RMOL. Seluruh elemen diharapkan berperan aktif dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan untuk perkembangan teknologi dan industri global.
Demikian disampaikan Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Institut Teknologi Sepuluh NoÂpemÂber (ITS), Irnanda LakÂsaÂnawan kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Selain itu, lanjut Deputi MenÂteri BUMN Bidang Usaha InÂdusÂtri Strategis dan Manufaktur ini, alumni perguruan tinggi juga haÂrus berperan aktif dalam peruÂmusÂan maupun pelaksanaan keÂbijakan nasional di bidang tekÂnologi dan pembangunan.
“Iatan alumni perguruan tinggi dapat berperan sebagai pusat inÂformasi, penelitian dan kajian, seÂhingga dapat memberi reÂkoÂmenÂdasi strategis tentang kebijakan publik,†paparnya.
Bisa disebutkan bagaimana konkretnya?
Alumni perguruan tinggi itu mengambil peran dan meÂmakÂsiÂmalkan potensi. Rencana PemÂbaÂngunan Jangka Panjang Nasional (RPJM) 2010-2014 mengaÂmaÂnatkan kita untuk memantapkan peÂnataan NKRI, Meningkatkan kualitas SDM, membangun keÂmaÂpuan iptek dan memperkuat daya saing perekonomian.
Apa pemerintah mendukung hal itu?
Tentu. Saat memberi kuliah umum di ITS, akhir tahun lalu, PreÂsiden SBY mengajak semua komÂponen untuk berpikir strÂaÂtegis, besar, melampaui dimensi ruÂang dan waktu. Presiden berÂharap, ITS dan Institut Teknologi Bantung (ITB), bisa menjadi perÂguruan tinggi terkemuka seÂmaÂcam Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika Serikat.
Presiden mengatakan itu kaÂrena beliau menyadari kalau bangÂÂÂÂsa ini memiliki idealisme. UnÂÂtuk itu, kita perlu menyumÂbangÂÂkan visi dan pikiran bagi keÂmajuan negeri tercinta ini.
Bagaimana peran IKA ITS?
Sudah mulai bagus sejak Cak Kristiono. Lalu diperkuat zaman Cak Dwi. Mulai ada even berÂkala, diskusi bersama, menÂduÂkung sinergi bisnis teknologi dan industri. Saya yakin, ke depan akan semakin bagus.
Apa yang kurang?
Menciptakan networking yang lebih terkonsep. Makanya harus ada data base yang kuat, tim ICT yang kuat, webside yang lebih interaktif dan ada moderator yang lebih dinamis.
Namun sejak kepengururan Cak Kristiono semua itu mulai diÂbuat, termasuk Lembaga Kajian KeÂbijakan Teknologi dan Industri TeÂnov yang betul-betul terjun langÂsung kepada masyarakat. Ke depan, kita tinggal melanjutkan dan fokus untuk meningkatkan semua hal yang dinamis.
Bagaimana kiprah alumni ITS di bidang industri?
Cukup banyak dan tersebar. Petrokimia, pupuk, persenjataan, kapal, panser, peledak, industri berat, equipment, power plant. NaÂmun, orang-orang ITS cenÂdeÂrung introvert, tak mau menonÂjolkan diri.
Ibaratnya, sudah dapat peÂkerÂjaan saja bersyukur. Sebetulnya, sikap menerima itu bagus. NaÂmun, sikap itu harus dibarengi deÂngan sikap lain, yakni harus memÂberikan yang terbaik, meÂnemÂpatkan diri sebagai leader di temÂpatnya masing-masing, seÂhingga dapat memberi kontribusi optimal terhadap perusahaan atau negara ini.
Di bidang kebijakan, apakah alumÂni ITS sudah punya pengaÂruh?
Ya berpengaruh. Namun, kita belum bisa membandingkannya dengan alumni perguruan tinggi lain yang usianya sudah lebih tua. Meski demikian, ITS memiliki alumni angkatan 1978, M Nuh yang pernah menjadi rektor terÂmuda di Indonesia, dan sekarang menjadi menteri dengan angÂgaran negara terbesar (KemenÂterian Pendidikan Nasional).
Walau hanya memiliki satu orang menteri dalam KIB II, damÂpaknya sangat besar terhadap bangsa dan negara. Sebab, penÂdidikan usia dini hingga perÂguÂruan tinggi berada di bawah kenÂdali Pak Nuh.
Kesuksesan Pak Nuh meruÂpaÂkan kesuksesan bangsa ini. Beliau bukan lagi milik ITS, tapi aset bangsa yang berperan besar dalam menentukan kompetensi dan daya saing Indonesia di masa depan.
Kalau kiprah alumni untuk meÂnentukan arah kebijakan inÂdusÂtri?
Cukup besar. Di Pertamina ada Rukmini Hadihartini, alumni ITS perempuan pertama yang menÂjaÂdi direktur pengelolaan. Itu posisi yang sangat penting. Di tempat lain, banyak juga yang berprestasi dan memberi warna.
Ya, sangat besar dong. Direksi BUMN kan sering diminta penÂdaÂpatnya untuk membuat keÂbijakÂan di departemen teknis. Saat ingin membuat undang-unÂdang, DPR juga mengundang BUMN-BUMN itu. Secara langÂsung atau tidak, alumni ITS sudah cukup mewarnai.
Menurut Anda, bagaimana kondisi perindustrian Indonesia saat ini?
Tergantung dari klaster dan bisnis portopolionya, apakah meÂnyangÂkut energi, komunikasi atau infrastruktur. Misalnya untuk enerÂgi, karena kebutuhan selalu meningkat, demand tidak pernah turun dan resources-nya makin terÂbatas, harganya pun semakin mahal. Hal itu membuat bisnis energi tidak pernah habis. KareÂnaÂnya, kita harus mencari dan mengembangakan sejumlah energi alternatif, seperti matahari, angin atau bioenergi.
Tapi, kalau industri yang sifatÂnya low technology, dan lebih meÂngÂandalkan manusia yang berÂpenÂdidikan tidak terlalu tinggi, maka akan pindah bayar mahal ke muÂrah, karena added value-nya tidak banyak. Karena itu, industri low to medium ini, harus ditingÂkatÂkan keterampilannya. Dengan deÂmiÂkian, meski low technology harÂganÂnya bisa mahal, jika kreaÂtiÂfiÂtasnya tinggi dan bagus.
Namun, banyak yang bilang industri kita terpuruk?
Industri maufaktur itu harus volume base. Kalau kebutuhÂanÂnya sedikit pasti unit cost-nya maÂhal. Nah, kalau kita lihat di InÂdoÂnesia volumenya sudah cuÂkup, kita harus melihat kebutuhan regional, harus memanfaatkan China-AFTA.
Manufaktur itu kan marginnya kecil, hanya sekitar lima persen. Jadi, kalau terkena bunga bank 10 persen atau kena pajak tinggi, bea masuk tinggi, atau ongkos transÂportasi tinggi, ya tidak bisa berÂsaing. Karena itu, kita harus meÂneÂmukan inovasi produk-produk baru agar kita mampu menembus pasar dan memenangkan perÂsaingÂan. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: