Ditanya Soal Harta, Calon Hakim Agung Tak Lolos

Integritas Rekam Jejak Jadi Salah Satu Pertimbangan

Rabu, 03 Agustus 2011, 05:00 WIB
Ditanya Soal Harta, Calon Hakim Agung Tak Lolos
Ketua KY Eman Suparman
RMOL. Dari 45 calon hakim agung (CHA) yang diseleksi, Komisi Yudisial (KY) hanya menyerahkan 18 nama ke DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan. Lantas, apakah 27 CHA yang tak lolos itu dinilai bermasalah karena harta kekayaannya atau terseret sejumlah kasus?

Menurut Wakil Ketua DPR Pri­yo Budisantoso, pimpinan DPR mendukung Komisi Yu­di­sial (KY) untuk tidak me­mak­sakan memenuhi kuota 30 calon, kalau kenyataannya memang tidak memenuhi standar. Jika di­paksakan meloloskan calon-ca­lon yang tidak memenuhi kriteria, tentunya DPR juga tercoreng.

Kata Priyo, pimpinan DPR akan membawa nama-nama yang di­serahkan KY kepada Badan Mu­syawarah (Bamus) untuk me­nugaskan Komisi III segera me­lakukan uji kelayakan dan ke­pa­tutan (fit and proper test) terhadap nama-nama yang diserahkan.

“Namun, dengan hanya 18 nama, maka Komisi III hanya akan memilih enam calon. De­ngan demikian, KY akan menye­leksi kembali calon hakim agung untuk diserahkan ke DPR guna mengisi empat posisi yang masih kosong,” terang Priyo.

Ketua KY Erman Suparman ya­kin, 18 nama calon hakim agung yang lolos merupakan ca­lon yang paling layak dari ber­ba­gai sisi. Mereka sudah diuji integ­ritas dan kredibilitasnya. “Selain itu, aspek keilmuwan juga yang ten­tunya diutamakan dalam pe­nilaian. Jadi, 18 nama yang lolos merupakan calon terbaik yang bisa kita serahkan ke DPR,” kata­nya.

Pada Senin lalu (1/8), Ketua KY Erman Suparman menyetor 18 nama calon hakim agung yang lolos seleksi kepada pimpinan DPR untuk disaring lagi dalam fit and proper test.

Erman didampingi staf KY lain­nya diterima Ketua DPR Mar­zuki Alie dan Wakil Ketua Priyo Budisantoso. Dia menyerah­kan hasil seleksi yang digelar sejak Feb­ruari lalu. Dari 107 pendaftar, ­18 nama yang lolos ke DPR.

Mestinya, KY meloloskan 30 na­ma untuk mengisi 10 kursi ko­song MA. Sesuai amanat undang-un­dang, setiap kursi harusnya dipere­but­kan 3 calon. Meski ti­dak men­capai kuota, Erman tetap menye­rah­kan nama-nama yang lolos ke DPR. “Kami tidak akan memaksakan untuk mengisi 10 seperti amanat un­dang-undang,” ka­ta Erman.

Minta KY Lebih Terbuka Lakukan Seleksi
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Komisi Yudisial (KY) men­co­ret 27 nama calon hakim agung. Mereka dinilai belum layak me­nempati pos atau jabatan elit se­bagai hakim agung. Kendati be­gitu, KY diminta lebih trans­paran membuka keran infor­ma­si terkait proses seleksi hakim agung.

Anggota Komisi III DPR Des­mon J Mahesa meminta KY terbuka dalam memberikan penilaian terhadap calon hakim agung yang layak atau tidak layak lolos seleksi. “Per­tim­bang­an untuk meloloskan atau tidak meloloskan calon hakim agung ini tidak terbuka. Calon ha­kim agung yang gagal lolos seleksi lanjutan tidak tahu apa yang jadi alasan penolakan ter­sebut,” ucapnya.

Dia menambahkan, standar penilaian terhadap calon hakim agung ini juga tidak diketahui. Apa yang menjadi patokan tim penilai serta bagaimana pertim­bangannya, juga tertutup. “Jadi is­tilahnya kita tidak tahu ba­gai­mana standar atau patokan da­lam memberi penilaian ter­ha­dap calon hakim agung itu. Se­mua menjadi kewenangan tim penyeleksi,” tandasnya.

Lagi-lagi, standar penilaian calon hakim agung yang kurang ter­buka ini menjadi catatan bagi KY dalam menyeleksi nama calon hakim agung yang ada. De­ngan begitu,  bisa mencegah asumsi miring yang diala­mat­kan pada KY terkait penilaian kali ini.

Lebih jauh ia menyampaikan, tertutupnya akses informasi se­putar seleksi calon hakim agung hen­daknya diawasi dan di­pan­tau oleh pihak luar. “Sehingga, kemungkinan ada­nya pen­yim­pangan bisa dihin­dari,” tu­tur­nya.

Dukung KY Rahasiakan Alasan Tolak Calon
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Komisi Yudisial (KY) me­miliki otoritas dan kewenangan penuh dalam proses seleksi ca­lon hakim agung. Tidak disam­paikannya alasan keti­dak­lolosan calon hakim agung ter­ten­tu, ditujukan guna meng­hin­dari konflik.

“Langkah KY menyimpan ra­hasia seputar catatan tidak lo­los­nya calon hakim agung ditu­jukan untuk menghindari kon­flik. Itu bisa dibenarkan untuk menjaga kredibilitas KY dan tim­ seleksi calon hakim agung,” ujar Sekjen Perhimpunan Ma­gis­ter Hukum Indonesia (PM­HI) Iwan Gunawan, kemarin.

Dijelaskan, proses seleksi calon hakim agung merupakan proses yang sangat rumit. Ka­renanya, diperlukan rumusan atau metode yang akurat. “Di situ ada tim tersendiri yang meng­himpun data serta meng­in­vestigasi rekam jejak calon. Ja­di, keputusan untuk me­lo­loskan atau tidak meloloskan ca­lon tertentu dilakukan ber­da­sarkan masukan data   yang sudah diolah sedemikian rupa,” jelasnya.

Dia menambahkan, selain merahasiakan hasil penilaian terhadap calon hakim agung yang gagal dalam seleksi, tim seleksi juga sengaja menutup akses dari pihak luar.

“Ada beragam kepentingan dalam seleksi calon hakim agung. Sehingga, mereka me­nu­tup akses dari luar untuk men­jangkau tim penilai calon hakim agung. Kalau timnya ter­buka dan mudah diakses pihak luar, bisa jadi tim penilai calon hakim agung justru masuk angin atau bisa dilobi pihak luar. Ini bisa berbahaya,” tuturnya.

Menurut dia, tertutupnya akses informasi atas seleksi ca­lon hakim agung ini memiliki tu­juan yang baik. “Hanya ke­rapkali masih dinilai salah oleh pihak lain. Itu hal wajar yang harus diterima sebagai kon­se­kuensi dalam menangani suatu per­soalan.”

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Harry Witjaksana meminta KY jangan melolos­kan calon hakim agung yang ter­bukti memiliki harta miliaran rupiah dengan cara yang tidak wajar. Sebab, akhir-akhir ini banyak terjadi kasus penyuapan yang menjerat oknum hakim.

“Karena siapa tahu hartanya itu merupakan hasil suap atau prak­tik terlarang lainnya. Di sin­ilah peran KY dibutuhkan un­tuk menyeleksi para hakim tersebut,” katanya.

Harry pun teringat sejumlah kasus suap hakim. Dia mencon­tohkan, tertangkap tangannya hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung, Imas Dianasari oleh KPK karena diduga menerima suap sebesar Rp 200 juta. Menurutnya, ter­tangkapnya hakim Imas me­nam­bah catatan hitam yang melibatkan oknum peradilan. “Ka­mi tak mau kasus Imas ter­jadi pada hakim agung. Karena itu, seleksi ketat sangat diper­lukan saat ini,” ucapnya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA