WAWANCARA

Bonie Hargens: Wakil Menteri Yang Kasak-kusuk Nggak Layak Menjadi Menteri

Selasa, 11 Oktober 2011, 07:11 WIB
Bonie Hargens: Wakil Menteri Yang Kasak-kusuk Nggak Layak Menjadi Menteri
Bonie Hargens

RMOL. Wakil Menteri yang kasak-kusuk melakukan lobi-lobi dinilai nggak layak menjadi menteri.

“Itu cara kotor, tidak bermar­ta­bat. Sebab, wakil menteri itu pem­­bantunya menteri. Apabila menteri kinerjanya gagal, maka wakil menteri itu juga gagal dong,” ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Bonie Hargens kepada Rakyat Mer­deka, kemarin.

Menurutnya, wakil menteri yang bermanuver praktis seperti itu menimbulkan kegaduhan dan mengganggu kinerja kemen­terian.

“Justru yang perlu direshuffle adalah sosok wakil menteri se­perti ini. Orientasinya hanya menge­jar jabatan, bukan pengab­dian,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa Presiden tidak akan memilih wakil me­n­teri yang bermanuver itu?      

Saya kira ya. Wakil menteri yang kasak-kusuk menjelang reshuffle kabinet, itu tidak pantas, tidak etis, tidak bermoral, se­hingga tidak layak menjadi menteri.

Masa jabatannya digunakan jembatan untuk memperoleh ja­batan lebih tinggi dengan me­ngorbankan menterinya. Orang seperti itu nggak pantas menjadi menteri. Kecuali kalau wakil menteri itu dari kementerian yang berhasil. Kalau kementerian ber­hasil, ini berarti menterinya nggak diganti dong.


Apa kinerja wakil menteri ini perlu dievaluasi juga?

Kinerja mereka juga perlu di­evaluasi. Sejauhmana telah ber­buat membantu menteri demi mewujudkan program-program kementerian.

Menteri dan wakil menteri perlu harmonis. Jangan sampai wakil menteri itu menjadi beban bagi menteri.

   

Kenapa Presiden terlalu lama memikirkan reshuffle?

Ini berkaitan dalam penataan konstelasi koalisi. Partai mana dikurangi jatahnya, dan partai mana ditambah jatahnya.

Kalau jatah PKS dikurangi, maka Golkar akan minta tambah jatah. Atau  Gerindra diajak, se­hingga koalisi memperoleh sun­tikan energi baru. Ini yang di­pikir­kan Presiden.


Apa itu saja?

Ini berkaitan dengan Pemilu 2014. Partai Demokrat butuh satu konstruksi politik yang bisa saling mendukung dan menguat­kan. Bukan koalisi yang gontok-gontokan.


Apa pertimbangan politis itu begitu kuat dalam reshuffle ini?

Saya berkeyakinan seperti itu. Presiden ditekan kepentingan politik dari parpol koalisi.


Presiden tersandera, begitu?

Saya rasa demikian kea­daan­nya.


Apa yang harus dilakukan Presiden?

Presiden harus berani meng­ganti menteri tanpa  kepentingan politik. Tapi orientasinya adalah kinerja. Kalau kinerja sudah ba­gus, buat apa diganti, kecuali ka­lau bermaslah secara hukum.

Saya rasa respons publik akan positif kalau Presiden mengguna­kan acuan kinerja dalam reshuffle kabinet.  [rm]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA