WAWANCARA

M. Lukman Edy: Masih Ributkan Bentuk Negara, Kita Tidak Akan Maju-maju

Senin, 03 Oktober 2011, 03:34 WIB
M. Lukman Edy: Masih Ributkan Bentuk Negara, Kita Tidak Akan Maju-maju
M. Lukman Edy
RMOL.Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Lukman Edy baru-baru ini melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan: Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (28/9).

Lukman menganggap, para napi tetap berhak diberi penger­tian tentang empat pilar kebang­saan.  

Mengapa pilih sosialisasi di tahanan? Berikut penuturan be­kas Menteri Pembangunan Dae­rah Tertinggal (PDT) ini kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Kenapa pilih sosialisasi 4 pi­lar di LP Cipinang?

Sosialisasi di hotel, kampus, sekolah, atau gedung-gedung pemerintah, itu sudah biasa dan sering. Padahal, kita punya rumah tahanan yang dihuni berbagai ma­cam orang dari berbagai kelas sosial, status ekonomi, dan latar be­lakang, tapi kini mereka ber­sama. Barangkali, rumah tahanan juga cermin dari kebhinekaan. Ya rumah tahanan itu salah satunya. Di penjara Cipinang banyak orang-orang besar. Ada politisi dan mantan pejabat negara. Ada juga para pelaku kriminal kecil-kecil sampai kriminal kelas kakap. Di sanalah mereka punya waktu luang memikirkan bangsa ini jauh lebih obyektif daripada yang di luar penjara.

Apa yang Anda sampaikan ke­pada mereka?

Saya menyampaikan Pancasila dan UUD 1945. Saya sampaikan bahwa secara konseptual nilai-nilai yang terkandung dalam Pan­casila dan UUD 1945 sudah ideal. Hanya masalahnya, imple­men­tasinya belum maksimal. Keti­dakadilan dan kemiskinan masih ada dimana-mana wa­lau­pun kea­dilanlah yang menjadi tu­juan kita ber­negara. Saya ajak mereka nanti kalau sudah ke­luar untuk ikut kembali mem­bangun negara. Mereka memang di masa lalu melakukan tindak pidana, tapi mereka sudah mene­busnya de­ngan hukuman penjara. Kita ti­dak boleh meng­­ha­kimi terus me­ne­rus ter­ha­dap orang yang sudah me­nebus ke­sala­han­nya.

Sosialisasi 4 pi­lar sudah Anda la­kukan di banyak tem­pat, apa yang Anda serap dari masya­rakat?

Masyarakat kita masih optimis bah­wa Pancasila ada­lah dasar negara yang sudah ideal, karena teruji dan terbukti. Mereka ber­pen­da­pat bahwa Pancasila cukup relevan de­ngan kehidupan ne­gara kita hari ini. Justru pada saat ini kita membutuhkan aktualisasi Pan­ca­sila. Pancasila ini akan men­jadi ber­arti dan berguna jika dijadikan praktek dalam ke­hi­dupan.

Sebagian masyarakat meng­ganggap Pancasila sudah tidak lagi relevan. Pendapat Anda?

Itulah masalahnya. Kita perlu memikirkan lebih keras lagi bahwa Pancasila itu menarik bagi orang muda. Oleh karena itu, kita akan lakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan ini lebih kreatif dan dekat dengan anak muda. Kita akan selenggarakan lomba penulisan artikel, mural, parade puisi, simulasi menjadi anggota DPR dan MPR untuk siswa dan santri, dan sosialisasi empat pilar selama 24 nonstop.

Kita perlu me­nyakinkan ma­sya­rakat bahwa NKRI adalah jalan yang sudah benar untuk men­­capai tujuan ber­negara. NKRI merupakan jalan cepat untuk mencapai keadilan dan ke­makmuran, bukan negara Islam. Kalau kita masih meribut­kan ben­tuk negara, kita tidak akan maju cara berpikirnya. Pada­hal, ko­rupsi dan kemiskinan ada di depan mata kita. Musuh kita hari ini adalah koruptor yang telah menggerogoti anggaran negara.

Kelompok minoritas di Indo­nesia, katakanlah, Ahmadiyah juga belum bisa hidup tenang dan damai seperti yang dijamin oleh Pasal 29 UUD 1945...

Ya itu juga masalah. Pasal 29 UUD 1945 memang menyebut­kan “Negara berdasar atas Ketu­hanan Yang Maha Esa dan Ne­gara men­­jamin kemer­dekaan tiap-tiap pen­duduk untuk me­me­luk agama­nya masing masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”.

Dalam prak­tek­nya kelompok ke­yakinan minoritas Ahmadiyah masih men­jadi korban dari aro­gansi ke­lompok mayoritas. Ini perlu men­jadi per­hatian kita semua, bahwa kita tidak boleh membiarkan sau­dara kita me­ngalami kekerasan karena ber­beda keyakinannya. Main hakim sendiri bukan hanya tidak tidak sesuai dengan negara hukum, tapi juga akan merusak sistem NKRI.

Lalu bagaimana menjaga agar negara kita tidak rusak atau bubar?

Saya mengajak pejabat negara dari pusat sampai tingkat desa dan aparat hukum untuk menge­luarkan kebijakan dan bekerja sesuai dengan nilai-nilai yang ter­kandung dalam empat pilar ke­bangsaan. Menjadi pejabat ne­gara itu artinya menjadi payung pelindung bagi semua warga negara apapun keyakinan dan aga­mannya.

Apakah sosialisasi empat pi­lar kebangsaan yang dilakukan MPR cukup efektif untuk men­cegah kerusakan yang lebih pa­rah di Indonesia?

Ibarat orang sakit, empat pilar memang bukan obat yang bisa cepat menyembuhkan. Tapi kita percaya bahwa empat pilar ini jika dipahami dengan baik dan benar akan menjadi modal yang kuat untuk membangun bangsa.

Empat pilar itu secara kon­septual dan kelembagaan sudah betul. Memang kita harus men­­­­ja­wab apatisme sebagian masyara­kat ter­hadap negara. Kita me­mang harus meningkat­kan ke­banggaan kita. Ya cara­nya kita harus segera menjawab atas per­soalan yang dihadapi bangsa ini. Kita ber­harap MPR bisa menjadi pendo­rong untuk mela­kukan perubahan yang le­bih baik bagi negara ini. Kita harus ta­namkan optisme kepada masya­rakat kita. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA