RMOL. Tiga tersangka kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) sudah selesai berkas perkaranya alias P21. Kini, KPK mengisyaratkan bakal ada tersangka baru perkara suap di balik dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Transmigasri (PPIDT) sebesar Rp 500 miliar itu.
Ketiga tersangka yang berkas perkaranya sudah dinyatakan seÂlesai itu ialah Sekretaris Ditjen PemÂbiÂnaÂan Pengembangan KaÂwaÂsan Transmigrasi (P2KT) I Nyoman Suisnaya, Kepala BagiÂan EvaÂluasi dan Pelaporan Ditjen P2KT Dadong Irbarelawan dan peÂnguÂsaha dari PT Alam Jaya PaÂpua, Dharnawati. KPK telah meÂnyaÂtakan lengkap berkas perkara ketiga tersangka itu sejak Senin, 24 Oktober 2011.
Namun, Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menegaskan, lengkapnya berkas perkara tiga tersangka itu bÂuÂkanÂlah akhir kasus ini. Menurutnya, kemungkinan KPK menetapkan terÂsangka baru masih terbuka lebar. Tapi, semua itu memÂbuÂtuhÂkan proses dan tidak bisa dilaÂkuÂkan secara serampangan. “KeÂmungÂkinan itu sangat bisa,†kataÂnya di Gedung KPK, JaÂkarta.
Lantas, bagaimana KPK akan menambah tersangka baru kasus ini? Johan menjawab, semua itu biÂsa dilakukan ketika persidaÂngan ketiga tersangka sudah berÂjalan.
Menurutnya, jika dalam perÂsidangan ketiga tersangka itu ada bukti baru yang menyebutÂkan keterlibatan orang lain, maÂka piÂhaknya tidak segan unÂtuk meÂnyeÂÂret orang tersebut menÂjadi terÂsangÂka. “Kita lihat dulu di perÂsiÂdaÂÂngan. Kalau ada bukti baru, kami bisa meninÂdakÂnya,†ujarnya.
Saat ditanya mengenai seÂjumlah nama yang pernah diÂpanggil KPK, Johan menyataÂkan, status mereka masih menjadi sakÂsi. KPK pernah memanggil seÂjumÂlah nama seperti anggota DPR periode 2004-2009 dari FrakÂsi PKB Ali Mudhori, bekas pejabat Kementerian Keuangan Sindu Malik kemudian Iskandar ‘Acos’ Pasajo yang diduga dekat deÂngan Wakil Ketua Badan AngÂgaran (Banggar) DPR Tamsil Linrung serta staf Muhaimin yang bernama Muhammad Fauzi untuk dimintai keterangannya menjadi saksi kasus tersebut.
Johan menambahkan, KPK kini fokus untuk melimpahkan berÂkas perkara ketiga tersangka ke penuntutan. Sebab, kata dia, KPK diberi tenggat waktu 14 hari untuk melakukan pelimÂpaÂhan itu. “Untuk selanjutnya diÂserahkan ke peÂngadilan. Tapi, kapan disiÂdangÂnya itu urusan pengadilan,†ujarnya.
Sebelumnya, KPK juga telah meÂmeriksa secara intensif empat nama tersebut. Di antara empat nama itu, Sindu Malik meruÂpaÂkan pihak yang paling getol diÂpeÂriksa oleh KPK. Bahkan, lemÂbaÂga superbody itu pernah mengÂgeledah rumah Sindu di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta pada 5 Oktober 2011 lalu. Dari pengÂgeÂleÂdahan itu, penyidik KPK meÂnyita uang tunai sebesar Rp 100 juta serta sebuah brankas.
Namun, Sindu Malik membanÂtah kepemilikan uang itu. Saat diperiksa kembali oleh KPK pada 6 Oktober 2011, bekas pejabat Kementerian Keuangan itu tak mengakui hasil rampasan tim penyidik KPK saat menggeledah rumahnya.
“Tidak benar, itu bukan uang saya. Anda bisa cek sendiri,†elaknya. Tapi, pada 19 Oktober, KPK mengembalikan uang itu kepada Sindu.
Tersangka DaÂdong Irbarelawan menyatakan bakal menyeret nama-nama lain di persidangan. Bekas Kepala BaÂgian PerenÂcanaan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembinaan PeÂngembaÂngan Kawasan TranÂsÂmigÂrasi (P2KT) itu menyebut Sindu MaÂÂlik dan Acos sebagai pihak yang turut terÂlibat dalam kasus terseÂbut.
“Saya berharap iya. Mereka berÂdua itu inisiatornya,†katanya usai penandatanganan pelimÂpaÂhan berÂÂkas di KPK, Senin (24/10).
Ketika ditanya, apakah dirinya mempunyai bukti-bukti kuat yang menunjukkan adanya keÂterÂlibatan Sindu dan Acos? Dadong menyatakan, siap buka-bukaan di persidangan. “Pasti lah. Pak NyoÂman dan Bu Nana (DharnaÂwaÂti) juga ada buktinya,†tandasnya.
Hal yang sama juga disamÂpaikan kuasa hukum Dadong, Syafrie Noer. Menurut Syafrie, klienÂnya bukanlah pihak yang paling bertanggung jawab dalam perÂkara tersebut.
“KPK juga sudah punya bukÂtinya. Rekaman teleÂpon dan suÂrat-surat yang menerangkan keÂterlibatan mereka juga sudah ada,†katanya.
Rp 1,5 Miliar di Kardus Durian
Satu pekan setelah peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-66, KPK membekuk dua pejabat KeÂmenÂterian Tenaga Kerja dan TransÂmigrasi (Kemenakertrans) dan satu perempuan dari pihak swasta.
Yang ditangkap KPK ialah SesÂditjen Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) I Nyoman Suisnaya serta Kepala Bagian Evaluasi dan Pelaporan Ditjen P2KT, Dadong IrbaÂreÂlaÂwan. Sementara dari pihak swasta ialah Dharnawati yang meruÂpaÂkan kuasa direksi PT Alam Jaya Papua.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂngaÂtakan, ketiganya ditangkap kareÂna diduga terlibat kasus suap PerÂcepatan Pembangunan InfÂrasÂtruktur Transmigasri (PPIDT). Proyek PPIDT itu beranggaran Rp 500 miliar.
Menurutnya, saat penangkapan ditemukan uang sebesar Rp 1,5 miliar. Johan menambahkan, uang itu diduga untuk meÂmuÂlusÂkan pencairan dana percepatan pembangunan infrastruktur proÂyek kawasan transmigrasi di 19 kabupaten.
“Uang itu tersimpan di dalam kardus durian, satu karÂdus deÂngan duriannya,†katanya di GeÂdung KPK, Kamis 25 Agustus 2011.
Johan menambahkan, di dalam kardus itu terselip bukti peÂngamÂbilan uang dari suatu lembaga perbankan. “Dana proyek mengÂgunakan anggaran 2011 sebesar Rp 500 miliar,†ujarnya.
Johan menuturkan, ketiganya ditangkap di tempat terpisah. NyoÂman dicokok lebih dulu seÂkitar pukul 15.00 WIB di kanÂtornya kawasan Kalibata. Satu jam kemudian, Dadong dibeÂkuk saat menuju Bandara SoeÂkarno-Hatta.
Sedangkan Dharmawati diceÂgat di kawasan Jalan Otto IsÂkanÂdardinata, Jakarta Timur. “DaÂdong merupakan kurir. Dia terÂtangkap setelah menerima uang dari Dharmawati, yang dicairkan dari sebuah bank,†ucapnya.
Kini, tiga tersangka itu berkÂasÂnya sudah dinyatakan lengkap oleh KPK. Mereka tinggal meÂnunggu waktu untuk disidang. Menurut Johan, Nyoman dan DaÂdong disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b subsidair PaÂÂsal 13 atau Pasal 15 atau Pasal 12 a subsidair Pasal 5 ayat 2 subsidair Pasal 11 UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. SedangÂkan Dhanarwati disangka meÂlanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b subsidair Pasal 13 Undang-UnÂdang Tipikor.
Mana Dong Big Fish-nya...???
Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin menÂdesak KPK menemukan big fish alias aktor utama pada perÂkara suap program Percepatan PemÂbangunan Infrastruktur TransÂmigasri (PPIDT). Proyek itu beranggaran Rp 500 miliar.
Soalnya, saat ini lembaga suÂperbody itu terkesan kecil hati manakala ditugaskan mengungÂkap aktor utamanya.
Didi juga mengimbau KPK tetap menangani kasus korupsi lainnya yang sudah terlebih daÂhulu ditangani. Sebab, kata dia, jika hanya fokus kepada kasus ini, maka KPK tidak kunÂjung selesai menangani perkara koÂrupsi lainnya.
“Kami menghaÂrapkan komitÂmen KPK untuk menuntaskan semua kasus korupsi yang meÂreka tangani. Jadi, jangan hanya fokus kepada kasus KemenaÂkertrans ini,†katanya.
Didi tidak ingin lembaga yang dipimpin Busyro MuÂqodÂdas itu setengah hati meÂnunÂtasÂkan kasus suap Kemenakertrans ini. Karena itu, dia mengimbau KPK melakukan inovasi dan menerapkan strategi canggih untuk mengungkap aktor utama kasus tersebut.
“Ingat, maÂsyarakat sudah menanti-nanti perkembangan kasus ini,†ucapnya.
Tak Ada Pengawasan Ketat di Kemenaker
Alex Sato Bya, Bekas Jaksa Agung Muda
Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JamÂdatun) Alex Sato Bya meÂnilai, modus operandi kasus suap pada perkara Percepatan Pembangunan Infrastruktur Transmigasri (PPIDT) di KeÂmeÂnakertrans kemungkinan tidak diketahui pejabat tinggi di Kementerian itu. Tapi, kata dia, pengadaan proyek tersebut saÂngat mungkin diketahui hingga tingkat Dirjen bahkan hingga Menteri.
“Sebab, setiap proyek yang dilakukan lembaga pemerintah, merupakan kebijakan yang teÂlah disepakati para jajaran pimÂpinan lembaga itu. Mustahil para pimpinan itu tak meÂngeÂtahui adanya proyek tersebut,†katanya.
Namun, Alex tidak menuduh Menteri Tenaga Kerja dan TransÂmigrasi Muhaimin IsÂkandar turut bertanggung jawab dalam perkara ini. Dia hanya menilai, tak ada pengawasan keÂtat yang dilakukan MeÂnaÂkerÂtrans kepada anak buahnya daÂlam menjalankan suatu proyek.
“Apakah Menteri itu terlibat atau tidak, biar kita serahkan kepada aparat penegak hukum. Kita harus mengedepankan azas praduga tak bersalah,†ucapnya.
Karena itu, Alex sependapat dengan KPK bahwa kasus ini tak berhenti sampai pada ketiga nama tersangka itu. Dia yakin, pintu terungkapnya tersangka baru dalam kasus tersebut saÂngat terbuka lebar. “Tak ada yang tidak mungkin jika sudah ditangani oleh KPK,†tuturnya.
Alex menilai, kasus korupsi yang saat ini marak terjadi di kementerian, merupakan indiÂkasi bahwa mental orang-orang yang diberi amanah untuk menÂjalankan kebijakan, terbilang masih korup. Sehingga, kata dia, pada praktiknya kebijakan kerap berujung pada skandal korupsi. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: