Polisi Tak Kunjung Tetapkan Tersangka Baru Surat Palsu MK

Meski Keterangan Sejumlah Saksi Sudah Terang Benderang

Sabtu, 05 November 2011, 09:00 WIB
Polisi Tak Kunjung Tetapkan Tersangka Baru Surat Palsu MK
Andi Nurpati
RMOL.Keterangan sejumlah saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengindikasikan, anggota KPU Andi Nurpati memerintahkan stafnya, Matnur untuk menyimpan surat asli putusan MK mengenai sengketa perolehan suara antara caleg Gerindra Mestariyani Habie dan caleg Hanura Dewi Yasin Limpo. Sedangkan surat MK yang diduga palsu, sempat digunakan untuk menyelesaikan sengketa perolehan suara calon anggota DPR dari Dapil I Sulsel itu.

Kendati begitu, Mabes Polri belum menetapkan tersangka baru kasus ini. Tersangka perkara ini masih juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK) Mashuri Hasan dan bekas panitera MK Zainal Arifin Hoesein.

Mashuri kini telah berstatus ter­dakwa atau tengah disidang. Sedangkan Zai­nal masih dalam proses pe­nyidikan. Jadi, belum ada ter­sang­ka baru dari pihak yang diduga se­bagai otak pemal­suan dan peng­guna surat palsu itu.

Sebelumnya, Dewi Yasin Lim­po hampir menjadi anggota DPR karena Andi Nurpati memakai surat yang diduga palsu itu dalam rapat Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dewi dan Andi berstatus saksi, berbeda dengan Mashuri dan Zainal yang telah berstatus tersangka.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution me­ngakui, dua tersangka kasus ini masih dari pihak yang di­sangka membuat surat palsu MK, yakni Mashuri dan Zainal.

Sedangkan pihak yang diduga se­bagai otak pemalsuan dan peng­­guna surat palsu itu, be­lum dite­tapkan sebagai tersangka.

“Penetapan tersangka baru masih menunggu tuntasnya pe­nyidikan dan perkembangan persidangan terdakwa Mashuri Hasan,” alasannya.

Menurut Saud, untuk menun­tas­kan kasus ini, penyidik akan melanjutkan pemeriksaan terha­dap saksi tambahan yang berasal dari KPU. Selain mencari dugaan keterlibatan tersangka lain, ke­te­rangan saksi tambahan juga un­tuk melengkapi berkas per­ka­ra tersangka Zainal.

“Keterangan empat saksi tam­bahan diperlukan untuk meng­kros cek keterangan saksi dan tersangka,” ujarnya.

Kepala Bareskrim Polri Kom­jen Sutarman mengakui, logi­ka­nya, dalam kasus ini terdapat tiga ka­tegori yang layak menjadi ter­sang­ka. Pertama, orang yang mem­buat surat, yakni terdakwa Mashuri dan tersangka Zainal.

Kedua, orang yang meng­gu­na­kan surat. Ketiga, orang yang mem­beri perintah membuat surat pal­su. “Kalau ada kesaksian baru di persidangan dan temuan ba­rang bukti baru yang cukup, maka akan ada tersangka baru,” ujarnya.

Tapi, hingga sejumlah saksi, ter­masuk Ketua KPU Abdul Ha­fiz Anshari memberikan k­e­sak­sian di pengadilan bahwa Andi Nurpati memerintahkan stafnya, Matnur untuk menyimpan surat yang asli, sehingga yang digu­na­kan adalah surat yang diduga pal­su, Mabes Polri tak kunjung me­ne­tapkan tersangka baru kasus ini.

Sutarman mengaku, untuk menjerat tersangka baru, pe­nyi­dik Direktorat I Bareskrim Polri akan memeriksa kembali bekas ko­misioner KPU yang kini politi­si Partai Demokrat Andi Nurpati, politisi Partai Hanura Dewi Ya­sin Limpo dan bekas hakim MK  Arsyad Sanusi.

Namun, dia be­lum mau me­nyebutkan kapan  pemeriksaan tersebut akan di­lak­sanakan. “Jadwalnya ada di pe­nyidik,” kata Sutarman.

Menurut Kadivhumas Mabes Polri Saud Usman, persidangan Mashuri yang menyeret nama Andi Nur­pati akan dijadikan ma­sukan bagi penyidik. Lantaran itu, senada de­ngan Kabareskrim, Saud me­ngatakan bahwa penyi­dik akan kembali mengorek keterangan Andi Nurpati, Dewi Yasin Limpo dan pihak lainnya.

“Semua fakta yang ber­kem­bang di persidangan tentu kami tin­dak­lanjuti. Kita lihat saja hasilnya nanti,” kata Saud.

Saud menambahkan, Polri ingin penyidikan berjalan pro­porsional. Karena itu, penyidik sangat hati-hati menindaklanjuti se­mua keterangan dan bukti. “Jadi, penyidikan kasus ini sama sekali tidak dihentikan,” kata bekas Kepala Densus 88 Polri ini.

Penyidikan memang mesti proporsional, sehingga ketera­ngan semua saksi perlu didalami, apalagi dalam sidang terdakwa Mashuri pada Kamis (3/11), anggota KPU Endang Sulastri yang menjadi saksi menyatakan telah mengkonfirmasi kepada Andi Nurpati, mengapa surat asli MK disimpan. “HP saya speaker, beliau bi­lang, surat itu tidak ada stem­pel­nya,” kata Endang me­niru Andi.

Kesannya Tebang Pilih

Anhar Nasution, Ketua LBH Fakta

Ketua Lembaga Bantuan Hu­kum (LBH) Fakta Anhar Na­sution menyayangkan ke­lam­ba­nan polisi menyelesaikan kasus surat palsu putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Soalnya, me­nurut dia, data tentang per­kara ini sudah sangat komplet.

“Selain penyidikan yang me­reka lakukan, dukungan data dari Panja Mafia Pemilu DPR dan persidangan terdakwa Mas­huri Hasan semestinya sangat membantu penuntasan kasus ini di kepolisian,” kata bekas ang­gota Komisi III DPR ini.

Anehnya, lanjut Anhar, kena­pa polisi ragu menindak orang yang memerintahkan untuk membuat surat palsu tersebut dan penggunanya. Dua unsur itu vital. Sebab, tanpa ada orang yang memerintahkan membuat surat serta menggunakannya, maka surat itu tidak akan men­jadi polemik seperti ini.

“Efek atas perbuatan dan tin­dakan dua unsur tersebut sangat besar. Ini yang perlu segera dija­wab kepolisian,” tandasnya.

Jika Kepolisian hanya menin­dak orang yang disangka seba­gai pembuat surat, menurut Anhar, maka penanganan kasus ini menjadi terkesan tebang pi­lih. Soalnya, jika tidak ada per­sekongkolan antara ketiga pihak tersebut, kemungkinan mun­cul­nya surat palsu itu juga kecil.

“Lalu apa motivasi tersangka membuat surat palsu itu? ini juga harus segera dijawab agar masyarakat menjadi tahu tu­juannya,”  kata Anhar.

Polisi jangan Ragu-ragu

Eva Kusuma Sundari, Anggota DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menilai, Kepolisian sangat berhati-hati menyelesaikan kasus ini. Sa­yang jika sikap ekstra hati-hati itu dimanfaatkan pihak ter­tentu yang ingin mengaburkan fokus penyidikan. “Polri hen­dak­nya bisa bertindak propor­sional,” ingatnya.

Dugaan intervensi dalam pe­n­yidikan kasus ini, saran Eva, se­mestinya bisa ditepis Kepo­lisian dengan langkah konkret. Untuk itu, dia meminta Polri tak ragu-ragu menetapkan ters­ang­ka baru jika sudah ada bukti kon­kret. “Jangan ada lagi sikap ragu-ragu, karena ini menyang­kut kredibilitas Polri,” ucapnya.

Selain itu, kata Eva, penun­ta­san kasus ini akan menjadi ma­sukan untuk perbaikan ki­nerja MK dan KPU. Tentu pe­nuntasan perkara tersebut mesti menyeluruh atau tidak tebang pilih. Dia menambahkan, subs­tansi polisi kembali memeriksa sak­si-saksi yang telah dikorek ke­terangannya, jangan sampai se­kadar mengulang materi pe­meriksaan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA