Dugaan suap ini terkait peÂnguasaan lahan oleh DL Sitorus di Padang Lawas, Tapanuli SeÂlatan, Sumatera Utara yang diÂgugat Menteri Kehutanan MS Kaban.
KY antara lain akan berÂkoorÂdiÂnasi dengan Satgas PemÂbeÂranÂtaÂsan Mafia Hukum untuk meÂnyeÂlidiki, benarkah sejumlah hakim agung disuap Sitorus, sehingga mereka memenangkan penguÂsaha asal Sumatera Utara itu? BerÂmodalkan kemenangan di Mahkamah Agung (MA) itu, lahan keÂlapa sawit Sitorus yang menurut Menteri Kehutanan meÂrupakan hutan milik negara, dapat tetap beroperasi.
Menurut Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh, peneÂluÂsuÂran dugaan suap miliaran rupiah itu untuk memperbaiki lembaga peradilan yang kini berada daÂlam kondisi karut marut.
“Ranah KY ialah pengawasan terhadap hakim, termasuk hakim agung. Jika benar, akan kami klaÂrifikasi,†kata Imam melalui SMS, kemarin.
Kendati begitu, Imam tidak meÂÂnyebutkan siapa saja hakim agung yang disinyalir menerima sejumlah uang dari pengacara DL Sitorus berinisial AS. Jika diperÂluÂkan, menurutnya, AS akan diÂpangÂgil KY untuk dimintai keÂteÂrangan. Imam mengaku tidak peÂduli jika AS adalah Amir SyamÂsuddin yang kini menjabat MenÂteri Hukum dan HAM.
Yang pasti, Amir adalah pengaÂcara Sitorus yang menangani perÂkara tersebut di MA. “Kami tiÂdak peduli AS itu siapa, tak peÂduli jiÂka dia Amir Syamsuddin. ApaÂlagi yang kami bidik adalah haÂkimÂnya, bukan yang diduga memÂberi suap,†katanya.
Sebelumnya, Amir SyamÂsudÂdin membuka tawaran kepada siapa pun untuk membentuk tim inÂdependen guna menelusuri duÂgaan suap yang menyeret namaÂnya ini. “Selain menyampaikan data ke KPK, silakan dibentuk saja tim itu,†katanya di Gedung KPK, Jakarta pada 31 Oktober lalu.
Kembali kepada pernyataan Imam, dia berjanji, jika bukti-bukÂtinya sudah kuat atau bisa diÂpertanggungjawabkan secara huÂkum, KY tidak akan ragu untuk meÂmanggil hakim yang diduga diÂsuap tersebut. “Akan kami pangÂÂgil, asalkan kami sudah meÂmiÂliki bukti yang cukup,†ujarnya.
Munculnya dugaan suap ini, berÂmula saat seseorang bernama Hendrik RE Assa mengadu ke Satgas Pemberantasan Mafia HuÂkum pada April 2010. Anggota Satgas Pemberantasan Mafia HuÂkum Mas Achmad Santosa pada Selasa (1/11) mengaku, pihaknya akan menelisik lagi laporan maÂsyarakat tersebut.
Laporan tersebut berisi catatan aliran uang ke sejumlah pihak untuk memenangkan Sitorus di MA. Sitorus, menurut Menteri KeÂhutanan, menggunakan kawaÂsan hutan milik negara seluas 80 ribu hektar sebagai perkebunan sawit tanpa izin.
Dalam dokumen itu diseÂbutÂkan, ada aliran uang total Rp 141,3 miliar yang dÂiÂguÂnaÂkan untuk peÂnguÂrusan masalah di MA. “KateÂgori pengaduan ini penting, bahÂkan sangat penting,†katanya.
Lantaran itu, Satgas PembÂeÂranÂÂtaÂsan Mafia Hukum kemuÂdian meÂngirim surat kepada KoÂmisi Pemberantasan Korupsi pada 14 Juli 2010. Intinya, SatÂgas meminÂta Komisi yang diÂpimÂpin MuÂhamÂmad Busyro MuÂqoddas itu, untuk menyelidiki duÂgaan suap tersebut.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo memÂbeÂnarkan, pihaknya pernah memÂperoleh informasi mengenai duÂgaÂan suap terhadap hakim agung itu. Namun, menurutnya, KPK beÂlum mengambil langkah huÂkum karena lebih fokus meÂnaÂngani kasus suap DL Sitorus leÂwat pengacara Adner Sirait keÂpada hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ibrahim.
“Kami memang belum maÂsuk ke sana karena berÂbaÂrengan deÂngan kasus DL SiÂtorus yang lain,†katanya.
Kasus suap yang telah ditaÂngani KPK itu, terkait sengÂketa laÂhan antara Sitorus dengan PemÂprov DKI JaÂkarta. MeÂnurut maÂjelis haÂkim Pengadilan Tipikor JaÂkarta, DL Sitorus, Adner Sirait dan Ibrahim terbukti terlibat kasus suap seÂbeÂsar Rp 300 juta tersebut. Alhasil, pada Senin 25 Oktober 2010, SiÂtorus divonis lima tahun penjara.
Namun, lanjut Johan, untuk duÂÂgaan suap terhadap hakim agung, hingga kemarin KPK beÂlum meÂnemukan data yang akuÂrat. “Kami penegak hukum, seÂgaÂla seÂsuatu diÂdasarkan pada leÂgal formal. Tidak bisa lewat asumÂsi, apalagi diskusi poÂlemik,†ujar Johan.
Hakim PTTUN DKI Terbukti Disuap DL Sitorus
Darianus Lungguk (DL) Sitorus, Direktur Utama PT Sabar Ganda sudah terjerat sejumlah perkara. Salah satunya kasus suap kepada hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta Ibrahim.
Pada 30 Maret 2010, tim peÂnyeÂÂlidik KPK menangkap pengaÂcara Sitorus, Adner Sirait dan haÂkim Ibrahim yang tengah meÂlaÂkoni praktik suap sebesar Rp 300 juta itu. Keduanya ditangkap di kaÂwaÂsan Cempaka Putih Barat, JaÂkarÂta Pusat sekitar pukul 10.30 WIB.
“Uang dimasukkan ke dalam plastik kresek. Di dalam plastik kresek itu terdapat dua amplop coklat, masing-masing berisi uang pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000,†ujar Kepala Biro HuÂmas KPK Johan Budi Sapto PraÂbowo seusai penangkapan itu.
Ibrahim adalah hakim PTTUN DKI Jakarta yang menangani perÂkara banding PT Sabar Ganda, perusahaan milik Sitorus, yang bersengketa dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal lahan di Cengkareng Barat. Adapun Adner adalah pengacara Sitorus.
Pada Senin, 25 Oktober 2010, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Sitorus dan Adner terbukti menyuap Ibrahim. Majelis hakim menjatuhkan huÂkuman lima tahun penjara untuk Sitorus, dan empat tahun enam buÂlan penjara untuk Adner.
HuÂkuÂman itu lebih rendah keÂtimÂbang tuntutan jaksa, enam taÂhun penjara bagi Sitorus dan lima taÂhun penjara bagi Adner. SeÂbeÂlumnya, pada 2 Agustus 2010, IbÂrahim telah dijatuhkan hukuman enam tahun penjara. Ibrahim kemudian mengajukan banding, sehingga hukumannya menjadi tiga tahu penjara.
Menurut dakwaan jaksa peÂnunÂtut umum (JPU), pada Maret 2010, Adner menemui Ibrahim di PTTUN DKI Jakarta. Adner meÂngutarakan niatnya membuat kontra memori banding terhadap perkara tanah itu. Saat itu IbraÂhim mengatakan, tak perlu memÂbuat kontra memori banding, seÂbab perkara itu dia yang ditangaÂni. Lalu Ibrahim meminta seÂjumlah duit sebagai imbalan.
Pada 29 Maret, atau sehari seÂbelum disergap tim KPK, Adner menghubungi Sitorus, meÂnyamÂpaiÂkan kesepakatannya dengan Ibrahim. Menurut JPU, Sitorus meÂnyetujui kesepakatan itu dan meminta Adner mengambil duit dari notaris kepercayaannya, Yoko Verra Mokoagow.
Besoknya, pada 30 Maret, IbraÂhim bertemu Adner di kantornya, Cikini. Setelah menyepakati peÂnyeÂrahan duit dilakukan di luar kanÂtor, mereka lantas meningÂgalÂkan gedung pengadilan meÂnungÂgang mobil masing-masing meÂnuju kawasan Cempaka Putih, Jakarta Timur. Di sanalah duit diÂseÂrahkan.
Sikat Saja Hakim yang Terima Suap
Pieter C Zulkifli, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Pieter C Zulkifli mengingatkan Komisi Yudisial (KY) agar tak hanya melakukan pencitraan dalam mengusut dugaan suap keÂpada hakim agung yang meÂnangani perkara DL Sitorus, terkait penguasan lahan di PaÂdang Lawas, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Soalnya, menurut Pieter, saat ini banyak pejabat penegak hukum yang hanya melakukan pencitraan ketimbang mengusut tuntas suatu perkara. “PenÂcitÂraÂan boleh saja, tapi harus disertai tindakan nyata. Jangan hanya berbicara akan mengusut kasus DL Sitorus, tapi nihil saat diÂminÂtai pembuktian,†katanya.
Pieter menambahkan, secara yuridis KY sangat berhak meÂneÂlisik dugaan pelanggaran kode etik hakim. Karena itu, dia meminta KY segera menelisik apakah ada hakim agung yang menerima suap dari Sitorus.
“Kalau ada sikat saja. Jangan takut, kami ada di belakang unÂtuk mem-back up. Kami di DPR ini mewakili aspirasi rakyat, jadi rakyat sangat setuju setiap kejahatan itu harus diberantas,†tandasnya.
Politisi Demokrat ini juga meminta Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tak hanya bersilat lidah di depan masyarakat. MeÂnuÂrutnya, jika ingin menelusuri kasus ini, maka lembaga yang dikomandoi Kuntoro MangÂkuÂsubroto itu perlu segera memÂbentuk tim khusus yang fokus menelisiknya. “Meskipun peÂrisÂtiwa itu diduga terjadi pada taÂhun 2008,†ucapnya.
Pieter mengakui, saat ini seÂring terjadi diskoneksi antara KY dengan Mahkamah Agung. Menurutnya, dalam rapat deÂngan pihak KY, lembaga yang diÂkomandoi Eman Suparman itu kerap mengeluhkan hasil temuannya yang sering tidak direspon MA.
Karena itu, Pieter berharap keÂdua lembaga ini saling mengÂhormati guna terciptanya efekÂtivitas yuridis di lembaga peraÂdiÂlan. “Kalau mereka tetap riÂbut, bisa bahaya. Saling mengÂhorÂmati merupakan satu-satuÂnya jalan keluar,†ucapnya.
Cium Aroma Tidak Sedap
Jusuf Rizal, Presiden LSM LIRA
Presiden LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Jusuf Rizal menilai, sejak awal sudah tercium aroma yang tidak beres daÂlam kasus DL Sitorus. BuktiÂnya, kata dia, hingga kini seÂjumÂlah aset milik pengusaha kelapa sawit itu belum ada yang dirampas negara.
Belum adanya perampasan itu, menurutnya, akan mengunÂdang pertanyaan besar maÂsyaÂrakat, ada apakah dengan lemÂbaga penegak hukum dan peÂradilan.
“Kalau sudah tercium aroÂma itu, semestinya sejak duÂlu ditinÂdaklanjuti. Kita kan tahu, DL Sitorus pernah meÂnyuap haÂkim bernama Ibrahim melalui peÂngaÂcaranya, Adner Sirait. Siapa taÂhu, kasus ini pun sama,†ujarnya.
Jusuf menambahkan, sejumÂlah lembaga penegak hukum seÂdang gencar-gencarnya meneÂluÂsuri kasus penyuapan hakim. Karena itu, dia mengimbau keÂpada seluruh hakim di lembaga peradilan manapun, supaya bekerja dengan profesional dan mematuhi Undang-Undang.
“Kita akui bahwa keputusan hakim tak bisa diganggu gugat. Tapi, jangan karena itu memÂbuat hakim menjadi kepedean alias over acting,†ucapnya.
Dia juga memuji sikap maÂsyaÂrakat yang melaporkan duÂgaan suap ini kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Menurutnya, usaha itu bermakÂna bahwa kesadaran masyarakat terhadap nasib penegakan huÂkum di pengadilan sudah tumÂbuh baik.
“Itu kan awalnya ada yang melaporkan ke Satgas, kemuÂdian Satgas meminta KPK unÂtuk turun tangan. Tapi, KPK hingÂga kini belum bisa turun tangan juga,†tuturnya.
Menurut Jusuf, kalau sudah muncul dorongan masyarakat unÂtuk memantau peradilan, maka tinggal MA mengÂinÂtenÂsifÂkan peÂngawasan terhadap haÂkim lewat standar operasi atau perangkat pengawas yang diÂmilikinya.
“Jika tak diawasi, bisa berÂimbas terhadap kondisi mental hakim maupun pihak lain yang bermaksud menyimpangkan proses hukum,†katanya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: