WAWANCARA

Heru Lelono: Presiden SBY Belum Membahas Wacana Amandemen UUD 1945

Senin, 01 Agustus 2011, 07:42 WIB
Heru Lelono: Presiden SBY Belum Membahas Wacana Amandemen UUD 1945
Staf Pre­siden Bidang Komunikasi dan Informasi, Heru Lelono
RMOL. Pemerintah tidak mentabukan wacana amandemen UUD 1945. Tapi hendaknya disosilasilasikan dulu kepada masyarakat sebelum diproses sesuai mekanisme yang diatur konstitusi.

Begitu disampaikan Staf Pre­siden Bidang Komunikasi dan Informasi, Heru Lelono, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

“Presiden SBY belum mem­bahas spesifik seputar wacana amandemen UUD 1945. Tapi, wacana itu jangan ditabukan,’’ ujar Heru Lelono.

Berikut kutipan selengkapnya;

Bagaimana sikap Presiden?
Meski belum melakukan kajian spesifik seputar amandemen UUD 1945, dalam beberapa ta­hun terakhir, Presiden telah me­ne­rima sejumlah masukan subs­tantif dari berbagai pihak. Di antaranya, mengenai penguatan posisi DPD dalam sistem tata negara kita.

Menurut Presiden, undang-undang kan yang membuat kita untuk kepentingan bangsa dan negara. Pada prinsipnya silakan saja diubah sesuai kepentingan dan kebutuhan. Tapi jangan sam­pai mengubah konsensus kehidu­pan bangsa dan negara.

Apa ada batasan yang disam­paikan Presiden mengani aman­demen tersebut?
Intinya jangan sampai mengu­bah konsensus kehidupan bangsa dan negara. Yakni, Negara Kesa­tuan Republik Indonesia, pembu­kaan Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika.

Selain itu, Presiden berharap setiap pemikiran untuk mengu­bah UUD 1945 dibawa terlebih dahulu ke arena publik.

Bagaimana tangapan Presi­den terhadap UUD 1945 yang ada saat ini?
Saat berkomunikasi dengan presiden, beliau mengatakan, di mana pun undang-undang tidak ada sempurna. Sebab, perkem­bangan dunia terus terjadi.

Dalam kesempatan itu, saya mengatakan, banyak undang-undang yang perlu diperbaiki. Di antaranya, Undang-undang tetang Penyelenggaran Pemilu.

Kenapa Undang-undang Pe­milu perlu diperbaiki?
Sebelumnya perlu saya tegas­kan, saya adalah warga negara biasa, bukan politisi. Kenapa saya berpikir Undang-undang Pemilu perlu diperbaiki, karena undang-undang tersebut terkesan sarat kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Pemilu itu kan dilakukan setiap lima tahun sekali. Namun, sebe­lum pesta demokrasi itu dilak­sanakan, kita selalu memperbaiki dan mengubah aturan mainnya.

Apa  kita tidak bisa membuat undang-undang yang berlaku jangka panjang hingga puluhan tahun atau ratusan tahun ke depan.

Itulah kekhawatiran saya se­bagai rakyat yang saya sampai­kan kepada Presiden. Selain itu, saya juga memberi sejumlah masukan lain mengenai undang-undang kepada beliau.

Masukan apa?
Misalnya, soal Undang-undang tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan infrastruktur atau kepentingan Umum. Saat wacana pembentukan undang-undang tersebut digulirkan, banyak ko­mentar yang menyatakan kalau undang-undang itu akan menjadi pasal karet.

Saat saya menyatakan itu, Presiden mengatakan, kalau tidak mau menjadi undang-undang yang mengadopsi pasal karet, ya jangan dibuat seperti itu. Itu kan yang membuat kita sendiri.

Makanya beliau berharap, pembuatan undang-undang ja­ngan dilakukan sekadar untuk mengakomodir kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Tapi, untuk kepentingan yang lebih besar, masa depan bangsa dan negara.

Apa yang harus dilakukan agar semua undang-undang da­pat mengakomodir kepen­ti­ngan yang lebih besar?
Agar hal itu dapat terwujud, orang-orang politik atau politisi harus lebih bijaksana. Jangan sekadar memikirkan kepen­ti­ngan­nya masing-masing. Ke­pen­tingan politik negara ini harus mendapat prioritas, karena ba­nyak per­soalan yang perlu kita per­baiki agar pembangunan bang­sa ini tidak terhambat ke­pentingan ke­lompok atau golongan ter­tentu.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA