Denny Indrayana: Ini Kebijakan Umum, Tak Ada Kaitan Politis

Kamis, 03 November 2011, 05:07 WIB
Denny Indrayana: Ini Kebijakan Umum, Tak Ada Kaitan Politis
Denny Indrayana
RMOL.Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tidak memberikan pembebasan bersyarat kepada Paskah Suzetta. Menurut mereka, kebijakan itu tidak ada kaitannya secara politis.

”Ini kebijakan secara umum bahwa kami melakukan penge­tatan pemberian remisi dan pem­bebasan bersyarat. Ini sejalan de­ngan peraturan perundang-un­dangan dan keinginan masya­rakat,’’ tandas Wakil Menteri Hu­kum dan Hak Asasi Manusia (Men­kum­ham) Denny Indrayana kepada di Jakarta, Rakyat Mer­deka, Selasa (1/11).

“Kami menangkap aspirasi masyarakat yang tidak ingin re­misi dan pembebasan bersyarat terlalu mudah diberikan,” tam­bah Sekretaris Satgas Pembe­rantasan Mafia Hukum itu.
Denny mengakui, kebijakan yang dikeluarkan kementerian­nya menimbulkan pro dan kon­tra. Menurutnya, itu hal yang wajar. Namun, pi­haknya terus ber­komit­men men­ja­lankan ke­bijakan ter­sebut demi rasa ke­adilan masya­rakat.

“Kebijakan itu akan kami per­tanggungjawabkan. Kami laksa­nakan dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab,’’ ujar Denny.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa dasar dibuatnya kebija­kan tersebut?
Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Ini persoalan kebangsaan yang sangat mengganggu. Ma­ka­nya, upaya pemberantasan ko­rupsi harus dilakukan dengan ca­ra luar biasa.

Pemberantasan korupsi bisa dilakukan dengan dua cara besar, pecegahan dan penindakan. Ke­duanya harus bisa mengirimkan pesan kepada pelaku korupsi atau orang yang coba-coba korupsi agar tidak berpikir untuk korupsi.
    
Apa kebijakan ini berlaku se­cara umum?
Oh ya. Pemberian remisi, pem­bebasan bersyarat, bahkan asimi­lasi kepada warga binaan dan terpidana perlu dilakukan de­ngan kriteria, syarat dan me­kanisme yang tepat.

Makanya saya dan Menkum­ham sampai pada kesimpulan, perlu ada pengetatan-pengetatan lagi terhadap kriteria, syarat, dan mekanisme yang tepat dalam pemberian hak-hak terpidana ko­rupsi, teroris, dan narkoba.

Alasan apa lagi yang mem­buat remisi untuk koruptor per­lu diper­ketat?
Pertama, ada kecenderungan vonis bagi terpidana kasus ko­rupsi semakin rendah. Kedua, ada indikasi-indikasi penyimpangan terhadap pemberian remisi, pem­bebasan bersyarat, dan asimilasi. Makanya, pengetatan pemberian hak-hak itu sudah kami putuskan dan kami jalankan.

Bukankah remisi dan pem­bebasan bersyarat itu merupa­kan hak terpidana?
Berhak bukan berarti wajib di­berikan, ada mekanismenya, ada persyaratannya yang diatur de­ngan jelas. Kewenangan untuk menyetujui atau tidak, ada pada Kemen­kum­ham.

Selama ini ada yang salah pa­ham, kebijakan ini dianggap meng­hilangkan hak-hak narapi­dana. Padahal, kenyataannya ti­dak demikian. Pemberian re­misi, pembebasan bersyarat kepada terpidana korupsi dengan sangat ketat. Apabila syaratnya diper­ketat, di mana letak ma­salahnya.

Apa syaratnya?
Seperti yang disampaikan sa­ya dan pak menteri (Menhuk­ham Amir Syamsuddin-red), diberi­kan ke­pada pelaku pelapor atau pe­laku yang bekerja sama, seperti Agus Condro. Kami tidak hanya beri­kan remisi dan pem­bebasan ber­­syarat. Tapi saya dan Pak Amir  menelpon dia me­ngu­cap­kan se­lamat. Sebab, me­nu­rut ka­mi, Agus Condro contoh baik pe­laku pelapor.

Ada yang menilai ini di­ang­gap diskriminasi?
Kami tidak bicara orang per orang. Kami bicara kebijakan. Ke­bijakan berlaku sejak dikeluar­kan hingga ke depan. Kenapa Agus Condro diberikan hak itu, karena dia sesuai dengan kriteria, persyaratan, dan mekanisme yang kami anggap tepat untuk me­­nerima remisi dan pem­be­bas­an bersyarat.

Bagaimana dengan syarat ma­sa hukuman?
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 memang mem­beda­kan syarat pemberian re­misi, pembebasan bersyarat ke­pa­da terpidana narkoba, teroris, dan korupsi. Kalau terpidana umum minimal menjalani enam bu­lan. Khusus terpidana nar­ko­ba, tero­risme dan korupsi ha­rus menja­lani 1/3 masa tahanan. Jadi me­mang dari dulu ada per­bedaan syarat pemberian hak-hak ke­pa­da pel­aku kejahatan terorganisir se­perti te­rorisme, narkoba, dan korupsi. Sekarang kami perketat lagi.

Kebijakan ini demi pen­ci­tra­an saja?
Ini murni demi keadilan ma­syarakat. Orang mau bicara dan meresponnya seperti apa, itu hak me­reka. Kami bekerja saja dan serahkan kepada masyarakat.

Risiko pengambilan kebijakan ini ada. Ini bagian dari komitmen dalam pemberantasan korupsi. Dari dulu saya dan Pak Amir Syam­suddin konsisten dalam upa­ya pemberantasan korupsi. Se­karang kami punya kewe­na­ngan dan amanah untuk menja­lan­kan agenda itu. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA