Mahkamah Agung (MA) kesulitan menemukan rekam jejak Ramlan Comel menjadi hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Sebab, Ramlan berasal dari hakim non-karier.
“Makanya saat seleksi peneriÂmaan calon hakim ad hoc, kami meminta masukan dari berbagai pihak. Tapi saat itu tidak ada laÂporan menjadi terdakwa kasus korupsi,’’ ujar Ketua Muda PeÂngaÂÂwasan Mahkamah Agung Hatta Ali kepada Rakyat MerÂdeka di Jakarta, Sabtu (15/10).
Seperti diketahui, majelis haÂkim yang memvonis bebas WaliÂkota Bekasi non aktif Mochtar Mohammad, Ramlan Comel perÂnah dijerat kasus korupsi di PT Bumi Siak Pusako, Juni 2005.
Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonisnya dua tahun penjara dan dikenai denda Rp 100 juta. SeÂtaÂhun kemudian, Pengadilan TingÂgi Riau menjatuhkan vonis bebas terhadap Ramlan. Tahun 2010, Ramlan menjadi hakim ad hoc.
Hatta Ali selanjutnya mengataÂkan, saat rekrutmen hakim non-karier, pihaknya bekerja sama deÂngan Pusat Pengkajian Sumber Daya Manusia (PPSDM) UI.
“Kalau hakim karier, kami tahu dari awal track record-nya. Untuk hakim non-karier, kami minta maÂÂsukan dari masyarakat mengeÂnai rekam jejak mereka,†papar Juru Bicara MA itu.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kalau prosesnya ketat, keÂnapa sampai kecolongan? Masak perÂnah jadi terdakwa kasus koÂrupsi menjadi hakim Tipikor?
Dibilang kecolongan tidak juÂga. Sebab, semua syarat formal suÂdah dipenuhi yang bersangÂkuÂtan. Kan kami sudah melakukan uji publik dengan melibatkan MaÂsyarakat Pemantau Peradilan InÂdonesia (MAPPI) dan sebagaiÂnya. Tapi masih ada juga kasus seperti ini.
Berarti kurang gesit dong, keÂnapa tidak ditanya ke PengadiÂlan Negeri Pekanbaru?
Saat itu, calon yang diseleksi kaÂmi umumkan di media massa untuk minta tanggapan masyaraÂkat terhadap calon-calon hakim ad hoc Tipikor. Kami juga meliÂbatÂkan kalangan praktisi hukum dan akademisi, seperti BamÂbang Widjojanto, Prof Indrianto Seno Adji. Mereka dilibatkan mulai dari tes tertulis hingga peÂnentuan kelulusan.
MA sering jadi sorotan kaÂrena banyak hakim yang diÂduga bermasalah?
Ini kan suatu integrated criÂmiÂnal justice system dalam perkara pidana. Ada keterkaitan antara satu institusi dengan insÂtiÂtusi lainÂÂnya. Pengadilan seÂbaÂÂgai lemÂbaga peÂmutus perÂkara. PeÂnyidik, peÂnunÂÂtut dan yang meÂngaÂdilinya beda.
Apabila ada putusan yang memÂÂberikan vonis bebas, jangan kita langsung mengecam. SeÂbaikÂnya diÂÂlihat dulu apakah meÂmang wajar dibebaskan atau tiÂdak. Itu yang perlu kita evaluasi. Sebab, haÂkim diÂtuntut secara profesioÂnal, menÂjalankan tugasÂnya sesuai ketenÂtuan. Tidak boÂleh diinterÂvensi.
Bagaimana kelanjutan dari kasus hakim Ramlan Comel?
Kami sudah melakukan pemeÂrikÂsaan terhadap majelis hakim yang menangani perkara Mochtar Mohammad. Yang melakukanÂnya Badan Pengawasan MA.
Hari Jumat (14/10) sudah dilaÂkukan pemeriksaan. Tapi saya beÂlum tahu hasilnya. Kami melaÂkuÂkan pemeriksan berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Apakah haÂkim daÂlam menjalankan tugas meÂngadili ada intervensi atau peÂngaruh dari siapapun kepada mereka.
Kapan hasilnya bisa diketaÂhui?
Segera mungkin, akan kita baÂwa ke pimpinan Mahkamah Agung. Jadi kami mengharapkan masuÂkan dari masyarakat mengeÂnai track record dari hakim terseÂbut dalam proses pemeriksaan ini. Karena kami tidak tahu apaÂkah ada pertemuan atau tidak, terÂkait dugaan penyimpangan kode etik, kecuali ada laporan dari maÂsÂyarakat. Kalau masyarakat tahu, silakan laporkan pada kami. NanÂti akan ditindaklanjuti.
Kalau terbukti bersalah?
Tentu hakim tersebut akan dikenakan sanksi. Sanksinya bagaimana, nanti kita lihat kadar kesalahannya.
MA disarankan mengajak KY dalam proses seleksi hakim ad hoc, tanggapan Anda?
Apabila Undang-Undang meÂnyatakan demikian, silakan saja, kami tidak masalah. Selama ini MA melibatkan banyak pihak. Kami menyeleksi hakim keterÂbuÂkaan. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: