Jubir MK: Kasus Surat Palsu MK Muter-muter

Kepala Humas Polri: Akan Ada Tersangka Baru

Sabtu, 06 Agustus 2011, 07:47 WIB
Jubir MK: Kasus Surat Palsu MK Muter-muter
RMOL. Gelar perkara kasus surat palsu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pemilu Legislatif 2009 di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I, tak kunjung menghasilkan tersangka baru.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Bahrul Alam beralasan, penyidik Direktorat I Tindak Pidana Umum, saat ini masih melakukan gelar perkara untuk membahas fakta apa saja yang didapat selama penyidikan.

“Nanti akan bertambah ter­sangkanya. Dari hasil gelar per­kara secara keseluruhan, nanti di­ketahui dengan mudah,” katanya di Mabes Polri pada Kamis (4/8).

Namun, Anton mengaku belum mengetahui siapa calon tersangka tersebut, apakah dari Komisi Pe­milihan Umum (KPU) atau Mah­kamah Konstitusi (MK). “Ini kan belum selesai gelar perkaranya. Masih ada yang harus digali lagi le­bih dalam,” ujarnya.

Dia menambahkan, setelah ge­lar perkara tersebut selesai, maka penyidik segera melakukan rapat internal untuk mendapatkan ter­sangka baru itu. “Dari hasil itu akan ketahuan siapa tersangka barunya,” kata bekas Kepala Di­nas Pene­rangan Polda Metro Jaya ini.

Namun, Juru Bicara MK yang juga hakim konstitusi Akil Mochtar tidak habis pikir, me­ngapa polisi berputar-putar hanya untuk menetapkan tersangka baru kasus ini. Lantaran itu, Akil me­minta Korps Bhayangkara tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka yang hanya sekelas juru panggil MK, Masyhuri Hasan.

“Harus segera ditetapkan ter­sangka baru. Tidak mungkin ada pelaku, tapi tidak tahu surat itu digunakan untuk apa, maksudnya bagaimana. Tidak mungkin putus begitu saja,” kata Akil yang dihubungi pada Kamis lalu.

Akil pun mempertanyakan, mengapa kepolisian menetapkan Masyhuri sebagai tersangka tanpa didahului gelar perkara, se­dangkan yang lain harus me­nunggu hasil gelar perkara untuk ditetapkan sebagai tersangka. “Padahal, gelar perkara hanya sa­lah satu bagian dari pe­nyi­di­kan,” kata bekas anggota Komisi III (Hukum) DPR ini.

Menurut Akil, apakah anggota KPU Andi Nurpati berperan da­lam kasus tersebut, bisa dilihat dari video sidang pleno KPU. Video itu, lanjutnya, bisa diputar pe­nyidik. “Dalam video sidang penetapan KPU dapat dilihat, yang dibacakan suratnya apa. Kalau dia bilang lupa, ditu­n­juk­kan saja videonya. Kemudian bandingkan dengan video putu­san MK. Semua ada dan jelas kan,” tandasnya.

Mengomentari pernyataan Andi yang kerap menyatakan lupa saat dikonfrontir dengan Masyhuri di Mabes Polri, Ja­karta pada 28 Juli 2011, Akil m­e­nyatakan itu adalah hal Namun, menurut pengacara Andi Nur­pati, Farhat Abbas, kasus surat palsu MK telah selesai tahun 2009. Soalnya, KPU telah me­ralat surat tersebut dan membuat putusan dengan surat yang se­suai putusan MK.

Pengacara Andi lainnya, Den­ny Kailimang meminta polisi ja­ngan mau didesak pihak mana pun, termasuk pihak MK dan DPR dalam penyidikan kasus ini. Menurutnya, intervensi hanya menyebabkan polisi tidak bisa bersikap independen dalam menangani kasus tersebut.

“Jangan jadi peradilan jalanan. Seharusnya kalau sudah dise­rah­kan ke kepolisian, silakan polisi yang menangani. Terlalu banyak dorongan kepada polisi, mulai dari anggota Panja di DPR sam­pai hakim MK,” katanya.

Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustopa mengaku meng­hor­mati semua langkah kepoli­sian dalam mengusut kasus yang menyeret Andi. Seperti diketahui, Andi kini adalah Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat. “Menyangkut posisi Ibu Andi, kami masih menunggu sampai ada kepastian dari ke­polisian,” katanya.

Seperti diketahui, kasus ini ma­sih menyisakan tanda tanya besar. Soalnya, Korps Bhayangkara hingga kini baru menetapkan satu ter­sangka, yakni bekas juru pang­gil MK Masyhuri Hasan. Kasus ini mendapat perhatian serius Panja Mafia Pemilu DPR.

Sabar Menunggu Tersangka Baru
Andi Anzhar Cakra Wijaya, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Anzhar Cakra Wijaya op­timistis, Mabes Polri dapat me­ne­mukan oknum lainnya yang terlibat kasus surat palsu putu­san Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, dia melihat ge­lar perkara yang dilakukan Polri di Gedung MK dan KPU sudah dilakukan secara profesional.

 â€œSabar saja, mereka bisa menetapkan tersangka lainnya dalam perkara ini. Saya melihat mereka sudah bekerja sesuai prosedur,” katanya.

 Andi menambahkan, se­baik­nya penyidik Polri memang ti­dak terburu-buru menetapkan ter­­sangka lainnya dalam per­kara ini. Menurutnya, cara yang lebih bijak menyelesaikan ma­salah itu ialah mendalami se­cara detil keterlibatan Masyhuri Hasan. “Dalami saja dulu itu sam­pai ke penuntutan. Nanti akan tergambar dengan jelas di da­lam dakwaan Masyhuri, siapa saja yang terlibat,” ucapnya.

 Politisi PAN ini kemudian meminta masyarakat supaya tak termakan isu-isu yang negatif seputar perkara tersebut. Dia berharap masyarakat memberi­kan kepercayaan kepada Mabes Polri untuk menuntaskan per­kara tersebut. “Memang tidak mudah memberikan keper­ca­ya­an. Tapi, jika kita terus mengkritisi kinerja mereka, justru kasus ini tak akan tuntas. Karenanya, biarlah mereka yang tuntaskan masalah ini,” tuturnya.

 Meski mendukung penuh Mabes Polri, Andi juga meng­isyaratkan Polri bahwa pe­nun­tasan kasus ini merupakan ujian profesionalisme bagi Korps Bha­yangkara. Sehingga, kata­nya, masyarakat tak lagi meragukan kinerja kepolisian dalam menuntaskan perkara-perkara besar.

“Pada hakikatnya harus terus dikembangkan. Saya yakin, mereka bisa mengembangkan perkara ini dengan modal sejumlah personel dan data-data hasil gelar perkara kasus ini,” katanya.

Indikasi Pemilu Digerogoti Mafia
Adhie Massardi, Aktivis LSM GIB

Aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi me­nilai, Mabes Polri cenderung lamban dalam upaya mene­mu­kan oknum lain yang terlibat dalam kasus surat palsu putusan Mahkamah Konstitusi. Dia juga melihat polisi terlampau hati-hati membongkar aktor inte­lektual kasus tersebut.

“Padahal bisa saja mereka langsung menetapkan tersang­ka pasca gelar perkara yang sudah dilakukan oleh Polri,” katanya.

 Adhie mengatakan, kasus surat palsu itu mengindikasikan bahwa jaringan mafia pemilu sudah menggerogoti murninya proses demokrasi yang berjalan saat ini. Karena itu, Adhie me­nyarankan Panja Mafia Pemilu DPR segera temukan aktor intelektualnya dan menye­rah­kan kepada Mabes Polri.

“Mudah-mudahan Panja Mafia Pemilu mampu me­ngung­kapnya,” ucapnya.

 Bekas Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid ini me­nilai, sangat sulit membe­ran­tas mafia pemilu. Soalnya, lanjut dia, mafia pemilu telah ber­koor­dinasi dengan sejumlah elemen, sehingga dapat dengan mudah melancarkan aksinya.

“Jadi, demokrasi di Indonesia sudah hampir punah karena digerogoti mafia. Kalau kema­rin muncul mafia hukum dan peradilan, saat ini muncul yang namanya mafia pemilu,” tandasnya.

 Karena itu, Adhie mene­gas­kan, perlu orang-orang yang punya integritas dan komitmen yang baik terhadap demokrasi untuk menjadi anggota KPU atau KPUD. “Jangan me­n­ja­di­kan proses demokrasi di Indo­nesia dikuasai oleh mafioso big class,” tandasnya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA