RMOL. Aparat yang terlibat dalam insiden Mesuji hendaknya ditindak tegas. Kesewenang-wenangan mereka terhadap warga sipil sudah keterlaluan.
Demikian diungkapkan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Muzadi, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Hasyim mengungkapkan, ada kriminal berat yang diduga dilaÂkukan aparat. Untuk itu, tidak perlu masyarakat menyinggung masalah HAM terlebih dahulu. Dengan kriminal berat sebenarÂnya aparat itu wajib ditindak tegas.
“Kasus Mesuji, Lampung, meÂmang ada kriminal berat. Tapi seÂkaligus juga ada yang memperÂkeruh. Di sini harus dipisahkan antara tragedi yang sesungguhÂnya dengan pihak yang memperÂkeruh,†papar bekas Ketua Umum PBNU itu.
Menurut Hasyim, penyelesaian hukum atas kasus pelanggaÂran HAM di Mesuji harus dilakuÂkan tanpa menghiraukan keinginan pihak yang bermaksud memperÂkeruh suasana. Yang lebih penÂting, penyelesaiannya dilakukan secara proporsional.
Berikut kutipan selengkapnya:
Memang ada pelanggaran HAM di Indonesia yang harus diselesaikan. Namun secara priÂbadi saya belum tertarik masuk membicarakan HAM di IndoneÂsia. Sebab, penggiat HAM di IndoÂÂnesia tidak berani mengataÂkan Amerika Serikat melanggar HAM karena menyerang Irak.
Bagaimana kemungkinan peÂlanggaran HAM tahun 2012?
Saya kira tergantung Istana dan Senayan. Mau atau tidak mereka berubah jadi lebih baik.
Bagaimana prospek kerukuÂnan umat beragama ke depan?
Sebenarnya kerukunan umat beragama tidak ada masalah, teruÂtama organisasi keagamaan yang mendirikan republik ini, ga mungkin ada masalah. Seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Kristen Nasionalis, Katolik dan lain-lain. Yang jadi masalah adaÂlah ormas yang masuk ke IndoneÂsia setelah reformasi. Mereka tiÂdak bisa menghayati merah putih didirikan, sehingga terjadi eksluÂsifisme agama. Lalu menjadi radiÂkalisme dan ujungnya teroÂrisme.
Mengenai kasus Gereja YasÂmin?
Itu masalahnya karena tidak adanya konsistensi terhadap keÂputusan hukum. Kalau MahkaÂmah Agung (MA) sudah mengaÂtakan keputusan itu, seharusnya seluruh aparat menerimanya. Kan ini tidak, alasannya proses ke MA cacat karena ada pemalÂsuan tanda tangan. Tapi itu tidak bisa diperÂsoalkan, yang harus dijalankan adalah keputuÂsan MA. Kalau MA cacat dia komÂplainÂnya kepada MA.
O ya, apa peran eksekutif meÂngecil sehingga terkesan baÂnyak masalah?
Peran eksekutif yang semakin mengecil, membuat kinerja peÂmeÂrintahan selama ini tidak bisa berjalan dengan optimal. EkseÂkutif cenderung tidak memiliki terobosan dalam menjalankan tugas kenegaraannya.
“Menurut sistem yang berlaku saat ini, porsi yang diberikan keÂpada eksekutif tidak seluas sebeÂlum reformasi. Kekuatan politik saat ini condong berada di leÂgislatif.
Apa imbas dari ketidakseimÂbangan itu?
Tentunya kinerja eksekutif tiÂdak optimal, ruang eksekutif seÂmakin sempit ditambah pengguÂnaan ruang terbatas itu tidak makÂsimal juga.
Kemudian ditambah pemerinÂtah hanya melakukan pencitraan saja. Ini salah satu penyebab kinerja pemerintah tidak efektif dan tidak tajam. Dari sini timbul berbagai konflik, baik bersifat fisik dan konflik kepentingan.
Contohnya kasus Papua?
Saya melihat, Presiden kekuraÂngan teman, hanya anak buah yang banyak. Ketika dihadapkan pada masalah besar negara, Presiden kebingungan mengataÂsinya.
Seperti kasus Papua, Presiden mau berbicara pada siapa. MestiÂnya Kepala Negara mengkoorÂdinasikan seluruh tokoh untuk geÂrakan pembelaan terhadap NKRI. Fungsi Kepala Negara mandek karena faktor eliminasi kekuatan yang dimilikinya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: