Mayjen (Purn) Nachrowi Ramli: Peringatan Sumpah Pemuda Momentum Kembali ke Jati Diri

Jumat, 28 Oktober 2011, 05:40 WIB
Mayjen (Purn) Nachrowi Ramli: Peringatan Sumpah Pemuda Momentum Kembali ke Jati Diri
Mayjen (Purn) Nachrowi Ramli
RMOL.Peringatan Sumpah Pemuda harus dijadikan sebagai momentum bagi pemuda Indonesia untuk kembali kepada jati diri bangsa. Yaitu menjunjung tinggi budaya, bahasa dan nilai-nilai kebangsaan Indonesia.

“Peringatan Sumpah Pe­muda tahun ini harus dijadikan momentum bagi kaum muda untuk kembali pada jati diri bang­sa dan empat pilar ke­bang­saan sebagai rambunya,” tandas tokoh masyarakat Betawi May­jen (Purn) Nachrowi Ramli ke­pada Rakyat Merdeka di Jakarta, ke­marin.

Pria yang akrab disapa Bang Nara ini mengungkapkan, dirinya prihatin dengan sikap pemuda yang mulai meninggalkan bu­daya dan nilai-nilai kebangsaan.

Hal ini bisa diselesaikan de­ngan komitmen semua pihak un­tuk terus menumbuhkan sema­ngat jati diri bangsa Indonesia di kalangan pemuda.

“Saya terenyuh ketika melihat pemuda kita jam 7.00 masih ma­buk. Lalu kebudayaannya sudah mulai ditinggalkan. Tapi saya ya­kin masalah itu bisa diatasi kalau kita bekerja sama untuk memper­baikinya,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa Anda melihat spirit Sumpah Pemuda masih ada saat ini?
Harus diingat, Sumpah Pe­mu­da tahun 1928 dilaksanakan di Gedung Stovia, Jakarta. Peristiwa itu dimaknai sebagai tumbuhnya semangat kesatuan dan persau­daraan sebagai bangsa Indonesia. Peristiwa itu terjadi setelah pe­muda kita melihat dunia luar, pe­muda kita me­­­lihat kea­­daan di luar negeri sudah merdeka, tetapi kenapa bangsa Indonesia pada saat itu belum merdeka.

Proses kemer­de­kaan kita tidak lang­­sung di­da­patkan begitu saja, tetapi de­ngan proses. Saya se­ba­gai orang Be­tawi ikut bangga, pada saat itu pemuda-pemuda Be­tawi ikut dalam barisan peris­tiwa sumpah pe­muda.

Peringatan Sum­pah Pemuda dijadi­kan momentum per­bai­kan?
Kehidupan satu bangsa tidak bisa ber­d­iri sendiri, suatu bangsa tergantung negara lain. Salah sa­tu­­nya globalisasi. Ini ada pe­nga­ruh po­sitif dan negatif. Pe­nga­ruh positif terli­hat dengan mudah kita berko­mu­nikasi dengan bang­sa lain dan juga masyarakat inter­nasional. Dengan adanya globa­lisasi, kita bisa saling mengada­kan kerja sama dan diharapkan muncul win-win solution.

Dampak negatifnya?
Dampak negatifnya, budaya kita dengan budaya negara lain be­lum tentu sama.
Misalnya di negara barat, suami-istri kedua­nya bekerja de­ngan satu anak.

Bandingkan di Indonesia, ha­nya suami yang bekerja sedang­kan anaknya empat. Tapi di Indo­nesia, tanggung jawab sebesar itu, mereka masih bisa tetap ber­tahan karena ada budaya guyub, menerima apa adanya dan saling silaturahmi. Ada nilai-nilai luhur yang harus dipertahankan dan ada nilai kulit yang bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Kalau Anda jadi Gubernur Jakarta, apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah ke­pemudaan?
Ketika saya tidak menjadi apa­pun, saya punya tanggung jawab terhadap pemuda dan saya be­kerja bersama ormas, partai poli­tik, dan lainnya dengan tujuan mem­bina pemuda. Saya berpan­da­ngan, membina ha­rus disusun satu kegiatan yang te­rencana de­ngan baik, terarah de­ngan jelas dan ber­kesinambungan.

Misalnya kita punya Dinas Olah­raga dan Pemuda. Dinas ini harus mem­buat kegiatan pembi­naan, bukan hanya fisik dan skill saja, tetapi pembinaan hati dan mental pe­muda juga harus dibina.

Anda yakin kegiatan itu bisa berhasil?
Apabila dilakukan oleh semua pihak, termasuk pemuda, tokoh masyarakat dan alim ulama harus berpikir bagaimana menyela­mat­kan anak bangsa, Insya Allah akan berhasil.

Sumpah Pemuda kali ini harus dijadikan momentum bagi kita un­tuk meli­hat ke belakang, meli­hat jati diri bangsa. Konkretnya, para pemuda membuat kegiatan yang sifatnya kreatif, bukan ha­nya sekadar se­re­monial belaka.

Ada kabar 28 Oktober ini akan dilakukan demo untuk meng­gulingkan pemerintahan?
Saat ini kita menghadapi era reformasi. Reform itu artinya mem­perbaiki, bukan mengganti. Apabila sekarang ada gerakan-ge­rakan yang ingin mengganti pe­merintahan, menurut saya itu tidak benar.
Peringatan Sumpah Pemuda kali ini dijadikan mo­men­tum bagi kita untuk kembali kepada jati di­ri bangsa dengan segala kebang­gaan dan tanggung­jawabnya.

Bagaimana dengan isu pe­mi­sahan wilayah dari NKRI?
Prinsipnya empat pilar kebang­saan itu tidak boleh lepas. Saya juga masih meragukan, apakah ide untuk berpisah itu dari semua warga atau hanya segelintir war­ga yang diperalat. Namun yang penting, dalam menghadapi ma­sa­lah seperti itu, harus ada ke­se­im­bangan antara diplomasi de­ngan militer. Sebab, apabila kita tidak punya power, orang ti­dak mau berunding. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA