Ketua Majelis Hakim DjupÂriaÂdi telah mengetuk palu sebanyak tiga kali pada persidangan pemÂbaÂcaan duplik Bambang di PeÂngaÂdilan Tipikor (28/9). Artinya, rangkaian proses persidangan suÂdah memasuki tahap akhir. “UnÂtuk selanjutnya, kami, majelis hakim akan menjatuhkan vonis pada hari Rabu 5 Oktober 2011 jam 9 pagi,†katanya.
Seusai sidang pembacaan dupÂlik di Pengadilan Tipikor, BamÂbang mengaku pasrah dan tidak bisa berbuat banyak. MeÂnuÂrutÂnya, semua hal terkait pemberian vonis akan diserahkan seÂpeÂnuhÂnya kepada majelis hakim.
“Saya hanya berserah diri keÂpada Allah. Doakan saja semoga semua berjalan lancar,†katanya ketika dijumpai Rakyat Merdeka.
Meski terkesan pasrah mengÂhadapi vonis, Bambang sangat meÂnyesalkan sikap Jaksa PeÂnunÂtut Umum (JPU) yang meÂnurutÂnya, tidak mempertimbangkan keterangan saksi Gayus HaÂloÂmoan Tambunan sebagai fakta perÂsidangan. Padahal, menurut dia, keterangan Gayus adalah keÂsakÂsian yang jujur. Ketika itu, GaÂyus mengatakan tidak pernah menÂdapat arahan khusus dari KeÂpala Seksi Pengurangan KeÂbeÂraÂtan dan juga Direktur Keberatan dan Banding dalam menelaah keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT).
“Gayus menjelaskan bahwa diÂminta penyidik untuk merekayasa kasus agar dapat menjerat ataÂsanÂnya. Itu dilakukan karena merasa sakit hati karena surat peÂngangÂkaÂtan jabatan tidak ditandÂaÂtaÂngaÂni saya,†ucapnya.
Bahkan, lanjut Bambang, GaÂyus secara terang-terangan di muka Pengadilan Negeri Jakarta SeÂlatan meminta maaf kepadaÂnya, Humala Napitupulu dan Johny Marihot Tobing karena perÂkara PT SAT ini. Selain itu, Bambang menyatakan, Bank BRI tidak akan memberikan kredit jika aset yang dijadikan agunan masih utang. “Mana mungkin sebuah bank memberikan suatu pinjaman terhadap suatu hal yang masih utang,†tuturnya.
Namun, menurut JPU, BamÂbang terbukti melakukan keÂlaÂlaian dalam menelaah keberatan pajak perusahaan yang berkantor di Sidoarjo, Jawa Timur, tersebut.
“Kami tetap memohon hakim memutuskan Bambang Heru IsÂmiarso bersalah melakukan koÂrupÂsi bersama-sama dan menÂjatuhkan pidana penjara empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider penjara enam buÂlan,†kata jaksa Purnomo.
Jaksa menilai, Bambang terÂbukti bersalah mengakibatkan kerugian negara karena tidak mencermati laporan anak buahÂnya di Direktorat Jenderal Pajak, daÂlam hal ini Gayus Halomoan Tambunan dan Humala NapiÂtuÂpuÂlu. “Terdakwa melakukan perÂbuatan yang membahayakan penÂdapatan negara, terutama sektor pajak,†ujarnya.
Seharusnya, menurut jaksa PurÂnomo, Bambang mencermati laporan Gayus dan Humala yang tidak melakukan pengecekan ke lapangan. Padahal, pengecekan penting dilakukan untuk melihat apakah aset PT SAT tidak meÂngaÂlami pertambahan nilai selama mereka mengajukan keberatan pajak. “Karena Gayus ternyata haÂnya mempercayai foto-foto aset yang diserahkan wajib pajak,†tandasnya.
Jaksa Purnomo juga menilai Bambang melakukan kelalaian karena dalam dokumen persetuÂjuan terhadap keberatan pajak PT SAT, Bambang menyatakan sudah meminta tanggapan ahli. Padahal sebenarnya, hal tersebut tidak pernah ada. “Jadi, ini suatu keÂbohongan besar dan telah meÂlakukan berbagai macam rekaÂyasa,†ujarnya.
Sementara itu jaksa Erni Maramba mengatakan, hal yang memberatkan Bambang ialah sebagai pegawai negeri sipil eselon II
Ditjen Pajak, seharusnya menÂjadi contoh terdepan dalam memÂberi teladan masyarakat, tapi jusÂtru memanfaatkan sistem yang ada, sehingga bisa menurunkan kepercayaan masyarakat memÂbayar pajak. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, sopan selama persidangan, dan menanggung penghidupan keluarganya.
Jaksa kemudian menuding Bambang bersama Gayus TamÂbuÂnan telah berbuat tindakan yang merugikan keuangan negaÂra. Menurut jaksa Erni, kerugian negara yang timbul dalam kasus ini mencapai 570, 9 juta rupiah.
Sekadar mengingatkan, dalam perkara ini, tiga orang sudah meÂnangguk hukuman. Mereka ialah Gayus Tambunan, Humala NaÂpiÂtuÂpulu dan Maruli Pandapotan. GaÂyus, lantaran didakwa sekaliÂgus dengan perkara lain, maka huÂkumannya paling berat, yakni 12 tahun penjara.
Sedangkan HuÂmala diputus hukuman 2 tahun penÂjara dan denda Rp 50 juta daÂlam tahap banding di PengaÂdilan Tinggi DKI Jakarta pada Juni 2011. Adapun Maruli Pandapotan divonis 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta di PeÂngaÂdiÂlan Negeri Jakarta Selatan pada Februari 2011.
Tanpa Penelitian Terima Keberatan Pajak
Reka ulang
Bekas Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal BamÂbang Heru Ismiarso dituding JPU melawan hukum. Ia diÂangÂgap lalai karena tidak berÂkoorÂdinasi dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sidoarjo, Jawa TiÂmur, perihal perÂmoÂhonan keberaÂtan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT).
Dalam dakwaan, jaksa Freddy Simandjuntak menyebutkan, PT SAT selaku wajib pajak mengaÂjukan keberatan pajak pada Ditjen Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN PaÂsal 16 D Nomor 00007/237/04/617/07 Tahun 2004. Atas dasar perÂmohonan keberatan itu, KPP SiÂdoarjo meneruskan perÂmoÂhoÂnan itu kepada Direktorat KeÂbeÂratan dan Banding.
Tapi setelah surat keberatan samÂpai pada Bambang, JPU meÂnilai Bambang tidak menanyakan lebih dahulu uraian keberatan dari KPP atau Kanwil Pajak seÂtempat. Alhasil, pada 4 April 2007, Bambang memberikan disÂposisi kepada Kasubdit PeÂnguÂrangan dan Keberatan dengan perintah untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Menurut JPU, meski tak punya argumen dari Kanwil Jawa Timur selaku pemeriksa, Bambang tetap menerbitkan surat tugas No ST-1068/PJ.071/2007 tanggal 9 Mei 2007. Surat itu berisi perintah keÂpada Marjanto (Kasubdit PeÂnguÂrangan dan Keberatan), Maruli Pandapotan (Kasi Pengurangan dan Keberatan), Humala NapiÂtupulu (Penelaah Keberatan) dan Gayus Tambunan selaku pelakÂsana untuk melakukan penelitian terhadap permohonan keberatan dan penghapusan sanksi adÂmiÂnistrasi PT SAT.
Pasca dilakukan pembahasan antara Gayus, Humala dan HinÂdarto Gunawan, JPU mendakwa bahÂwa Maruli memerintahkan GaÂyus menerima keberatan wajib paÂjak. Sehingga, tanpa melakuÂkan peÂnelitian yang tepat dan meÂnyeÂluruh terhadap PT SAT, GaÂyus memÂbuat laporan yang diÂtuangÂkan dalam laporan peneÂliÂtian NoÂmor LAP-656/PJ.071/2007 tangÂgal 9 Agustus 2007 tenÂtang lapoÂran penelitian keberatan PT SAT.
Menurut JPU, setelah laporan itu ditandangani Gayus, Humala, Maruli dan Jhony Marihot Tobing selaku Kasubdit Pengurangan dan Keberatan, laporan itu diÂserahkan pada Bambang Heru unÂtuk diteliti. Tetapi, setelah Bambang meneriÂma laporan, JPU menuding BamÂbang telah melaÂwan hukum kareÂna tidak menelitinya.
Bambang malah langsung meÂnyetujui konsep laporan yang diÂbuat Gayus secara asal. Bambang pun menandatangani hasil peneÂliÂtian tersebut. Artinya, pemÂbaÂyaÂran pajak yang dilakukan PT SAT seÂbesar Rp 429, 2 juta dianggap seÂbaÂgai pemÂbayaran lebih dan haÂrus diÂÂkemÂbalikan pada PT SAT.
Kasus Seperti Ini Akan Terulang
Hifdzil Alim, Peneliti LSM PUKAT
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Hifdzil Alim menilai, perkara mafia paÂjak seperti yang menjerat Gayus Tambunan Cs akan terulang seÂlama aparat penegak hukum leÂmÂah dalam melakukan peÂngaÂwasan di Direktorat Jenderal PaÂjak. Karena itu, dia meÂnyeÂruÂkan kepada KPK agar turun taÂngan mengawasi Ditjen Pajak.
“Saat ini pengawasan masih sangat lemah. Mungkin, karena seÂkarang muncul beberapa kaÂsus besar, sehingga kasus yang lama menjadi terbengkalai. Ini sebenarnya persoalan klasik yang tak kunjung ada jalan keluar,†katanya.
Menurutnya, kasus Gayus tak hanya berhenti sampai tingÂkat Direktur Keberatan dan BanÂding Ditjen Pajak. Hifdzil menilai, kasus seperti itu bisa menjerat pejabat tinggi lainnya di Ditjen Pajak asalkan ada keÂmauan besar dari tim penyidik untuk melakukan pengemÂbaÂngan. “Saat itu yang menjadi peÂnyidiknya Polri kan. Nah, saya harap mereka mau meÂngembangkan perkara itu suÂpaya tak tebang pilih,†ucapnya.
Hifdzil menengarai, kasus seperti itu tak hanya terjadi pada bagian keberatan dan banding Ditjen Pajak saja. Menurutnya, semua sektor di Ditjen Pajak berÂpotensi untuk melakukan pelanggaran. “Aparat perlu meÂlakukan sisi pencegahan dengan baik. Kalau tidak, maka kasus ini akan terus naik ke permuÂkaan,†tandasnya.
Karena itu, dia juga meminta Dirjen Pajak untuk mengawasi dan melakukan pembenahan inÂternal secara mendalam. SeÂhingÂÂga, seluruh pegawai Ditjen Pajak dapat terkontrol dalam menjalankan tugasnya.
“Sebagai pucuk pimpinan harusnya bisa mengawasi anak buahnya, bahkan jangan ragu untuk memberikan sanksi tegas kepada setiap jenis pelangÂgaran,†katanya.
Ada Dua Hal Belum Terjawab
Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin berÂpendapat, meski secara perÂlaÂhan rekan-rekan Gayus TamÂbuÂnan di Ditjen Pajak dijatuhi huÂkuman penjara oleh majelis haÂkim, namun bukan berarti kasus mafia pajak sudah berakhir. Soalnya, kasus itu masih meÂngandung pertanyaan sangat besar yang belum terjawab hingga kini.
“Pertama, siapa itu yang meÂnyuap Gayus. Kemudian siapa pula pejabat tinggi di Ditjen PaÂjak yang juga terlibat dalam kaÂsus itu. Kalau dua hal ini belum terjawab, kami di Komisi HuÂkum sangat kecewa dengan peÂnuntasan kasus ini,†katanya.
Karena itu, Didi tidak perÂcaya kalau kasus Gayus ini haÂnya berakhir sampai tingkat DiÂrektur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak. Menurutnya, peÂnyidik Polri perlu untuk meÂngembangkan kasus ini sampai tuntas. “Logikanya, Gayus saja daÂpat miliaran rupiah. BagaiÂmana dengan pejabat tinggi lainÂnya. Harus ditelusuri asal usul duitnya itu,†ujarnya.
Khusus untuk perkara BamÂbang Heru, Didi meminta maÂjeÂlis hakim Pengadilan Tipikor memÂberikan vonis maksimal terÂhadap bekas Direktur KebeÂraÂtan dan Banding Ditjen Pajak itu. Menurutnya, pemberian voÂnis maksimal akan memberikan rasa takut bagi para mafia pajak yang hingga kini belum terÂsenÂtuh hukum. “Untuk pemÂbeÂlaÂjaÂran juga pada nantinya,†kata politisi Demokrat ini.
Ketua DPP Partai Demokrat ini mengatakan, pajak meÂruÂpaÂkan sektor yang amat penting bagi suatu negara. Sehingga, lanÂjut dia, jika penanganan paÂjak banyak yang menyimpang, maka masyarakat Indonesia akan malas membayar pajak.
Untuk itu, ia menambahkan, ada tiga sistem yang harus diÂsertakan untuk reformasi dalam tubuh Ditjen Pajak, yaitu sistem kebijakan, sistem hukum perÂpaÂjaÂkan, dan sistem administrasi perpajakan.
“Saat ini saja, sudah berapa wajib pajak yang belum mau membayar pajak lantaran uangnya itu takut disaÂlahÂguÂnaÂkan?†tandasnya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: