RMOL. Wakil Jaksa Agung Darmono menegaskan, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary masih berstatus tersangka dalam kasus surat palsu hasil rekapitulasi suara caleg Partai Hanura Mumammad Syukur Mandar.
“Sampai hari ini (Selasa, 18/10), kami tetap berpedoman terÂhadap Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KepoliÂsian. Surat itu secara terang meÂnuliskan nama Ketua KPU dan tiga orang lain sebagai tersangka. Kami tidak punya hak untuk meÂnganulir isi SPDP, kecuali polisi menarik laporannya atau mengÂhentikan penyidikan,†tutur DarÂmono kepada Rakyat MerÂdeka di Jakarta, Selasa (18/10).
Sebelumnya diberitakan, KeÂtua KPU Abdul Hafiz Anshary diÂkabarkan menjadi tersangka kaÂsus pemalsuan surat hasil PeÂmilu Legislatif 2009 untuk daerah peÂmilihan Halmahera Barat, MaÂluku Utara. Namun, hal ini diÂklaÂrifikasi Kepala Badan dan ReÂserse Kriminal Polri KomisaÂris Jenderal Sutarman.
“Belum ditetapkan sebagai terÂsangka. SPDP memang diberiÂkan kepada Kejaksaan Agung atas laÂporan polisi Muhammad Syukur Mandar dengan terlapor Hafiz Anshary. Syukur adalah calon angÂgota DPR dari Partai Hati NuÂrani Rakyat dari daerah pemilihan Maluku Utara,†terang Sutarman.
Darmono selanjutnya mengaÂtaÂkan, Kejaksaan belum mendaÂpatkan kejelasan soal kesalahan tulis yang dijadikan alasan KeÂpolisian. Makanya, status Abdul Hafiz Anshary masih sebagai tersangka.
“Kalau terjadi kesalahan, keÂsalahannya untuk tersangka yang mana? Apakah hanya untuk ketua KPU atau semuanya,†ujar AngÂgota Satgas Pemberantasan MaÂfia Hukum ini bertanya-tanya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Ini perlu saya luruskan. Sistem hukum kita mengamanatkan, kaÂlau sudah ada penyidikan haÂnya ada tiga kualifikasi, yakni saksi, ahli dan tersangka. Tidak ada lagi istilah terlapor atau pelaÂpor daÂlam kerangka penyidikan.
Kalau kita sudah dapat SPDP, kita secara hukum sudah menÂcaÂtat dalam register SPDP, berarti sudah ada tersangka di situ. UnÂtuk mempertanggungÂjawabÂkanÂnya, ya dicabut. Sebenarnya saya tidak ingin berpolemik deÂngan polisi. Itu temen kita. Temen baik kita semua.
Bagaimana solusinya kalau begitu?
Kepolisian hendaknya mencaÂbut SPDP yang menuliskan periÂhal Abdul Hafiz Anshary sebagai tersangka dalam kasus surat palsu Pemilu Legislatif 2009 di HalÂmahera Barat, Maluku Utara.
Saya mengharapkan, kalau peÂnyidik belum menetapkan jadi tersangka, surat itu dicabut kemÂbali karena surat itu secara hukum sudah menerangkan adanya tersangka. Itu surat resmi, bukan surat liar.
Pasalnya, surat itu telah masuk dalam registrasi SPDP di KejakÂsaan Agung. Makanya, KepolisiÂan harus bertanggung jawab unÂtuk mencabutnya kembali.
Apa Anda sudah menyamÂpaiÂÂkan hal itu kepada KepoliÂsian?
Kami sudah memberi masuÂkan kepada Kepolisian untuk meÂngÂamÂbil opsi terakhir, yakni menarik laporan tersebut, atau mengÂhenÂtikan penyidikan. Ini diÂlakukan guna meredam perÂtentangan peÂnetapan tersebut kian meluas.
Bagaimana kalau tidak diÂcabut dan tidak dihentikan peÂnyidikan dengan tersangka KeÂtua KPU?
Kalau tidak dicabut, kami teÂtap menyatakan dia sebagai terÂsangÂka. Itu aturan hukumnya. Catatan atau register itu tidak dapat dihaÂpus tanpa ada catatan yang sah juga.
Apa yang dilakukan KejakÂsaan?
Posisi kami saat ini adalah meÂnunggu perkembangan penyidiÂkan yang dilakukan Kepolisian. Apalagi saya baca di media bahÂwa tidak ada yang keliru dan tiÂdak ada yang salah dalam laÂporan itu.
Apa belum ada disampaikan secara lisan soal kesalahan itu?
Belum. Sampai saat ini belum ada surat terkait pencabutan atau penghentian penyidikan.
Oh ya, bagaimana tanggapan Anda soal jaksa makan siang berÂsama terdakwa?
Kami baru mendapat laporan bahwa jaksa itu mengantar terÂdakwa untuk melakukan pemeÂrikÂsaan kesehatan. Itu merupakan perintah majelis hakim.
Dalam perjalanan pas waktuÂnya makan, sehingga jaksa meÂmiliki tanggung jawab untuk memberikan makan terhadap orang yang di bawah tanggung jawabnya.
Tidak ada aturan hukum baku yang mengatur hal tersebut.
Tapi jaksa mempunyai kewajiÂban untuk menjaga terdakwa yang berada dalam tanggung jaÂwabnya. Nggak ada standar proÂsedur yang mengatur boleh maÂkan atau tidak dengan terÂdakwa.
Apa sudah dicek laporan itu?
Sekarang kami minta pengeÂceÂkan lebih lanjut terhadap peÂlakÂsanaan itu.
Bagaimana kalau terjadi peÂlanggaran hukum?
Kalau memang ada pelanggaÂran hukumnya ya akan ada sanksi sesuai derajat kesalahannya. SankÂsi ada tiga tingkatan, yakni hukuman disiplin tingkat ringan, sedang, dan berat.
Bagaimana kalau makan siang itu yang bayar terdakwa, buÂkankah itu pelanggaran?
Yang kami cek makan siang itu siapa yang bayar. Kalau yang baÂyar terdakwa, ya itu keliru.
Menurut informasi yang kami terima baru seperti itu. Intinya, setiap pelanggaran akan kami ambil tindakan sesuai mekanisÂme yang ada. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: