WAWANCARA

Bagir Manan: Kehadiran Pers di Lapas Nggak Perlu Dirisaukan

Sabtu, 06 Agustus 2011, 07:23 WIB
Bagir Manan: Kehadiran Pers di Lapas Nggak Perlu Dirisaukan
Bagir Manan
RMOL. Ruang gerak pers dibatasi. Salah satunya, melarang wawancara narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan (Rutan).

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pers Bagir Manan menga­takan, aturan tersebut telah mem­batasi pers dalam menjalankan tugasnya.

“Berita negatif yang diberita­kan pers, memiliki maksud posi­tif agar selalu ada perbaikan. Jangan takut, kehadiran pers di Lapas nggak perlu dirisaukan,” kata Bagir Manan, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Sebelumnya diberitakan, Di­rek­torat Jenderal (Ditjen) Pema­syarakatan Kementerian Hukum dan HAM membuat aturan ter­tulis tentang larangan wawan­cara narapidana (napi) di dalam pen­jara. Larangan itu karena aktivitas media dikhawatirkan akan meng­ganggu kegiatan pem­binaan dan merusak ketentraman peng­huni, serta berdampak pada gangguan sistem keamanan Lapas atau Rutan.

Bagir Manan selanjutnya menga­­takan, kehadiran pers sebagai pilar keempat demokrasi di Indonesia, membawa kebaikan bagi keterbukaan infor­masi kepada masyarakat.

“Kehadiran pers di era keter­bukaan ini bukan untuk meng­ganggu sistem dan kinerja peme­rintahan, tapi demi perbaikan,’’ ujar bekas Ketua MA itu.

Berikut kutipan selengkapnya;

Kalau ruang gerak pers di­ba­tasi, ini me­langgar aturan, bagaimana ko­mentar Anda?
Undang-un­dang itu lebih di­tujukan kepada pe­merintah dan fungsi negara pada umumnya. Artinya semua pe­kerjaan peme­rin­tah dan peker­jaan negara pada dasarnya harus terbuka. Sebab, ini sejalan dengan sistem demo­krasi yang kita anut. Demokrasi itu salah satu unsurnya adalah keterbukaan. Makanya kita me­miliki undang-undang tentang keterbukaan infomasi publik.

Memang ada informasi yang bisa dibatasi. Tapi pembatasan itu harus jelas tujuannya. Pemba­tasan itu tidak boleh merugikan kepentingan umum. Kalau tu­juannya hanya untuk menyem­bunyikan sesuatu, itu kan tidak boleh.

Apa Anda melihat ada indi­kasi bahwa aturan itu untuk menyembunyikan borok Lapas atau Rutan?
Kenyataannya se­karang bahwa di La­pas itu banyak masa­lah, seperti tin­dak kri­minal narkoti­ka, dan adanya napi yang bisa keluar dari penjara.

Itu semua kan ha­rus dikontrol.  Di situ peran pers. Sebab,  pers melakukan pengon­trolan secara terbuka. Apabila pers di­halang-halangi da­lam meliput, maka sama saja menghalangi Lapas menjadi lebih baik.

Ditjen Pemasyarakatan me­nge­luarkan aturan itu demi men­jaga ketertiban, apa itu logis?
Silakan saja mereka mengemu­kakan alasan seperti itu, tapi kita harus bertanya, apakah selama ini gara-gara pers membuat Lapas tidak tertib. Saya rasa tidak ya. Sebab, selama ini tidak ada war­ta­wan menjadikan Lapas tidak tertib atau terjadi kekacauan di Lapas karena keberadaan war­tawan.

Bagaimana kalau pers dila­rang masuk ke Lapas?
 Itu tidak boleh. Prosedur dan tata cara untuk masuk ke dalam Lapas itu memang diperlukan. Tapi hendaknya prosedur itu agar situasi lebih nyaman bagi pihak Lapas, pemerintah, dan warta­wan.

Artinya, tidak membatasi peli­putan berita. Kan tidak mungkin juga larut malam menggedor-gedor Lapas untuk wawancara.

Saya setuju kenyamanan harus dikedepankan dengan tata cara dan prosedur. Tapi kemudahan harus disediakan bagi pers agar masyarakat mendapatkan infor­masi yang lengkap.    [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA