Menurut Wakil Ketua DPR PriÂyo Budisantoso, pimpinan DPR mendukung Komisi YuÂdiÂsial (KY) untuk tidak meÂmakÂsakan memenuhi kuota 30 calon, kalau kenyataannya memang tidak memenuhi standar. Jika diÂpaksakan meloloskan calon-caÂlon yang tidak memenuhi kriteria, tentunya DPR juga tercoreng.
Kata Priyo, pimpinan DPR akan membawa nama-nama yang diÂserahkan KY kepada Badan MuÂsyawarah (Bamus) untuk meÂnugaskan Komisi III segera meÂlakukan uji kelayakan dan keÂpaÂtutan (fit and proper test) terhadap nama-nama yang diserahkan.
“Namun, dengan hanya 18 nama, maka Komisi III hanya akan memilih enam calon. DeÂngan demikian, KY akan menyeÂleksi kembali calon hakim agung untuk diserahkan ke DPR guna mengisi empat posisi yang masih kosong,†terang Priyo.
Ketua KY Erman Suparman yaÂkin, 18 nama calon hakim agung yang lolos merupakan caÂlon yang paling layak dari berÂbaÂgai sisi. Mereka sudah diuji integÂritas dan kredibilitasnya. “Selain itu, aspek keilmuwan juga yang tenÂtunya diutamakan dalam peÂnilaian. Jadi, 18 nama yang lolos merupakan calon terbaik yang bisa kita serahkan ke DPR,†kataÂnya.
Pada Senin lalu (1/8), Ketua KY Erman Suparman menyetor 18 nama calon hakim agung yang lolos seleksi kepada pimpinan DPR untuk disaring lagi dalam fit and proper test.
Erman didampingi staf KY lainÂnya diterima Ketua DPR MarÂzuki Alie dan Wakil Ketua Priyo Budisantoso. Dia menyerahÂkan hasil seleksi yang digelar sejak FebÂruari lalu. Dari 107 pendaftar, Â18 nama yang lolos ke DPR.
Mestinya, KY meloloskan 30 naÂma untuk mengisi 10 kursi koÂsong MA. Sesuai amanat undang-unÂdang, setiap kursi harusnya dipereÂbutÂkan 3 calon. Meski tiÂdak menÂcapai kuota, Erman tetap menyeÂrahÂkan nama-nama yang lolos ke DPR. “Kami tidak akan memaksakan untuk mengisi 10 seperti amanat unÂdang-undang,†kaÂta Erman.
Minta KY Lebih Terbuka Lakukan Seleksi Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPRKomisi Yudisial (KY) menÂcoÂret 27 nama calon hakim agung. Mereka dinilai belum layak meÂnempati pos atau jabatan elit seÂbagai hakim agung. Kendati beÂgitu, KY diminta lebih transÂparan membuka keran inforÂmaÂsi terkait proses seleksi hakim agung.
Anggota Komisi III DPR DesÂmon J Mahesa meminta KY terbuka dalam memberikan penilaian terhadap calon hakim agung yang layak atau tidak layak lolos seleksi. “PerÂtimÂbangÂan untuk meloloskan atau tidak meloloskan calon hakim agung ini tidak terbuka. Calon haÂkim agung yang gagal lolos seleksi lanjutan tidak tahu apa yang jadi alasan penolakan terÂsebut,†ucapnya.
Dia menambahkan, standar penilaian terhadap calon hakim agung ini juga tidak diketahui. Apa yang menjadi patokan tim penilai serta bagaimana pertimÂbangannya, juga tertutup. “Jadi isÂtilahnya kita tidak tahu baÂgaiÂmana standar atau patokan daÂlam memberi penilaian terÂhaÂdap calon hakim agung itu. SeÂmua menjadi kewenangan tim penyeleksi,†tandasnya.
Lagi-lagi, standar penilaian calon hakim agung yang kurang terÂbuka ini menjadi catatan bagi KY dalam menyeleksi nama calon hakim agung yang ada. DeÂngan begitu, bisa mencegah asumsi miring yang dialaÂmatÂkan pada KY terkait penilaian kali ini.
Lebih jauh ia menyampaikan, tertutupnya akses informasi seÂputar seleksi calon hakim agung henÂdaknya diawasi dan diÂpanÂtau oleh pihak luar. “Sehingga, kemungkinan adaÂnya penÂyimÂpangan bisa dihinÂdari,†tuÂturÂnya.
Dukung KY Rahasiakan Alasan Tolak CalonIwan Gunawan, Sekjen PMHIKomisi Yudisial (KY) meÂmiliki otoritas dan kewenangan penuh dalam proses seleksi caÂlon hakim agung. Tidak disamÂpaikannya alasan ketiÂdakÂlolosan calon hakim agung terÂtenÂtu, ditujukan guna mengÂhinÂdari konflik.
“Langkah KY menyimpan raÂhasia seputar catatan tidak loÂlosÂnya calon hakim agung dituÂjukan untuk menghindari konÂflik. Itu bisa dibenarkan untuk menjaga kredibilitas KY dan tim seleksi calon hakim agung,†ujar Sekjen Perhimpunan MaÂgisÂter Hukum Indonesia (PMÂHI) Iwan Gunawan, kemarin.
Dijelaskan, proses seleksi calon hakim agung merupakan proses yang sangat rumit. KaÂrenanya, diperlukan rumusan atau metode yang akurat. “Di situ ada tim tersendiri yang mengÂhimpun data serta mengÂinÂvestigasi rekam jejak calon. JaÂdi, keputusan untuk meÂloÂloskan atau tidak meloloskan caÂlon tertentu dilakukan berÂdaÂsarkan masukan data yang sudah diolah sedemikian rupa,†jelasnya.
Dia menambahkan, selain merahasiakan hasil penilaian terhadap calon hakim agung yang gagal dalam seleksi, tim seleksi juga sengaja menutup akses dari pihak luar.
“Ada beragam kepentingan dalam seleksi calon hakim agung. Sehingga, mereka meÂnuÂtup akses dari luar untuk menÂjangkau tim penilai calon hakim agung. Kalau timnya terÂbuka dan mudah diakses pihak luar, bisa jadi tim penilai calon hakim agung justru masuk angin atau bisa dilobi pihak luar. Ini bisa berbahaya,†tuturnya.
Menurut dia, tertutupnya akses informasi atas seleksi caÂlon hakim agung ini memiliki tuÂjuan yang baik. “Hanya keÂrapkali masih dinilai salah oleh pihak lain. Itu hal wajar yang harus diterima sebagai konÂseÂkuensi dalam menangani suatu perÂsoalan.â€
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Harry Witjaksana meminta KY jangan melolosÂkan calon hakim agung yang terÂbukti memiliki harta miliaran rupiah dengan cara yang tidak wajar. Sebab, akhir-akhir ini banyak terjadi kasus penyuapan yang menjerat oknum hakim.
“Karena siapa tahu hartanya itu merupakan hasil suap atau prakÂtik terlarang lainnya. Di sinÂilah peran KY dibutuhkan unÂtuk menyeleksi para hakim tersebut,†katanya.
Harry pun teringat sejumlah kasus suap hakim. Dia menconÂtohkan, tertangkap tangannya hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung, Imas Dianasari oleh KPK karena diduga menerima suap sebesar Rp 200 juta. Menurutnya, terÂtangkapnya hakim Imas meÂnamÂbah catatan hitam yang melibatkan oknum peradilan. “KaÂmi tak mau kasus Imas terÂjadi pada hakim agung. Karena itu, seleksi ketat sangat diperÂlukan saat ini,†ucapnya.
[rm]
BERITA TERKAIT: