Wakil Ketua KY Imam AnsÂhori Saleh menjelaskan, penÂyeÂraÂhan keputusan pleno seharusnya diserahkan ke MA pada Jumat (12/8). Namun, ketika itu belum semua Komisioner KY yang meÂnandatangani keputusan pleno terÂsebut. “Ada yang sedang di luar kota. Memang meÂkaÂnisÂmeÂnya, semua tujuh komisioner KY harus menandatangani keputusan itu,†katanya ketika dihubungi
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Imam, pelanggaran kode etik itu, termasuk kategori peÂlanggaran sedang. Sehingga, lanÂjut dia, rekomendasi KY terÂhadap para hakim Pengadilan NeÂgeri Jakarta Selatan yang meÂnaÂngani kasus pembunuhan NasÂrudÂdin Zulkarnaen dengan terdakwa Antasari itu, berupa pemberian sanksi nonpalu. Artinya, para hakim tingkat pertama kasus itu, tidak dipecat. Tapi, hanya tidak bisa bersidang selama enam bulan.
“Ini kan masih rekomendasi saja. Nanti di Majelis KehorÂmaÂtan Hakim, baru ditentukan maÂsing-masing kriterianya seperti apa. Akan dilihat kontribusi meÂreka terhadap keputusan itu seÂperti apa,†ucapnya.
Sekadar mengingatkan, MaÂjelis Kehormatan Hakim (MKH) bertugas menyidang hakim yang meÂnurut rekomendasi KY melaÂkukan pelanggaran etik. MKH terdiri dari empat orang peÂrÂwaÂkilan KY dan tiga orang perÂwaÂkiÂlan MA. Jadi, MKH suatu kasus pelanggaran etik hakim, berisi tujuh anggota MKH, dimana salah seorang diantara mereka menjadi ketua MKH.
Meski begitu, Imam enggan meÂnyampaikan detail pelangÂgaÂran etik para hakim kasus AntaÂsari. “Sifat rekomendasi itu saÂngat rahasia. Tidak bisa kami seÂbarluaskan ke hadapan masyaÂrakat,†alasan Imam.
Tapi sebelumnya, para hakim tingkat pertama itu dilaporkan tim kuasa hukum Antasari ke KY karena diduga mengabaikan baÂrang bukti, antara lain pakaian NasÂruddin saat tertembak dan selongsong peluru.
Mereka menilai, majelis hakim tidak memerintahkan jaksa peÂnuntut umum (JPU) untuk mengÂhadirkan sejumlah barang bukti itu di persidangan. Ketiga hakim yang menyidangkan terdakwa Antasari ialah Herry Swantoro (KeÂtua Majelis Hakim), Prasetyo Ibnu Asmara dan Nugroho Setiadji.
Imam mengatakan, setelah reÂkoÂmendasi tersebut diberikan keÂpada MA, selanjutnya KY akan meÂnunggu pembentukan MKH. Lantas, MKH yang akan memuÂtusÂkan sanksi kepada tiga hakim itu.
Ketika ditemui
Rakyat MerÂdeka di Pengadilan Negeri JakarÂta Selatan pada Rabu (10/8), KeÂtua Majelis Hakim Herry SwanÂtoro enggan mengomentari reÂkoÂmendasi KY tersebut. “Itu bukan uruÂsan saya,†katanya.
Kendati begitu, Herry berjanji akan tetap kooperatif jika seÂwaktu-waktu dipanggil majelis keÂhÂorÂmatan hakim. Ditanya soal keÂsiaÂpannya menghadapi peraÂdiÂlan etik, Herry tidak mau berÂkoÂmentar panÂjang “Kita lihat saja nanti,†ujarnya.
Sementara itu, Ketua MA HaÂrifin Andi Tumpa menegaskan, jika rekomendasi KY mengenai sanksi non palu itu menyangkut putusan majelis hakim, maka MA akan menolak atau tidak akan menindaklanjutinya.
“Hakim memÂpunyai yudisial immunity, jadi apa yang diputÂusÂkannya itulah keyakinan hakim, kecuali kalau dia memutus itu melakukan hal-hal yang dilarang, seperti menerima suap,†katanya saat ditemui di Gedung MA, JaÂkarta, kemarin.
Bahkan, Harifin menegaskan, rekomendasi KY tersebut tidak akan mempengaruhi promosi haÂkim Herry Swantoro ke PengaÂdilan Tinggi Denpasar. “Tidak ada pengaruhnya, dia tetap akan menjadi hakim tinggi di DenÂpasar,†tegas Harifin.
Pengacara Antasari, Maqdir IsÂmail menyambut baik rekoÂmenÂdasi KY itu. Dia berharap, puÂtuÂsan KY itu menjadi pertimbangan dalam memutus perkara Antasari di tingkat Peninjauan Kembali (PK). “Ini bentuk peringatan keÂpada hakim agar dalam memutus perkara, mereka tidak boleh meÂlanggar kode etik,†katanya.
Namun, Maqdir mengaku, reÂkomendasi KY tidak akan dipakai sebagai bukti baru untuk diserÂtaÂkan dalam PK ke MA. Soalnya, rekomendasi KY itu sama sekali tak ada kaitannya dengan perÂkara. “Itu sudah post-factum dan tidak terkait perkara. Putusan KY itu hanya menyangkut proses sidang,†tuturnya.
Maqdir menambahkan, ia suÂdah menemui Antasari di LemÂbaga Pemasyarakatan Tangerang untuk menyampaikan bahwa KY akan merekomendasikan kepada MA untuk memberikan hukuman disiplin kepada Herry Swantoro, Prasetyo Ibnu Asmara dan NugÂraha Setiaji.
Ingatkan KY Tidak Sentuh Putusan HakimHarry Witjaksana, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Harry Witjaksana berusaha netÂral saat menyikapi Komisi YuÂdisial (KY) yang akan meÂngiÂrimkan hasil pleno eksaminasi perkara pelanggaran etik hakim kasus Antasari Azhar ke MahÂkaÂmah Agung (MA).
Menurut Harry, sepanjang yang dilakukan KY tidak meÂnyenÂtuh isi putusan majelis haÂkim, maka hal itu sah-sah saja untuk dilakukan.
“KY sekarang ini memang berbeda dari yang dulu. Kalau seÂkarang ini teÂkesan lebih saÂngar. Mereka muÂlai melakukan gebrakan baru,†katanya.
Meski begitu, Harry meÂngiÂngatkan KY supaya bekerja di atas koridor yang telah diteÂtapÂkan undang-undang. Sehingga, katanya, kredibilitas lembaga yang kini dipimpin Eman SuÂparman itu tetap terjaga dengan baik. “Kami di Komisi Hukum tetap mendukung apa yang dilaÂkukan KY jika memang tak melanggar peraturan,†ujar angÂgota Dewan dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Dia menambahkan, perkara ini hendaknya dijadikan pelajaÂran bagi para hakim di pengaÂdiÂlan tingkat manapun. Harry pun mengingatkan agar para haÂkim tetap bekerja dengan meÂngeÂdepankan independensi. “Hakim memang dituntut untuk menjaga kredibilitasnya dan menÂjaga kehormatannya sebaÂgai pemutus perkara,†ucapnya.
Kepada pihak Antasari Azhar, Harry menghargai langkah hukum yang akan diambil bekas Ketua KPK itu. Soalnya, peÂngaÂjuan peninjauan kembali (PK) ke MA merupakan hak bagi Antasari. “Selama pengajuan PK disertai prosedur yang tepat dengan menemukan novum baru, silakan saja. Tidak ada maÂsalah itu,†tuturnya.
Sarankan MA Tingkatkan PengawasanSuyanto Londrang, Pengamat HukumPengamat hukum dari UniÂversitas Krisnadwipayana, SuÂyanto Londrang meminta KoÂmisi Yudisial (KY) cepat meÂnyerahkan hasil pleno meÂngeÂnai pelanggaran kode etik maÂjelis hakim perkara Antasari AzÂhar ke Mahkamah Agung (MA). Sehingga, proses pemÂbeÂrian sanksi disiplin kepada tiga hakim Pengadilan Negeri JaÂkarta Selatan yang menaÂngaÂni perkara ini, tidak berlarut-larut.
Suyanto pun menilai, apa yang dilakukan KY dalam meÂnangani kasus pelanggaran kode etik hakim ini, sudah teÂpat. “Apalagi, di tengah kondisi peradilan negeri ini yang carut marut, sangat perlu lembaga ad hoc melakukan gebrakan yang sifatnya ingin meningkatkan kiÂnerja lembaganya,†kata dia.
Sebaiknya, lanjut dia, MA tidak bersikap apatis melihat putusan KY itu. Suyanto pun meÂnyarankan MA untuk meÂningÂkatkan pengawasan kepada para hakim di pengadilan tingÂkat manapun. “Soalnya, seÂjumÂlah hakim sudah jelas terseret kasus suap. Misalnya, hakim Asnun, Syarifudin Umar dan belum lama ini Imas Dianasari,†ingatnya.
Suyanto mengakui, seorang hakim tidak bisa diganggu guÂgat putusannya. Namun, lanÂjutÂnya, putusan itu harus diambil berdasarkan bukti-bukti yang kuat. Jika putusan tak diambil dari bukti yang kuat, nilainya, maka termasuk pelanggaran kode etik hakim.
“Kalau putuÂsanÂnya membeÂbaskan orang yang terbukti koÂrupsi, apakah itu juga tidak bisa diganggu gugat? Ya, bisa diguÂgat dong. Itulah pentingnya keÂberadaan KY,†tandas dia.
Suyanto pun menyesalkan langÂkah MA yang tetap memÂprÂomosikan Herry Swantoro, Ketua Majelis Hakim kasus Antasari untuk menjadi haÂkim pengadilan tinggi. PadaÂhal, katanya, menurut putusan KY, majelis hakim kasus ini melaÂkukan pelanggaran etik kala menyidangkan terdakwa AntaÂsari.
“Kurang pas rasanya jika haÂkim pengadilan tinggi diÂambil dari hakim yang memÂpunyai masalah atau sedang diisukan terlibat masalah,†ucapnya.
[rm]
BERITA TERKAIT: