Modal Rp 561 M Untuk Merpati Turun Oktober

Semula Dijadwalkan Cair Maret

Sabtu, 01 Oktober 2011, 01:34 WIB
Modal Rp 561 M Untuk Merpati Turun Oktober
PT Merpati Nusantara Airlines (MNA)
RMOL.Penyertaan Modal Negara (PN) yang rencananya diberikan kepada PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) pada Maret 2011 sampai sekarang belum terlaksana. Penyebabnya, proses kajian yang dilakukan pemerintah dan Perusahaan Pengelola Aset belum selesai.

Padahal duit tersebut akan di­gunakan MNA untuk mem­per­baiki kondisi keuangan peru­sa­haan penerbangan pelat merah tersebut yang sedang mengalami kerugian.

Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan PT MNA, PT PAL, PT DI, dan De­puti Bi­dang Restrukturisasi dan Pe­ren­ca­naan Strategis Kemen­terian BUMN, di Senayan, Ja­karta, Ra­bu lalu .

Dalam RDP tersebut, Komisi VI DPR mendesak dan mem­berikan tambahan waktu pencai­ran PMN kepada PPA untuk mengkaji usulan tambahan PMN kepada ketiga perusahaan BUMN, paling lambat 15 Oktober 2011.

Semula MNA pernah meng­ajukan Penyertaan Modal Negara (PMN)  sebesar Rp 548 miliar, ta­pi berdasarkan keputusan Ko­mite Restrukturisasi dan Re­vitalisasi (RR) diputuskan bahwa penam­bahan PMN untuk MNA sebesar Rp 561,6 miliar dalam APBN-P tahun 2011.

Keputusan itu berdasarkan per­setujuan Komite RR, surat Men­teri Keuangan Nomor S-377/MBU/2011 tanggal 27 Juni 2011, ha­sil rapat Komisi VI DPR RI tang­­gal 4 Juli 2011, hasil rapat Ba­dan anggaran DPR tanggal 14 Juli 2011 dan surat Menteri Keua­ngan Nomor: S-486/MK.06/2011 tanggal 22 Agustus 2011.

Menanggapi hal tersebut, Di­rek­tur Utama MNA Sardjono Jhony Tjitrokusumo menyayang­kan tertundanya pencairan dana PMN yang semula diberikan pada Maret, diundur menjadi Ok­tober. Namun ia mengaku pasrah terha­dap keputusan tersebut demi ke­majuan dan perkembangan MNA.

Tercatat, sampai Juli 2011 MNA selalu mengalami keru­gian.  Januari 2011 MNA merugi se­­besar Rp 26,9 miliar, Februari Rp 37,5 miliar, Maret Rp 46,9 mi­liar, April Rp 42,2 miliar, Mei Rp 47,6 miliar, Juni 27,9 miliar, dan Juli masih mengalami kerugian sebesar Rp 12,5 miliar.

Karena itulah Jhony meng­harapkan PMN segera dicairkan pemerintah untuk pengembangan dan pelaksanaan bussiness plan. Tak hanya itu, faktor lain yang menghambat kegiatan MNA ada­lah semakin terbatasnya alat pro­duksi milik Merpati, kondisi se­bagian besar sudah tidak layak ope­rasi, dan ada beberapa yang harus dilakukan revitalisasi.

“Alat produksi sewa Merpati kondisinya sudah tidak servi­cea­ble engine overhaul, terkendala biaya, di­putuskan sewa engine. Dibutuh­kan biaya besar untuk membuat seluruh pesawat serviceable lagi,” katanya.

Dijelaskan, dana PMN sebesar Rp 561 miliar dari Komite RR yang dicairkan Oktober rencana­nya kan digunakan untuk mem­biayai perawatan pesawat dan overhaul mesin sebesar Rp 320,4 miliar, kebutuhan operasional Rp 156,4 miliar, investasi MMF Rp 13,1 miliar, investasi sistem tek­no­­logi informasi Rp 20,6 miliar, dan dana penguatan operasional Rp 51,1 miliar.

Dikatakan, kendala yang diha­dapi akibatnya tertundanya pro­ses pencairan PMN berakibat ren­cana alat produksi menjadi ti­dak tercapai pada 2011 dan ter­tun­da­nya pembayaran kewajiban mem­­bayar utang, dan keuangan yang dimiliki MNA tidak cukup un­tuk  membiayai investasi dan pem­ba­yaran hutang dagang.

“Keterlambatan pencairan PMN berakibat tidak tercapainya alat produksi, revenue maupun tertundanya pembayaran kewaji­ban, sehingga berdampak me­ning­katnya utang. Dampaknya juga akan menganggu program opera­sional perusahaan,” terang­nya.

Menanggapi hal tersebut, Jhony mengusulkan, supaya tidak meng­ganggu kegiatan operasio­nal Mer­pati pada 2012, maka di­per­lu­kan tambahan anggaran se­besar Rp 250 miliar. Serta untuk mem­perbaiki neraca perusahaan, maka tidka cukup dengan aksi kor­po­rasi saja, namun juga harus di­la­ku­­kan melalui kebijakan pe­me­gang saham.

“Untuk 2012 diperlukan tam­bahan anggaran sebesar Rp 250 mi­­liar, yang diusulkan dalam ben­­tuk PMN dan bersumber dari APBN 2012. Perbaikan neraca pe­rusahaan juga tidak cukup de­ngan aksi korporasi saja, tapi ha­rus dilakukan dengan kebija­kan pe­megang saham dengan cara meng­konversi saldo utang  SLA-1 dan SLA-2 menjadi ekui­tas, se­hingga ekuitasnya menjadi po­sitif,” jelasnya.

Tak habis akal, sambil me­nung­gu PMN yang belum cair, mana­jemen MNA merencanakan ke­giatan empat poin penting. Per­tama, melakukan negosiasi de­ng­an vendor pesawat untuk meng­urangi tarif sewa pesawat. Kedua, penambahan armada de­ngan vendor baru mengganti­kan arma­da yang tidak berope­rasi, ka­rena umur mesin yang ha­bis atau ka­rena vendor yang tidak me­nye­tu­jui penurunan harga se­wa pe­sawat.

Ketiga, menunda pembayaran terhadap beberapa biaya opera­sional sebagai upaya mengatasi ke­­terbatasan dana dan hal ini me­nyebabkan kenaikan kewaji­ban perusahaan pada beberapa vendor. “Kami juga berusaha me­la­kukan peningkatan top up pen­jualan se­bagai upaya mem­per­kuat arus kas perusahaan,” ha­rapnya.

Tunggu Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham

Pandu Djayanto, Deputi Kementerian BUMN

Deputi  Bidang Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis Ke­menterian BUMN, Pandu Dja­yanto mengatakan, Pemberian PMN kepada BUMN Industri Strategis seperti PT Dirgantara Indonesia, PT MNA dan PT PAL merupakan komitmen pemerin­tah untuk menyehatkan kembali perusahaan tersebut.

Dikatakan, PMN untuk Mer­pati dan Dirgantara Indonesia su­dah disetujui tinggal pencairan­nya saja, sedangkan PMN untuk PAL harus terlebih dahulu me­nyampaikan kajian penggunaan dana.

“Hal ini dalam rangka revita­lisasi dan restrukturisasi sesuai dengan kajian PPA dan hasil rapat Ko­mite Restrukturisasi dan Re­vitalisasi BUMN pada 7 Juni 2011. Dana restrukturisasi dan re­vitalisasi menggunakan dana ta­langan dari PPA sambil me­nung­gu pencairan dana PMN,” katanya membacakan risalah­nya dalam RDP dengan Komisi VI DPR dengan PT MNA, PT PAL, PT DI, di Senayan, Jakarta, Rabu lalu .

Kepada ketiga BUMN itu telah diberikan dana rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) sekitar Rp 675 miliar sebagai emergency plan. Tam­bahan dana yang akan di­terima PT DI sebesar Rp 2 triliun.

Sementara untuk PT MNA, diputuskan bahwa penambahan PMN sebesar Rp 561,6 miliar da­lam APBN-P tahun 2011. Ke­pu­tusan itu berdasarkan persetujuan Komite RR, surat Menteri Keua­ngan Nomor S-377/MBU/2011 tanggal 27 JUni 2011, hasil rapat Komisi VI DPR RI tanggal 4 Juli 2011, hasil Banggar DPR RI tanggal 14 Juli 2011 dan surat Men­teri Keuangan Nomor: S-486/MK.06/2011 tanggal 22 Agustus 2011.

“Saat ini, pencairan dana tala­ngan tersebut sedang dalam proses persetujuan RUPS Mer­pati sebagai penerima dana,” ujar Pandu.

Selain itu, ketiga BUMN In­dustri Strtategis ini juga meng­usulkan PMN tambahan pada tahun anggaran 2012 sebesar Rp 1 triliun untuk Dirgantara Indo­nesia, sebesar Rp 1,3 miliar untuk PAL Indonesia, dan PT Merpati sebesar Rp 250 miliar.

“Direksi BUMN yang bersang­kutan juga diminta segera me­nyam­paikan usulan tambahan PMN tersebut kepada Menteri BUMN sesuai dengan mekanis­me yang berlaku,” kata Pandu. Adapun dana PMN Merpati un­tuk keperluan maintenance & over­haul Rp 320,4 miliar, defisit arus kas Rp 156,4 miliar, inves­tasi Merpati Maintenance Facility Rp 13,1 miliar, investasi sistem IT Rp 20,6 miliar, dan penguatan ope­rasional Rp 51 miliar.

Evaluasi Pemberian PMN

Nasril Bahar, Anggota Komisi VI DPR

Pemberian Penyertaan Mo­dal Negara (PMN) kepada be­berapa perusahaan pelat merah diharap­kan tidak menjadi ajang pembo­rosan uang negara. PMN yang di­bentuk pemerin­tah di­nilai meru­pakan langkah positif dalam me­ningkatkan pe­nye­rapan anggaran belanja ne­gara.

DPR dan pemerintah akan me­mastikan PMN mampu me­ning­­katkan penyerapan ang­garan belanja negara berupa investasi kepada sektor publik se­perti pem­biayaan terhadap pem­bangunan infrastruktur dan pemberian ja­minan kepada kre­dit usaha rakyat.

“PMN Hampir setiap tahun diberikan. Oleh karena itu, ja­ngan hanya sebagai mengha­bis­kan anggaran pemerintah. Kita juga harus mengevaluasi semua PMN yang telah diberi­kan beru­pa tindak lanjut dan ca­paian-ca­paiannya. Atau paling tidak ada pengawasan intensif. Hal ini men­jadi patokan bagi pemerin­tah untuk memahami BUMN yang berhak PMN dan mana yang tidak,” kata Ang­gota Ko­misi VI DPR, Nasril Bahar, ke­marin.

Sebelumnya politisi PAN ini menyarankan pemerintah harus mengkaji betul dana yang akan dialokasikan se­bagai PMN terhadap proyek-proyek yang akan dikerjakan perseroaan, be­rapa keuntu­ngan yang akan di­peroleh pemerintah, berapa la­pangan pekerjaan yang tercipta baik lokal maupun nasional

Menurutnya, Kementerian BUMN harus memberikan ke­putusan yang jelas terhadap ki­nerja, orientasi, visi dan mi­si se­sungguhnya yang diem­ban Mer­pati.

“Rencana kerja Merpati se­lalu bertentang dengan kon­disi yang sesungguhnya. Di satu sisi, po­sisi Merpati seba­gai perusa­haan harus untung, tapi mengemban tugas negara yang berat juga, se­ba­gai peng­hubung antar pulau. Ke­untu­ngan dan beban opera­sional tidak sesuai,”tukasnya.

Kalau Ditunda Rugikan Perusahaan

Arief Poyuono, Ketua Presidium FSP BUMN Bersatu

Keputusan diundurnya pen­­­cairan dana Penyertaan Modal Negara sebesar Rp 561,6 miliar untuk PT Merpati Nu­santara Airlines bisa beraki­bat kepada business plan dan memperlam­bat kinerja peru­sahaan.

“Kita harus menghargai kerja keras Kementerian BUMN dan PPA. Mungkin ini implikasi dari pim­pinan Banggar (Badan Ang­ga­ran) DPR yang dipang­gil KPK, pe­kerjaan mereka men­­jadi tidak fo­kus. Aki­bat­nya, pemba­hasan RAPBN men­­­jadi tertunda ter­ma­suk PMN bagi Merpati, PT PAL, dan PT DI,” kata Ketua Pre­si­­dium Fe­derasi Seri­kat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Po­yuono, kemarin.

Arief juga membenarkan, lam­­batnya pencairan PMN ju­ga bisa berakibat bertam­bah­nya utang perusahaan pelat me­rah, dan mengacaukan rencana stra­tegis.

“Kalau ditunda bisa merugi­kan perusahaan. DPR sudah ber­ko­­­­mitmen untuk mem­ban­tu peru­sa­haan BUMN yang se­dang meng­alami kon­disi buruk. Segera di­cairkan PMN itu, ini juga su­dah men­jadi kewajiban pe­merintah, dan perbaikan ken­dala biro­krasi. Sehingga bus­siness plan­nya menjadi te­ra­rah,” ujarnya.

Dijelaskan, jumlah armada yang dimiliki Merpati tidak se­banding dengan jumlah pega­wai. Dampaknya, beban yang di­tang­gung MNA sema­kin be­rat. “Mer­pati meng­ha­rap­­kan ada­­­nya tam­bahan ang­garan un­tuk pembelian ar­ma­da baru un­tuk meng­im­bangi jumlah pe­ga­wainya sehingga lebih ekono­mis. Mi­nimnya ang­garan mem­buat mengaki­batkan kon­disi ar­ma­da dan mesinnya tidak layak pakai, dan kurangnya pera­wa­tan,” sesalnya.

Dipercaya Kendalikan Penerbangan Perintis

Sekilas Merpati

Pada tanggal 6 September 1962, ditetapkan pendirian Pe­rusahaan Negara Merpati Nu­santara yang bertugas menye­lenggarakan perhubungan uda­ra di daerah-daerah dan pe­ner­­­­ba­­ngan serba guna serta me­­­­ma­­ju­­kan segala sesuatu yang ber­­kai­tan dengan angku­tan udara da­lam arti kata yang se­luas-luasnya.

Aset pertama perusahaan terdiri dari : 4 pesawat De Ha­villand Otter DHC-3, dan 2 Da­kota DC-3 milik AURI. Tugas operasinya yang pertama ialah menghubungkan Jakarta de­ngan Banjarmasin, Pang­ka­lan­bun, dan Sampit, serta Jakarta-Pontianak.

Di tahun 1970 Merpati sudah mampu mengembangkan ope­ra­sinya dengan menerbangi rute-rute jarak pendek (feeder li­ne operation), khususnya se­jak pesawat HS-748 bergabung dengan armadanya. Perluasan operasi itu dapat berhasil berkat penerapan program yang tepat, dan adanya perkembangan or­ganisasi serta manajemen yang tangguh.

Pada tahun 1974 ‘Pener­ba­ngan Perintis” yang disubsidi pe­merintah secara resmi dise­rah­kan kepada Merpati untuk mendukung sektor transportasi, khususnya sub sektor transpor­tasi udara yang mempunyai pe­ran penting dalam memper­ta­hankan kemajuan nasional.

Tujuan penerbangan perintis antara lain membuka isolasi ke daerah-daerah yang terpencil dan juga menghubungkan kota-kota yang sulit dicapai dengan mo­da transporatsi lain, dan me­lancarkan kegiatan admi­nis­trasi. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA