RMOL. Wakil Menteri yang kasak-kusuk melakukan lobi-lobi dinilai nggak layak menjadi menteri.
“Itu cara kotor, tidak bermarÂtaÂbat. Sebab, wakil menteri itu pemÂÂbantunya menteri. Apabila menteri kinerjanya gagal, maka wakil menteri itu juga gagal dong,†ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Bonie Hargens kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Menurutnya, wakil menteri yang bermanuver praktis seperti itu menimbulkan kegaduhan dan mengganggu kinerja kemenÂterian.
“Justru yang perlu direshuffle adalah sosok wakil menteri seÂperti ini. Orientasinya hanya mengeÂjar jabatan, bukan pengabÂdian,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Saya kira ya. Wakil menteri yang kasak-kusuk menjelang reshuffle kabinet, itu tidak pantas, tidak etis, tidak bermoral, seÂhingga tidak layak menjadi menteri.
Masa jabatannya digunakan jembatan untuk memperoleh jaÂbatan lebih tinggi dengan meÂngorbankan menterinya. Orang seperti itu nggak pantas menjadi menteri. Kecuali kalau wakil menteri itu dari kementerian yang berhasil. Kalau kementerian berÂhasil, ini berarti menterinya nggak diganti dong.
Apa kinerja wakil menteri ini perlu dievaluasi juga?
Kinerja mereka juga perlu diÂevaluasi. Sejauhmana telah berÂbuat membantu menteri demi mewujudkan program-program kementerian.
Menteri dan wakil menteri perlu harmonis. Jangan sampai wakil menteri itu menjadi beban bagi menteri.
Kenapa Presiden terlalu lama memikirkan reshuffle?
Ini berkaitan dalam penataan konstelasi koalisi. Partai mana dikurangi jatahnya, dan partai mana ditambah jatahnya.
Kalau jatah PKS dikurangi, maka Golkar akan minta tambah jatah. Atau Gerindra diajak, seÂhingga koalisi memperoleh sunÂtikan energi baru. Ini yang diÂpikirÂkan Presiden.
Apa itu saja?
Ini berkaitan dengan Pemilu 2014. Partai Demokrat butuh satu konstruksi politik yang bisa saling mendukung dan menguatÂkan. Bukan koalisi yang gontok-gontokan.
Apa pertimbangan politis itu begitu kuat dalam reshuffle ini?
Saya berkeyakinan seperti itu. Presiden ditekan kepentingan politik dari parpol koalisi.
Presiden tersandera, begitu?
Saya rasa demikian keaÂdaanÂnya.
Apa yang harus dilakukan Presiden?
Presiden harus berani mengÂganti menteri tanpa kepentingan politik. Tapi orientasinya adalah kinerja. Kalau kinerja sudah baÂgus, buat apa diganti, kecuali kaÂlau bermaslah secara hukum.
Saya rasa respons publik akan positif kalau Presiden menggunaÂkan acuan kinerja dalam reshuffle kabinet. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: