WAWANCARA

Fadel Muhammad: Pilih Capres Lewat Konvensi Hanya Melahirkan Perpecahan...

Minggu, 30 Oktober 2011, 07:47 WIB
Fadel Muhammad: Pilih Capres Lewat Konvensi Hanya Melahirkan Perpecahan...
Fadel Muhammad

RMOL. Penentuan calon presiden (capres) melalui konvensi hanya menghasilkan perpecahan di internal Partai Golkar. Buktinya, saat Wiranto terpilih menjadi Capres 2004, kader di daerah tidak solid.

“Tujuan utama kami adalah menjaga agar semua kader tetap solid. Bukan perpecahan. Kalau dilakuan konvensi sudah pasti ada persaingan,’’ ujar Wakil Ke­tua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad kepada Rakyat Mer­deka, Jumat (28/10).

Selain itu, lanjut bekas Men­teri Kelautan dan Perikanan ter­sebut, penentuan capres lewat kon­vensi tidak membuat mesin-masin par­tai bergerak. Sebab, se­mua dae­rah tidak solid, sehingga yang di­jagokan nanti akan kalah.

“Dari pengalaman yang kami miliki, saya berpendapat  penen­tuan capres melalui konvensi ha­nya melahirkan perpecahan,” tandas bekas Gubernur Goron­talo itu.

Berikut kutipan selengkapnya;

Bukankah Aburizal Bakrie takut kalah kalau dilakukan konvensi?

Saya kira bukan itu alasannya. Tadi kan sudah saya jelaskan. Yang jelas, kami berpikir harus ada figur dari internal partai yang mendapat dukungan penuh selu­ruh kader, sehingga mampu me­nyatukan semuanya.

Ketika kami mengusulkan ti­dak ada konvensi, Pak Aburizal Bakrie tidak secara langsung me­­nyetujuinya mau menjadi capres dari Partai Golkar. Beliau ingin partai ini tetap solid.


Golkar dianggap tidak de­mo­kratis kalau tidak melaku­kan konvensi?

Ada dua pemahaman dari kata demokratis itu. Pertama, apabila semua orang memilih calon A de­ngan suara mayoritas, itu nama­nya demokratis. Kalau pe­milihan itu ada tiga sampai lima orang calon, itu dianggap demo­kratis. Kenyataannya semua kader se­cara bulat mendukung Pak Abu­rizal Bakrie. Itu juga demokratis dong.


Masak sih semuanya mendu­­kung Aburizal? Bukankah Par­tai Golkar gudangnya para to­koh nasional?

Tidak ada yang berpendapat lain, semua solid mengusulkan Pak Ketua Umum menjadi Ca­pres 2014. Beberapa organisasi seperti MKGR, Kos­goro, dan lain-lain, semuanya juga me­nyam­paikan dukungan penuh kepada Pak Aburizal.


Tapi hasil beberapa survei, elekti­bi­litas Aburizal rendah, bagai­mana tuh?

Ketika saya memimpin sidang dalam Rapimnas, saya sampaikan hasil survei yang dilakukan partai kami, bahwa tingkat elektibilitas Pak Aburizal belum sampai 20 persen, walaupun suara Golkar su­dah naik sekitar 18 persen.

Maka­nya, Pak Aburizal me­mu­­tus­kan deklarasi dirinya men­jadi calon presiden tahun depan. Be­liau meminta semua yang men­­dukungnya harus menso­sialisasi­kan namanya.


Berarti Aburizal tidak yakin menang dong?

Bagi saya yang hebat dari Pak Aburizal, beliau tidak langsung menyatakan bersedia. Tunggu ter­lebih dulu tingkat elektibili­tasnya. Hal ini menunjukkan ke­matangan berpolitik beliau.

Na­mun apabila sampai bulan Juni atau Oktober 2012 tingkat elekti­bilitas tidak sampai pada tingkat yang ditetapkan, mung­kin saja kami akan membuat konvensi.


Artinya konsolidasi terus di­lakukan?

Saya diamanahkan untuk pe­me­nangan Partai Golkar di wila­yah Indonesia Timur, sehingga tadi (Jumat 28/10) siang saya rapat untuk pemenangan di wi­layah itu.

Rapat itu dihadiri semua DPD tingkat I, Ketua Koordinator Pro­vinsi dan Koordinator wilayah. Kami membahas agar keinginan Ketua umum bisa kami penuhi, yaitu dukungan penuh. Di wila­yah timur, dukungan kepada Pak Aburizal belum maksimal kami peroleh dari masyarakat.


Apa yang dilakukan Partai Golkar?

Saya tidak bisa ungkapkan. Yang jelas, langkah strategis su­dah kami susun. Kami yakin bisa mewujudkan itu. Misalnya secara berkelanjutan kami mela­kukan pertemuan, 20-30 Novem­ber 2011 di Papua, gabungan dari Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Sorong.

Kemudian 2-4 Desember 2011 pertemuan di Kalimantan Timur. Puncak acaranya  24-26 Januari 2012 di Sulawesi Selatan dengan menggerakkan massa hingga 43.000 orang.


Golkar dikabarkan pecah se­te­lah Anda keluar dari kabinet, apa betul begitu?

Saya pernah dengar bahwa saya keluar dari kabinet adalah strategi Pak SBY untuk meme­cah Golkar. Tapi pada kenyata­annya berita itu tidak benar. Se­bab, saya dan Partai Golkar tetap solid.

Saya secara pribadi akan terus mendukung Pak Aburizal di da­lam partai maupun di peme­rin­tahan. Saya tidak kemana-mana, tetap di Golkar.   [rm]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA