Menurut aktivis hukum itu, apabila kasus ini mau fair, maka harus dicek bagaimana mekaÂnisÂme pemeriksaan yang dilakuÂkan KPK dan juga bagaimana surat undangan dikirimkan. PerÂmaÂsaÂlahan ini tidak lepas dari perÂsepsi masing-masing lemÂbaga.
“Dalam psikologi disebut myopic egosentrik. Artinya orang melihat masalah dari sisi dirinya sendiri. Tidak dari sisi yang komÂprehensif,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Apa yang dilakukan untuk peÂnyelesaian polemik ini?
Masalahnya ada di dalam kateÂgori myopic egosentrik. Melihat masalah yang ada di depan mata. Tapi sebenarnya ada masalah yang lebih besar lagi. Saya berÂharap apabila kita bisa melihat masalah ini dengan lebih utuh, pasti ada jalan keluarnya.
Anda bilang harus dicek cara pemeriksaan, memangnya KPK ada yang salah dalam melakuÂkan pemeriksaan?
Selama pengalaman saya jadi advokat, penyidik punya berbaÂgai modus dalam menyidik suatu kasus. Ada yang dari case ke sisÂtem, atau dari sistem ke case.
Misalnya dari sistem ke case, penyidik akan bertanya proses di dalam kasus ini baÂgaimana. Baru kemudian menÂcoÂcokkan deÂngan data yang ada. Itu diÂÂsebut metode klaÂriÂfikasi.
Bagaimana dari case ke sisÂtem?
Kalau dari metode ini, penyiÂdik akan langsung bertanya meÂngeÂnai kasus, karena penyiÂdik sudah yakin dengan sistem. Untuk kaÂsus pemanggilan pimÂpiÂnan Banggar ini, saya tidak mengerti. Tapi dari metode perÂtaÂnyaannya bisa kita lihat arahÂnya mau keÂmana. Kalau penyiÂdik yang baik, akan menjelaskan masalahnya, dan meminta dijeÂlasÂkan sistemÂnya, kecuali kalau yang ditanya adalah tersangka. Komunikasi dalam metode peÂmeriksaan beÂgitu penting, agar orang yang diperiksa merasa nyaman.
O ya, apa Anda punya obsesi jadi pimpinan KPK?
Salah satu yang harus dimiliki seseorang adalah persistent. Dia akan terus menerus melakukan sesuatu yang menjadi fokusnya. Saya dari dulu aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Lalu menjadi advokat, dan mengajar apa yang menjadi kompetensi saya. Dalam konteks itu saya menjadi bagian dari orang-orang yang fokus dengan anti-korupsi.
Anda ingin terus concern di situ?
Kita baru disebut orang yang baik apabila kita terus-menerus berlomba-lomba mengejar keÂbaikan. Itu didasarkan pada komÂpetensi yang kita miliki. Kalau bergerak di bidang lain, itu bukan kompetensi saya.
Saya sederhana saja, bahwa saya melakukan apa yang menÂjadi kompetensi saya. Dan itu sudah menjadi bagian persistent yang saya lakukan.
Anda dianggap membahayaÂkan bagi koruptor, tanggapanÂnya?
Bagi saya hal-hal seperti itu harus dimengerti dan menjadiÂkan itu sebagai tantangan. Ada orang yang tidak suka, tetapi tiÂdak beÂrani mengungkapkan, dan itu sah-sah saja.
Intinya, bagaimana saya meÂngelola distorsi informasi yang bisa melemahkan. Saya simple saja, kalau saya dipilih AlhamÂduÂlillah. Kalau tidak, ya tidak masaÂlah. Saya rasa masih banyak meÂdan pengabdian dalam usaha pemberantasan korupsi.
Bagaimana Anda melihat kasus Bank Century?
Saya mesti banyak belajar seÂbenarnya. Tapi kalau Anda pelaÂjari secara benar, ada tiga clusÂter dalam kasus itu. Yaitu, maÂÂsaÂlah ketika merger awal, masaÂlah ketika bailout sudah dipuÂtusÂkan, dan masalah pengeloÂlaan dana itu.
Kalau saya bandingkan deÂngan kasus Nixon dan Tanaka, kasus itu bisa dibongkar karena ada orang-orang yang meneÂrima dana. Dalam kasus Bank CenÂtury, yang menjadi pertaÂnyaan, apakah kita punya alat bukti untuk mengÂungkap aliran dana itu. Kan ada tiga cluster, kita harus menenÂtuÂkan konsenÂtrasi kita mau memÂbidik ke arah mana.
Kasus itu harus ditangani KPK?
Semua kasus yang potensial diangkat, harus diangkat. SehaÂrusnya yang juga menjadi perÂhatian kita adalah sistem yang memproduksi kasus itu, bukan hanya sebatas menangani kasus tersebut.
Sejauh ini KPK tidak meneÂmuÂkan alat bukti, bagaimana tuh?
Saya tidak bisa berkomentar lebih jauh dalam hal ini. keÂmamÂÂpuan saya membaca kasus tidak secanggih teman-teman di KPK. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: