Sementara itu Bank Sentral Eropa juga telah berupaya mengatasi turbulensi utang di kawasan Eropa. Kesepakatan pengetatan fiskal dan surat utang pemerintah Eropa diyakini akan menimbulkan gejolak politik yang kuat dan menurunkan kinerja ekonomi Eropa.
Hal ini di satu sisi turut melemahkan kinerja ekonomi negara-negara berkembang dalam jangka pendek. Namun di sisi lain, fenomena ini justru akan menggeser kekuatan ekonomi dunia ke negara-negara Asia seperti China, India, Brazil dan Indonesia yang diprediksikan akan masuk dalam lima besar ekonomi pada tahun 2030.
Demikian benang merah seminar internasional tahunan ke-9 Bank Indonesia yang mengangkat tema
"The Intensifying Global Economic Turmoil: How Should Emerging Economies Respond?". Seminar tahunan yang berlangsung di Bali tanggal 9 Desember 2011 itu dibuka oleh Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono dengan menampilkan pembicara dari lembaga keuangan international, bank sentral, perbankan dan akademisi dunia serta otoritas fiskal di Indonesia.
Sesi pertama menampilkan Penasihat Senior Asia Pacific Department IMF Mahmood Pradhan, Kepala Ekonom Citigroup Asia Pacific Johanna Dee Chua, Kepala Peneliti Regional Asia Timur Standard Chartered Bank Nicholas Kwan dengan moderator mantan Gubernur BI Adrianus Mooy.
Sesi kedua dengan moderator ekonom senior Bank Indonesia, Triono Widodo menampilkan mantan gubernur BI yang juga professor di Nanyang Technological University J. Sudradjad Djiwandono, penasihat Bank Sentral India Brajamohan Misra, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro dan Professor Korea Development Institute (KDI) Sohn Wook.
Hasil seminar internasional ini dirangkum pada penutupan seminar oleh Direktur Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI Rizal Djafara.
Prayudhi Azwar, peneliti muda senior BI
BERITA TERKAIT: