Terakhir, pada 31 Juli lalu terjadi konflik antar warga terkait perebutan kekuasaan politik di kawasan Ilaga, Kabupaten Puncak Jaya.
Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, kepada
Rakyat Merdeka Online (Senin petang, 8/8) menyatakan, awal Januari 2010 DPR sudah meminta beberapa peneliti termasuk dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, untuk menemukan akar masalah gejolak yang tidak kunjung padam di Papua.
Ada empat poin yang dicatatnya. Pertama, adanya marjinalisasi dan diskriminasi terhadap masyarakat asli Papua yang disebabkan sikap elit dan keputusan politik Jakarta.
Kedua, ada kegagalan pembangunan khususnya di bidang ekonomi masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan.
Ketiga, ada perbedaan persepsi tentang sejarah Papua atau Irian antara masyarakat Papua dengan persepsi masyarakat di luar Papua terutama soal Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang disponsori Persatuan Bangsa Bangsa dan Amerika Serikat yang menurut sebagian rakyat Papua tidak sah.
Keempat, ada trauma berkepanjangan sejak 1966 sampai selama Orde Baru berkuasa akibat operasi militer. Dan trauma itu tidak kunjung hilang di era reformasi walau TNI sudah tidak lagi menggelar operasi militer.
Kemudian, TB menjelaskan, dari pengamatannya kekuatan pro kemerdekaan Papua mempunyai tiga elemen kekuatan. Pertama, elemen diplomatik di luar negeri untuk pengaruhi opini publik internasional.
Elemen kedua, elemen politik dalam negeri yang membentuk LSM-LSM atau menggelar demonstrasi menuntut referendum. Dan ketiga, gerakan bersenjata.
[ald]
BERITA TERKAIT: