Asap yang muncul dari kebaÂkaran tak hanya menghambat aktifitas masyarakat dan arus transportasi karena jarak pandang jadi terbatas, juga mengganggu kesehatan.
Asap ini sampai ke Singapura dan Malaysia. Kedua negara keÂrap komplain atas gangguan ini. Persoalan ini berpotensi meÂnyeÂbabkan hubungan Indonesia dengan negara tetangga itu terÂganggu.
Pemerintah bertekad menganÂtisipasi masalah ini. Empat menÂteri, Menko Kesra, Menteri KeÂhutanan, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pertanian pun terjun ke lapangan.
Apa yang dilakukan pemerinÂtah untuk mengatasi kebakaran dan masalah asap? Berikut waÂwancara
Rakyat Merdeka dengan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan.
Empat menteri terjun ke laÂpaÂngan. Apa yang dilakukan unÂtuk mencegah kebakaran lahan dan hutan?Untuk mengantisipasi musim kemarau ini, menteri-menteri yang berada di bawah koordinasi Menko Kesra
road show ke bebeÂrapa daerah.
Bulan lalu, kita mengawali dengan mengundang gubernur yang daerahnya rawan kebakaÂran, baik lahan maupun hutan.
Sebagai tindak lanjutnya, Menko Kesra dan kementerian terÂkait melakukan rapat bersama gubernur, bupati, walikota di daeÂrah masing-masing.
Kita merapatkan barisan, memÂÂÂpersiapkan diri dan mengÂingatÂkan kembali kepada guberÂnur, buÂpati dan walikota untuk berÂsama-sama sejak dini menÂdeteksi titik api
(hotspot) potenÂsial di daerahnya masing-maÂsing. Agar begitu masuk musim kemarau kita bisa menganÂtisiÂpasi kebakaÂran lebih awal. SeÂkarang di bebeÂrapa daerah sudah jarang hujan.
Daerah-daerah mana yang raÂwan kebakaran?Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan. Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Utara, dan beberapa daerah lain.
Daerah-daerah mana yang teÂlah dikunjungi?Paling tidak yang rawan. TeruÂtama yang banyak lahan gamÂbutnya.
Beberapa waktu lalu kita sudah ke Kalimantan Barat. Belum lama kita bersama-sama ke Riau. Menko Kesra, saya, Menteri LingÂkungan Hidup dan Menteri Pertanian.
Alhamdulillah, daerah seperti Riau termasuk yang siap. GuberÂnur, bupati dan walikota sudah meÂnyiapkan organisasi dan peraÂlatan untuk mengantisipasi keÂbakaran.
Kenapa kebakaran sering terÂjadi para musim keÂmaÂrau? Apa seÂmata-mata karena fakÂtor cuaÂca atau ada keÂsengaÂjaan manuÂsia?Memang ada daeÂrah-daerah yang raÂwan keÂbaÂkaran karena banyak lahan gamÂbut. Lahan gamÂbut mudah terÂbakar pada muÂsim kemarau. Walaupun tidak diÂbakar, tetap bisa terjadi kebakaran di situ.
Kebakaran terjadi juga ada faktor budaya kita. BiaÂsanya, kaÂlau mau paÂnen dan pasca paÂnen, memÂbakar. Mau buka lahan huÂtan, memÂbakar.
Di saat muÂsim hujan, keÂÂbiaÂsaan itu—waÂlaupun tidak baik—tidak berÂbahaya. Karena api di lahan yang terbakar langsung padam ketika turun hujan. Tetapi ketika dilakuÂkan pada musim keÂmarau, akan menciptakan keÂbakaran yang luas bahkan hingga ke hutan.
Kebakaran ini menimbulkan asap, polusi, meÂnyebabkan jaÂrak panÂdang terbatas dan bisa memÂÂbuat sesak nafas.
Karena itulah kita sampaikan kepada pemerintah daerah agar bersama-sama melakukan sosiaÂlisasi agar budaya membakar itu tidak lagi dilakukan.
Membakar dianggap cara paling mudah dan muÂrah untuk memberÂsihÂkan maupun memÂbuka lahan. BagaiÂmana menguÂbah persepsi itu?Memang, membuka lahan dengan membakar paling murah ongkosnya. Kita memberikan pendidikan kepada masyarakat bahwa membuka lahan dengan cara membakar ini sangat meÂrugiÂkan. Menyebabkan polusi dan memperluas kerusakan laÂhan. Ini memang tanÂtangan.
Sebenarnya, tiÂdak perlu memÂÂÂbakar untuk membersihÂkan lahan pascapanen. Sisa-sisa panen maÂsih bisa dimanfaatkan. Jerami-jerami yang tersisa bisa dijadikan pupuk. Memang diÂperlukan peÂralatan.
Menurut saya, di samping perlu adanya sosialisasi akan bahaya kebiasaan membakar laÂhan, pemerintah juga perlu memÂberikan pelatihan pengolahan lahan pascapanen. Pemerintah juga bisa memberikan bantuan peralatan untuk membantu maÂsyarakat membuka lahan.
Di beberapa daeÂrah, titik api (hotspot) ada di laÂhan yang diÂkuaÂsai peÂruÂsaÂhaÂan perkeÂbunan. Ada kecuriÂgaan perusaÂhaan memÂbuka lahan dengan memÂbakar...Bagi (perusahaan) yang deÂngan sengaja membakar untuk membuka lahan, akan berhadaÂpan dengan hukum. Di dalam undang-undang sudah dilarang membuka lahan dengan cara ini.
Bila ditemukan kesengajaan, peÂrusahaan itu harus dijatuhi sanksi tegas agar menimbulkan efek jera. Tanpa penegakan huÂkum yang tegas, saya kira kebiaÂsaan/budaya membakar akan terus berlangsung. Oleh karena itu, saat rapat di Riau kita meliÂbatkan aparat kepolisian.
Benarkah ada penurunan titik api (hotspot) di sejumlah daerah?Kalau dibandingkan tahun 2010 memang turun. Sebab, seÂkarang masih musim hujan. Oleh karena itu, jangan sampai ketika musim kemarau datang, kita tidak siap mengantisipasi masalah kebakaran dan asap.
Masalah asap ini kerap diÂkomplain negara tetangga. Bila tak ditangani bisa menganggu hubungan dengan negara teÂtangga ...Iya. Bagi saya, malu bila tidak bisa mengatasi masalah asap ini. Padahal, kita bangsa besar, bangsa yang berbudaya. Oleh karena itu, saya mengajak kita semua pihak, kementerian terkait, pemerintah daerah, para penguÂsaha, dan masyarakat untuk sama-sama mengantisipasi maÂsalah ini.
Cara paling baik dan murah mengatasi masalah asap adalah mencegah kebakaran. Kalau sudah terjadi kebakaran tidak muÂdah memadamkannya. Apalagi kalau yang terbakar lahan gamÂbut. Sulit sekali memadamkan. Biaya memadamkan kebakaran juga tidak sedikit.
Sebelum terjadi (kebakaran dan masalah asap), kita sosialisasi dan mengajak untuk bersama-sama mencegah kebakaran lahan dan hutan.
Tak lama lagi bakal masuk musim mudik Lebaran. DikhaÂwatirkan asap bisa mengganggu transportasi arus mudik...Iya, makanya sedini mungkin kita melakukan pencegahan.
Apakah ada laporan bahwa musim kemarau kali ini akan berkepanjangan, sehingga anÂcaÂman kebakaran lahan ini baÂkal berlangsung lama? Ada paparan dari Ibu Sri Woro, kepala BMKG (Badan MeteoÂrologi, Klimatologi dan GeoÂfisika) bahwa di beberapa daerah sudah memasuki musim keÂmaÂrau. Misalnya, di sebagian Riau dan KaliÂmantan yang terÂmasuk kategori daerah rawan kebakaran karena banyak terÂdapat lahan gambut.
[rm]
BERITA TERKAIT: