WAWANCARA

Amidhan: Buktikan Usai Lebaran Nggak Ada Lagi Korupsi

Rabu, 31 Agustus 2011, 11:30 WIB
Amidhan: Buktikan Usai Lebaran Nggak Ada Lagi Korupsi
Amidhan
RMOL. Bulan Ramadhan bagi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidhan, bukan hanya sekadar membangun hubungan vertikal dengan Tuhan. Tapi juga bia mewujudkan cita-cita bangsa.

caranya, mem­bangun integ­ritas diri seseorang demi pengab­di­an untuk negara. “Di bulan Ra­madhan kita ber­puasa. Itu bentuk latihan untuk bersikap jujur,” ujar Amidhan ke­pada Rakyat Merdeka di Jakarta, Sabtu (27/8).

Menurutnya, ibadah puasa itu sifatnya sangat rahasia, karena yang tahu  hanya Tuhan dan orang itu.

“Sama seperti korupsi, walau belum terungkap, tapi Tuhan tahu yang dilakukan orang itu. Yang korupsi berarti tak tahu arti pua­sa. Mari buktikan seusai Lebaran nggak ada lagi korupsi,’’ ucapnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Bagaimana Anda mema­k­nai Idul Fitri?
Saya memaknainya diri kita kem­bali pada kesucian atau fit­rah, bersyukur atas keme­nangan yang diraih. Selama sebulan kita ber­korban dan menghadapi rin­ta­ngan. Lebaran berarti kita lulus d­a­lam ujian itu.

Apa yang dicapai?
Ada dua hal. Pertama, mem­bangun integritas diri, sehingga menghasilkan kesalehan individual. Kedua, menjadi orang baik terhadap sesama dengan wujud suka berbagi. Ini disebut kesalehan sosial.

Bagaimana dengan zakat?
Bulan puasa itu taman meraih pahala. Sebab, semua kebajikan yang kita buat diganjar pahala 10 hingga 700 kali lipat. Pa­halanya berlimpah. Maka ketika Lebaran kita kem­bali suci seperti bayi baru lahir. Sebagai tandanya, kita ha­rus mengeluarkan zakat fit­rah yang diwajibkan kepada se­tiap orang yang mampu.
 
Anda memaknai zakat itu seperti apa?
Syarat orang mengeluarkan za­kat fitrah bila seseorang masih punya makanan untuk hari itu. Makanya, zakat fitrah dimak­sud­kan ketika Lebaran tidak boleh ada orang kelaparan. Tidak boleh ada orang miskin. Ini seba­gai lang­­kah pengentasan ke­mis­kinan dengan membagikan kepada yang ber­hak sebelum shalat Idul Fitri.

Bagaimana pengentasan kemiskinan?
Selain zakat fitrah, ada zakat mal yang merupakan subsidi orang kaya kepada orang miskin. Namun  ini bisa diendapkan lalu bisa digunakan sebagai dana ber­gulir. Sifatnya tidak konsumtif, tetapi produktif. Dikumpulkan dulu lalu bisa dijadikan dana ber­gulir tapi jelas sasarannya, yaitu masyarakat miskin.

Orang tidak mampu diber­da­ya­kan dengan zakat mal sebagai upa­ya pengentasan kemiskinan. Sebab, adanya orang miskin  ga­ra-gara kesalahan sistem. Apa­lagi Indonesia yang sangat kaya alam­nya hanya salah sistem pe­nge­lolaannya saja.

Bagaimana potensi zakat yang sangat besar di Indonesia?
Jelas sangat besar potensi za­kat itu. Ada yang bilang nilai­nya bisa mencapai Rp 200 tri­liun. Na­mun ketika kita lihat zakat yang di­kum­pulkan Badan Amil dan Za­kat Nasional (Baz­nas) sekitar  Rp 1 triliun, per­be­­­daan­nya jauh sekali dari po­tensi yang diperkirakan.

Untuk itu, kami mengajukan ada Undang-Undang mengenai zakat yang sifatnya imperatif atau lebih keras. Jangan karena Indonesia bukan negara Islam, lalu orang memberikan zakat se­cara sukarela. Padahal masih ba­nyak orang yang membutuhkan.

Kenapa tidak maksimal da­lam pengumpulannya?
Ada dua penyebab, yakni  sis­tem pengelolaannya dan ke­sa­da­ran orang. Tapi saya ingin me­nyo­roti ma­­salah sis­tem pe­nge­lo­laan­nya. Se­lama ini banyak yang me­nya­lur­kan­nya ti­dak melalui lem­baga, ta­pi secara langsung. Bah­kan ada yang pe­nyalurannya me­nimbul­kan keru­suhan, mau men­cari man­faat tapi menimbulkan mu­darat. Boleh saja dilakukan se­ca­ra massif, tetapi harus ter­atur dan merata.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA