2 Minggu Jadi Tersangka 2 Orang Pajak Tak Ditahan

Kasus Dugaan Korupsi Proyek Sistem Info Pajak

Selasa, 15 November 2011, 08:56 WIB
2 Minggu Jadi Tersangka 2 Orang Pajak Tak Ditahan
Noor Rachmad

RMOL. Untuk menelisik kasus dugaan korupsi pengadaan sistem informasi perpajakan di Ditjen Pajak, Tim Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Agung menggeledah empat lokasi pada 3 November lalu. Tapi, dua tersangka kasus ini tak kunjung ditahan. Seriuskah Kejagung menangani perkara yang diduga merugikan negara Rp 12 miliar ini?  

Kemarin, Kepala Pusat Pene­rang­an Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Noor Rachmad me­ngakui, dua tersangka tersebut memang be­lum ditahan. Keja­gung juga belum mengajukan pence­kal­an terhadap dua ter­sangka itu ke Ditjen Imigrasi Ke­menterian Hu­kum dan HAM.

   Alasannya, pe­nyidik yang memiliki ke­we­nangan, merasa belum perlu me­nahan dan men­cekal kedua tersangka itu.  Pada­hal, dua tersangka itu se­be­lum­nya dinilai tidak koo­per­atif, sehingga Tim Khusus Ke­ja­gung melaku­kan penggeledahan dan penyitaan di empat lokasi.

    Se­kadar mengingatkan, dua ter­­­sang­ka kasus tersebut adalah Ketua Panitia Pengadaan Sistem Informasi Manajemen Bahar (B) dan Pejabat Pembuat Komitmen Pulung Soeharto (PS). Keduanya ditingkatkan statusnya sebagai tersangka pada Kamis, 3 No­vem­ber lalu.

Menurut Direktur Penyidikan Bagian Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arnold Angkouw, pihak-pihak terkait pengadaan sistem informasi ini, tidak kooperatif saat diminta menyerahkan sejum­lah dokumen.

“Kami tidak bisa me­nunggu lama. Makanya, kami me­­lakukan penyitaan dan peng­ge­ledahan. Kami turunkan tim, dan ternyata dokumennya sudah di­pindahkan dari kantor pusat pajak ke kantor pelayanan pajak Jakarta Barat,” katanya.

Melihat pemindahan dokumen itu, penyidik semakin curiga ada penyimpangan dalam pengadaan sistem informasi ini.

“Sesuai Un­dang-Undang, jaksa mem­punyai we­wenang melaku­kan peng­ge­ledahan, menyita, karena itu ba­gian pengumpulan alat bukti. Alat bukti itu yang ka­mi pakai, apakah ada pelanggaran pidananya,” jelas Arnold.

Setelah hampir dua minggu me­nangani kasus tersebut, Keja­gung juga belum mene­mu­kan ter­sangka baru, meski penga­daan ini tentu tak lepas dari peran rekanan Direktorat Jenderal Pajak Ke­men­terian Keuangan. “Sam­pai saat ini belum ada ter­sangka baru. Kami masih me­ngem­bangkan data hasil peng­ge­le­dahan itu,” kata Noor Rachmad, kemarin.

Padahal, menurut Arnold Ang­kouw, hasil audit Badan Pe­me­riksa Keuangan (BPK) me­nun­jukkan, setidaknya terdapat pe­nyelewengan dana sebesar Rp 12 miliar dari total proyek sebesar Rp 43 miliar. Dia juga menyebut dugaan keterlibatan rekanan Ditjen Pajak dalam pengadaan ini, yakni PT BHP.  Tapi, hingga kemarin belum ada tersangka dari pihak rekanan ini.

Kendati begitu, menurut Noor, penetapan tersangka baru akan diketahui dari hasil pengem­ba­ngan dan penyidikan yang masih dilakukan. “Ter­ma­suk pengemba­ngan dokumen, itu juga akan me­nunjukkan apakah ada tersangka baru atau tidak. Ka­mi masih terus melakukan pe­nelusuran. Mudah-mudahan da­lam satu atau dua hari ini sudah ada perkembangan baru,” ujarnya.

BPK, kata Arnold, menilai bah­wa pengadaan sistem infor­masi ini setengah fik­tif, sehingga di­duga terjadi pe­langgaran Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 tentang Pe­nga­daan Barang dan Jasa. “An­tara lain mengenai alat-alat yang tidak ada wujudnya,” katanya.

Pengadaan sistem informasi per­pajakan ini, lanjut Arnold, awalnya berjalan dengan baik. Namun, ketika pengadaan tam­bahan, diduga terjadi peng­ge­lem­bungan harga atau mark up.

“Pengadaan tambahan terse­but juga diubah jenisnya dalam pro­ses lelang, sehingga tidak connect dengan yang sudah ada,” tandas Arnold.

Jangan Salahkan Caci Maki Publik

Jamil Mubarok, Kordinator LSM MTI

Tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung belum sepenuhnya pulih. Nah, menurut Koordinator LSM Ma­syarakat Transparansi In­do­nesia (MTI) Jamil Mubarok, peng­usutan kasus pengadaan sistem informasi Ditjen Pajak bisa menjadi salah satu ajang pe­mu­lihan kepercayaan ma­sya­rakat.

“Ini menjadi salah satu pa­rameter bagi Kejaksaan Agung. Jika mereka bisa me­nun­tas­kan­nya, maka tanggapan ma­sya­rakat akan positif. Tapi, jika per­kara ini mangkrak seperti se­jumlah kasus lain, jangan sa­lah­kan bila publik kalau mencaci ma­­ki mereka,” kata Jamil di Jakarta, ke­marin.

Jamil mengingatkan, Kejak­sa­an Agung jangan lemah da­lam menetapkan tersangka karena tekanan dan pilih bulu. Dia pun mengingatkan, meski berkenaan dengan kepentingan dan uang, Kejagung jangan membelokkan seseorang yang seharusnya menjadi tersangka menjadi sekadar saksi atau bahkan dilepaskan.

“Ini menjadi perhatian se­rius. Kasus pengadaan sistem in­for­masi itu sudah masuk pusaran kekuasaan. Kejaksaan jangan hanya mengusut kasus korupsi karena target atau karena kepen­tingan segelintir pimpinan atau perintah kelom­pok tertentu. Benar-benarlah ha­dir sebagai lembaga penegak hukum. Un­tuk ini, saya me­nyarankan agar kejaksaan be­lajar dari KPK,” ujarnya.

Penanganan kasus pengadaan sistem informasi di Ditjen Pajak itu, lanjut Jamil, akan menjadi perhatian publik. Sekaligus menjadi ajang uji coba bagi Ke­jak­saan untuk menunjukkan kinerja yang positif di mata masyarakat.

“Karenanya tidak cukup ha­nya menangkapi yang kecil-kecil. Mereka juga harus men­jaring pejabat kakap yang ter­libat. Ini menjadi momentum ba­gi Kejagung untuk menun­juk­­kan, mereka pun bisa sukes me­­lakukan pemberantasan ko­rup­si di mata publik,” sarannya.

Ada Pemenang Sebelum Tender

Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR

persoalan pe­ngadaan ba­rang dan jasa kerap terjadi di instansi pemerintah. Hal serupa terjadi dalam pengadaan sis­tem in­formasi perpajakan di Direk­torat Jenderal Pajak pada tahun anggaran 2006.

Hal itu diakui Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis. Menurutnya, setiap pe­nga­daan memang rawan dise­lewengkan.

“Boleh dibilang,  ham­pir se­mua tender di peme­rin­tahan itu wilayah yang ra­wan,” ujarnya saat dihubungi, kemarin.

Komisi XI yang merupakan mitra kerja utama Kementerian Keuangan yang membawahi Direktorat Jenderal Pajak, me­nurut Harry, sudah kerap mem­pertanyakan metode pengadaan seperti ini.

“Yang saya tahu, se­ring kali dalam pengadaan, diikuti satu perusahaan dengan perusahaan lain yang rupanya saling kait, dan saling meng­akali. Mereka juga yang ber­main,” ujarnya.

Keputusan Presiden (Kep­pres) No. 80 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Penga­daan Barang dan Jasa Pe­me­rintah, lanjut Harry, tidak cukup efektif untuk mencip­ta­kan pengadaan yang trans­pa­ran.

“Normatifnya memang be­gi­tu, tapi siapa saja yang ber­main tidak dideteksi. Sering kali ten­der diikuti banyak per­usahaan, tapi sesungguhnya pe­menang­nya sudah ditentu­kan. Yang lain-lain itu hanya pe­nyum­bang. Sudah ada peme­nang tendernya sebelum tender di­buka,” jelasnya.

Modus  pengadaan yang ke­rap terjadi, lanjutnya, model titipan bos-bos. Namun, dalam banyak dokumen, tidak terlacak siapa saja pemainnya. Karena itu, dia mendesak Kejaksaan Agung agar menelusuri, siapa penggede yang turut bermain dalam tender dan pengadaan sistem informasi di Ditjen Pajak tersebut.

“Pimpinan proyek memang pengambil keputusan, siapa pemenang tender. Tapi, apakah ada kaitannya dengan me­reka yang di atas lagi, itu juga mesti dicari. Arahan dari atas tidak ter­tulis, bisikan saja,” katanya.

Dia berkeyakinan, dalam pe­nga­daan, tidak ada pejabat pem­buat komitmen (PPK) atau ke­tua panitia lelang yang ber­main sendiri. Makanya, Har­ry men­desak dilakukannnya pe­ngu­sutan hingga ke tingkatan atas.

“Yang paling mungkin di­la­kukan pertama kali adalah menyelidiki orang-orang yang sudah tersangka, diperiksa siapa saja yang terlibat. Walaupun me­­­reka tak mau kasih tahu, se­bab sudah disumpal dan mau di­korbankan agar tidak tersen­tuh ke atas, banyak cara untuk me­nelusuri. Itu tetap harus dila­kukan,” tandasnya.

Politisi Golkar itu menyaran­kan agar dalam setiap penga­daan dila­kukan pembenahan sistem pe­ngadaannya. “Perlu adanya transparansi sistem tender itu,” ujar Harry.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA