ketua Komisi III DPR ini.

Pemeriksaan Bersama Redam Sengketa KY & MA

Arsil, Peneliti LSM LeIP

Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Inde­pen­densi Peradilan (LeIP), Arsil menyambut positif pemb­en­tu­kan tim bersama yang bertugas menjembatani perbedaan pen­dapat antara Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) dalam menghadapi kasus hakim nakal.

Arsil berharap, tim bentukan KY dan MA itu bisa menjadi sa­lah satu kunci sukses me­ngu­sut perkara hakim-hakim nakal. “Sudah dibentuk tim bersama an­tara KY dan MA. Tim terse­but bertugas menjalin ko­mu­ni­k­asi intensif antar kedua lem­baga,” kata Arsil.

Dia pun menyarankan agar tim tersebut mendorong per­bai­kan kinerja pengawasan eks­ter­nal oleh Komisi Yudisial dan pe­ngawasan internal oleh Mah­kamah Agung. Sehingga, pe­na­nganan-penanganan perkara du­gaan pelanggaran hakim saat ini, bisa lebih bagus. “Tim itu hen­daknya bersinergi. Sinergi itu mungkin bisa menghasilkan putusan yang obyektif,” katanya.

Arsil menambahkan, pola kejahatan hakim kini sangat beragam. Perbedaan sudut pan­dang KY dan MA dalam menilai hal ini, kata dia, hendaknya bisa diminimalisasi tim tersebut.

Setidaknya, secara teknis, tim itu bisa melaksanakan peme­rik­saan bersama saat menangani per­­kara hakim badung. Dengan pemeriksaan bersama, beda argu­men yang kerap mencuat antar kedua lembaga itu da­pat diredam.

Dia pun menyatakan prihatin dengan peningkatan laporan tentang pelanggaran hakim dari tahun ke tahun. Untuk itu, Arsil kembali berharap, selain mam­pu mengkoordinasikan ke­pen­tingan KY dan MA, tim tersebut nantinya bisa membongkar be­ragam kejahatan hakim dan pola-polanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA