Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KOLOM BI

Implikasi Pemberlakuan UU No. 20/2008 terhadap Data Kredit UMKM

Oleh: Solider*

Rabu, 30 November 2011, 20:15 WIB
Implikasi Pemberlakuan UU No. 20/2008 terhadap Data Kredit UMKM
Dengan disahkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada tanggal 4 Juli 2008, kini Indonesia telah memiliki definisi UMKM yang lebih lengkap dibanding dengan definisi dalam UU lama  yaitu UU No. 5 Tahun 1995  yang mendefinisikan hanya untuk Usaha Kecil. Definisi tersebut didasarkan pada kriteria usaha, yaitu asset/kekayaan bersih dan atau omset/penjualan tahunan. Bagi BI sebagai lembaga yang menerbitkan data statistik kredit UMKM, pemberlakuan tentang UU UMKM berdasarkan kriteria usaha adalah suatu hal yang perlu bahkan menjadi keharusan untuk mensosialisasikannya karena berdampak kepada data statistik kredit UMKM yang selama ini menggunakan kriteria kredit UMKM berdasarkan plafon kredit Mikro, Kecil dan Menengah (Kredit MKM) sejak tahun 2003.

Selama ini BI menerbitkan statistik kredit UMKM didasarkan pada plafon, yaitu: (1) kredit mikro dengan plafon antara Rp0 s.d Rp50-juta, (2) kredit kecil dengan plafon lebih dari Rp50-juta s.d Rp500 juta, dan (3) kredit menengah dengan plafon lebih dari Rp500-juta s.d Rp5-miliar. Dengan definisi tersebut, seluruh jenis penggunaan kredit termasuk kredit untuk kegiatan konsumtif masuk di dalam statistik kredit MKM (Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi).
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), definisi dan kriteria UMKM adalah sebagai berikut:

Dalam sistem LBU yang baru dengan sebutan LBU 2008 yaitu sistem pelaporan bank-bank umum kepada BI yang berlaku efektif sejak awal 2010, telah digunakan definisi kredit UMKM berdasarkan kriteria usaha sebagaimana dalam UU No.20/2008 tentang UMKM. Dalam sistem LBU 2008 tersebut diatur pelaporan berdasarkan kategori debitur meliputi 2 kategori : pertama, kategori Debitur UMKM yakni kredit yang diberikan kepada usaha produktif, dimana didalamnya tidak termasuk kredit konsumsi dan kedua,  kategori Bukan debitur UMKM yakni kredit yang diberikan kepada bukan usaha UMKM, didalamnya termasuk kredit untuk kegiatan konsumsi. Sebagai implementasi dari UU No. 20/2008 dan sistem LBU 2008 maka penyajian data atau statistik kredit UMKM  sejak awal 2011 penyajiannya telah menggunakan kategori debitur UMKM sebagaimana diatur dalam UU dan sistem LBU tersebut.  Implikasinya adalah perubahan pangsa atau jumlah kredit UMKM terhadap total kredit perbankan yang sangat signifikan dari 53% dengan definisi lama menjadi 21,6% dengan definisi baru dalam UU. 20/2008 karena didalam definisi baru sudah tidak termasuk kredit konsumsi.

Perubahan jumlah kredit yang sangat signifikan ini tentu saja dapat memunculkan image pada masyarakat bahwa perbankan seolah-olah kurang memberikan perhatian kepada UMKM.  Persamaan persepsi dalam mendefinisikan kredit UMKM dan data statistik kredit tersebut sangatlah diperlukan untuk memberikan penjelasan adanya perubahan di kedua hal tersebut. Untuk itu BI  terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan berbagai pihak lainnya. Perubahan dimaksud sangatlah tepat yaitu mendefinisikan kredit UMKM sebagai kredit yang benar-benar untuk kegiatan produktif dibandingkan dengan dengan definisi sebelumnya yaitu berdasarkan kriteria plafon kredit dimana didalamnya termasuk kredit konsumsi. Untuk memberikan informasi yang lengkap tentang perubahan tersebut, maka dalam statistik data kredit UMKM selama masa transisi 1 tahun yaitu sejak dimulainya publikasi dengan definisi baru tersebut pada Januari sd akhir 2011, publikasi statistik data kredit MKM  dengan menggunakan kriteria plafon disajikan secara parallel dengan statistik data kredit UMKM berdasarkan definisi/kriteria usaha dalam UU.20 Tahun 2008.

Harapannya, perubahan pendefinisian kredit UMKM dan data statistik UMKM akan meningkatkan kepedulian perbankan dan perhatian masyarakat dalam pengembangan UMKM. Karena bagaimanapun perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit UMKM. Perbankan selalu memberikan dukungan yang baik dalam penyaluran kredit UMKM, hal ini terlihat dari kecenderungan peningkatan penyaluran kredit UMKM dari tahun ke tahun. Dalam 1 tahun ini misalnya, hingga bulan September 2011 statistik kredit UMKM dengan definisi baru usaha UMKM sesuai UU.20 Tahun 2008 tetap menunjukkan kenaikan yakni rata-rata mengalami peningkatan 1,8% setiap bulannya. Semoga.

*) Analis Kredit Madya

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA