Cuma Enam Jaksa Yang Diberhentikan

Tutup Tahun, Kejagung Nunggak 2 Ribu Laporan

Rabu, 21 Desember 2011, 08:55 WIB
Cuma Enam Jaksa Yang Diberhentikan
ilustrasi, pelantikan jaksa
RMOL. Sepanjang tahun 2011, bagian pengawasan Kejaksaan Agung baru bisa menindaklanjuti 196 laporan tentang jaksa dan staf tata usaha kejaksaan yang bermasalah. Padahal, laporan yang masuk mencapai 1.506 berkas.

Bahkan, Kejaksaan Agung ma­sih memiliki tunggakan lapo­ran yang belum terselesaikan pada 2010, yaitu sebanyak 910 ber­kas. Jadi, total laporan yang mesti ditindaklanjuti pada 2011 sebanyak 2.416 berkas. Se­hing­ga, masih ada 2.220 laporan yang belum diproses.

“Untuk 2011, hingga Oktober, kami mendapat 1.506 laporan. Yang sudah diproses sebanyak 196 laporan. Kemudian, masih ada 910 laporan yang merupakan sisa Desember 2010,” ujar Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jam­was) Marwan Effendy kepada Rakyat Merdeka.

Kejaksaan Agung mengklasifi­ka­sikan pelanggaran dalam em­pat jenis, yaitu perbuatan in­di­sip­liner, penyalahgunaan we­we­nang, urusan perdata dan per­buatan tercela lainnya.

Para jaksa dan staf tata usaha (TU) kejaksaan yang terbukti me­lakukan pelanggaran itu, men­da­patkan sanksi atau hukuman se­suai dengan jenis pelanggaran yang dilakukannya.

Jenis sanksi yang diberikan, dibagi tiga ka­te­gori, yaitu hu­kuman tingkat ri­ngan, hukuman tingkat sedang dan hukuman tingkat berat.

Marwan menjelaskan, untuk je­nis perbuatan indisipliner yang di­lakukan jaksa dan staf TU hingga Oktober 2011 sebanyak 26 kasus. Kemudian, pelanggaran atas penyalahgunaan wewenang se­banyak 149 laporan. Pelan­g­ga­ran berupa perbuatan tercela lain­nya sebanyak 21 kasus, yang ter­diri dari 8 staf TU dan 13 jaksa. “Un­tuk pelanggaran urusan per­data, tidak ada,” ujar dia.

Lebih lanjut, Marwan me­n­je­las­kan mengenai jenis hukuman yang diberikan terhadap pelaku 196 kasus tersebut. Pelaku tin­dakan indisipliner diberikan hu­kuman ringan, yakni sebanyak 26 orang. “Diberikan sanksi karena masalah indisipliner seperti terlambat, absensi atau kehadiran dan lain-lain,” kata bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) ini.

Untuk jenis pelanggaran pe­nya­lahgunaan wewenang, ada 149 kasus, yang terdiri dari 27 staf TU dan 122 jaksa. Ke­mu­di­an, yang berhasil ditindak adalah 13 staf TU dan 66 jaksa, dengan je­nis sanksi yang dikategorikan tingkat hukuman sedang.

Nah, untuk jenis pelanggaran dengan hukuman berat, Kejak­sa­an Agung baru bisa menghukum pelaku 91 kasus, dengan rincian: pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri se­bagai PNS sebanyak 14 orang (12 staf TU dan 2 jaksa), pem­ber­hen­tian dengan tidak hormat sebagai PNS sebanyak 16 orang (12 staf TU dan 4 jaksa), penurunan pang­kat setingkat lebih rendah selama 3 tahun sebanyak 23 orang (9 TU dan 14 jaksa), pembebasan ja­batan fungsional jaksa sebanyak 9 orang, pembebasan dari jabatan struktural sebanyak 25 orang (4 TU dan 21 jaksa), pemberhentian sementara sebagai PNS sebanyak 4 orang (2 TU dan 2 jaksa).

Bila diperhatikan, data itu me­nun­juk­kan ada 6 jaksa yang di­ber­­hen­tikan alias dipecat. “Pen­jatuhan hukuman per Oktober 2011 adalah 54 staf TU dan 142 jaksa,” kata Marwan.

Marwan memang tidak me­nyebutkan nama para jaksa yang telah diberikan sanksi ringan, se­dang hingga berat itu. Yang pasti, daftar nama jaksa bermasalah tambah panjang pada 2011. Se­per­tinya, mereka tidak belajar  dari penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan oleh KPK pada 2008 terkait perkara BLBI.

Yang terbaru adalah penang­ka­pan jaksa Kejaksaan Negeri Ci­bi­nong Sistoyo. Sistoyo ditang­kap petugas KPK bersama dua pengusaha, Edward M Bunjamin dan Anton Bambang pada Senin (21/11/2011) petang di halaman Kejari Cibinong.

Suap ini terkait kasus pemal­suan surat pem­ba­ngu­nan kios dan hanggar Pasar Fes­tival Cisarua, Kabupaten Bo­gor, yang ditangani Sistoyo. Da­lam perkara ini, Ed­ward menjadi terdakwa.

Masih pada tahun 2011, intel Ke­jaksaan Negeri Tange­rang Dwi Seno Widjanarko juga di­tangkap KPK karena di­duga me­meras pejabat BRI Ca­bang Juan­da, Ciputat, Ta­ngerang Selatan.

Pada tahun ini pula, Cirus Si­naga, jaksa peneliti kasus Gayus Tambunan divonis terbukti ber­salah dalam perkara pemalsuan dan pembocoran rencana tuntutan (rentut) terhadap bekas PNS Ditjen Pajak itu.

REKA ULANG

Duh, Ada Yang Dilaporkan Hamili Tahanan

Wajah Kejaksaan Agung tidak hanya dicoreng para jaksa yang terlibat perkara korupsi, tapi juga dipermalukan jaksa yang diduga melakukan tindakan asusila. Nah, Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy ingin segera memecat jaksa yang diduga ber­buat mesum itu.

Di Surabaya, Jawa Timur, ada laporan dari wanita berinisial M, bahwa jaksa HS telah meng­ha­milinya. Wanita itu ditahan di Ru­mah Tahanan (Rutan) Ma­daeng, karena disangka terlibat ka­sus pe­nipuan dan peng­ge­lapan. “Ru­pa­nya jaksa ini sering datang ke Rutan. Dia meng­ha­mi­linya,” ujar Marwan.

Marwan mengaku telah meme­rin­tahkan jajarannya untuk me­nelisik perkara mesum tersebut.

“Kami masih telusuri buktinya. Jaksa itu menolak disebut meng­hamili. Kami masih memerlukan saksi-saksi lain. Jika terbukti menghamili tahanan itu, dia harus dicopot,” tegasnya.

Di Solo, lanjut Marwan, jajaran Jaksa Agung Muda Pengawasan menelusuri laporan mengenai jak­sa yang suka meminta jatah proyek-proyek pemerintah. “Di sana ada jaksa yang minta jatah dan ikut-ikut tender,” katanya.

Di Sumatera, kata Marwan, ada jaksa yang kerap memanggil kontraktor, pimpinan proyek dan para pejabat pembuat komitmen untuk meminta uang. “Semua itu kami proses dan akan ditindak,” janjinya.

Jaksa Agung Muda Pe­nga­wa­san juga memroses pen­co­po­­tan dua kepala kejaksaan ting­gi (kajati). Kemudian, mem­proses pencopotan tiga jak­sa dari jaba­tannya, yakni dua kepala seksi dan satu ke­pala cabang kejari. Tiga jaksa tersebut bertugas di Ke­jaksaan Negeri Maluku Utara.

Dua kepala seksi itu diproses karena melakukan pemerasan terhadap keluarga tersangka se­buah perkara. Sedangkan kepala cabang kejari melakukan pelang­garan berupa penggelapan dana operasional kantor.

Daftar jaksa bermasalah itu tentu bertambah panjang jika di­ga­bung dengan para personel Korps Adhyaksa yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Marwan mengaku mengapresiasi KPK yang telah menangkap jaksa seperti Urip Tri Gunawan, Dwi Seno Widjanarko dan Sistoyo. Penangkapan tersebut, menu­rut­nya, turut membantu kinerja ke­jaksaan. “Kami mengapresiasi KPK, karena membantu tugas pengawasan,” ujarnya.

Sekadar mengingatkan, Urip di­tangkap pada Februari 2008. Dia diduga menerima suap Rp 6 miliar dari pengusaha Artalyta Suryani. Duit sebesar itu diduga berkaitan dengan kasus BLBI yang ditangani Urip.

Urip yang sempat melawan saat ditangkap, akhirnya divonis terbukti menerima suap oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Ja­karta. Dia harus mendekam di penjara selama 15 tahun. Se­men­tara sang penyuap, dihukum lima tahun bui.

Tahun ini, giliran jaksa Sistoyo yang ditangkap petugas KPK bersama dua pengusaha, Edward Bunjamin dan Anton Bambang. Anton yang merupakan rekan bis­nis Edward mengakui, dia yang memberikan Rp 100 juta kepada Sistoyo dan menaruhnya di dalam mobil jaksa Kejaksaan Negeri Cibinong itu.

Dugaan suap ini, terkait kasus penipuan dan pemalsuan surat pemba­ngunan kios dan hanggar Pasar Festival Cisarua, Ka­bu­paten Bo­gor, Jawa Barat, yang di­tangani Sistoyo. Dalam kasus ini, Edward menjadi terdakwa.


Ujung Pengawasan Mesti Jelas

Veri Junaidi, Peneliti KRHN

Peneliti LSM Konsorsium Re­formasi Hukum Nasional (KRHN) Veri Junaidi mengi­ngat­kan, evaluasi yang dil­a­ku­kan lembaga penegak hukum se­perti Kejaksaan Agung ja­ngan hanya dijadikan sebagai buku penutup tahun.

Makanya, dia mendesak agar semua evaluasi dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan ke depan. Nah, data laporan jaksa nakal tahun 2011 itu, saran Veri, semestinya benar-benar men­jadi evaluasi, kemudian men­jadi dasar pengambilan ke­bi­jakan Kejaksaan Agung pada 2012. “Mengapa banyak per­so­nelnya yang bermasalah, tentu harus diantisipasi agar tidak terjadi lagi pada tahun beri­kut­nya,” ujar dia, kemarin.    

Veri pun mengingatkan, lapo­ran dan penindakan inter­nal kejaksaan mesti jelas ujung­nya, alias tidak boleh berlalu begitu saja. “Sekecil apapun pe­lang­ga­ran yang terjadi, harus di­a­­mbil tindakan,” ujar pria yang juga peneliti LSM Per­kum­pulan un­tuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini.

Bagaimana pun, lanjut Veri, jika ada jaksa yang bermasalah, tidak boleh didiamkan. Pem­berian sanksi yang tegas dan eva­luasi sangat penting untuk perbaikan kinerja kejaksaan pada tahun berikutnya. “Kita berharap, ke depannya bisa be­res. Karena itu, proses pem­bi­naan juga mesti dilakukan de­ngan benar,” kata dia.

Selain melontarkan sarannya untuk Kejagung, Veri juga me­lontarkan pendapat mengenai kinerja KPK agar lebih baik pada tahun 2012. Nah, supaya ki­nerja KPK bisa lebih bagus, untuk pemberantasan korupsi tidak hanya integritas pribadi yang diperlukan, tetapi meka­nis­me di Komisi tersebut.

“Misalnya ada penyidik dan penuntut yang bermasalah dan dikembalikan ke instansinya masing-masing, itu pun mesti dievaluasi. Itu penting agar ke depannya semakin bagus,” saran dia.

Kasus-kasus lama yang belum tuntas di KPK, lanjut Veri, juga tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Masyarakat berhak untuk mempertanyakan penuntasannya. “Beberapa kasus yang sempat terbuka, tapi belum jelas perkembangannya, itu pun harus disampaikan ke­pada masyarakat, sudah sejauh mana penanganannya.”


Tidak Boleh Kecolongan Lagi

Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menilai, kinerja ke­jaksaan memang belum mak­simal jika dilihat dari kasus-ka­sus jaksa bermasalah.

Memang, kata Nasir, dalam rapat dengan Komisi III DPR, Jaksa Agung Basrief Arief dan jajarannya sudah me­nyam­pai­kan, sejumlah personel mereka telah dihukum atau diberi san­ksi internal. Sanksi itu dari mu­lai ringan hingga berat, seperti pemberhentian atau pemecatan.  

Kendati begitu, menurut dia, kinerja kejaksaan belum me­muas­kan harapan publik. Mungkin, kata Nasir, masalah ini terkait pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di kejak­saan yang belum maksimal.

Satu hal yang menjadi soro­tan utama bagi lembaga pene­gak hukum seperti Kejaksaan Agung, lanjut Nasir, adalah agen­da reformasi birokrasi. Sam­pai saat ini, nilainya, reformasi di bidang hukum masih keteteran. “Bahkan, di kejaksaan, refor­masi birokrasi itu belum ber­jalan dengan benar,” tandasnya.

Lantaran itu, Nasir mengi­ngat­kan agar kejaksaan meng­op­timalkan semua perang­kat­nya untuk melakukan reformasi hukum, termasuk mem­ber­sih­kan para personelnya yang ber­m­asalah. Menurutnya, yang harus dioptimalkan itu adalah fungsi pembinaan, dan semua Jaksa Agung Muda harus di­mak­simalkan kinerjanya. “Ti­dak boleh lagi kecolongan se­perti sekarang ini,” tandasnya.

Untuk kepentingan reformasi birokrasi itu pula, kata Nasir, DPR memanggil Menteri Pem­berdayaan Aparatur Negara, Men­teri Keuangan, Menko­pol­hu­kam, Menteri Hukum dan HAM. Para menteri itu dipang­gil untuk menjelaskan, sejauh mana reformasi hukum yang su­dah dijalankan mereka.

“Kami juga akan memanggil pemerintah, untuk mengetahui sejauh mana reformasi di sektor hu­kum sudah berjalan. Sebab, selama ini reformasi sektor hu­kum belum maksimal. Awal ta­hun akan kami adakan rapat de­ngan pemerintah,” ucap anggota DPR dari PKS ini. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA