“Tapi kalau soal kasusnya, saya berharap segera ditangkap NaÂzaruddin. Lebih cepat lebih baik,†ungkap Jusuf Kalla sambil terÂsenyum.
Yang jelas, lanjut Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 itu, partainya selalu komitmen dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Apabila ada anggota Partai Golkar terinÂdikasi bermasalah dalam hal korupsi, maka langsung dipecat.
“Seharusnya sikap seperti ini diikuti semua partai. Kader yang bermasalah harus dipecat,†tegasnya.
Berikut kutipan seÂlengkapnya;Anda melihat ada permainan dalam kasus Nazaruddin?Saya tidak ingin mengatakan apakah ada permainan atau tidak dalam kasus ini. Yang jelas hingga saat ini Nazaruddin yang sudah ditetapkan sebagai terÂsangka tidak bisa ditangkap. Kasus ini berlarut-larut karena Nazaruddin tidak bisa ditangkap. Kalau ditangkap maka kasus ini akan tuntas dan
clear.Komentar Anda soal nyaÂnyian Nazaruddin?Saya tidak ingin menilai apa yang terjadi di Partai DeÂmokrat. Kalau itu benar, maka saya rasa itu masalah besar.
Tanggapan Anda dengan ongÂkos politik yang tinggi saat ini?Saya rasa ongkos politik saat ini 10 kali lipat dari ongkos poliÂtik lima tahun lalu. Hal ini saya rasakan saat pengalaman saya maju dalam Pilpres tahun 2009. Untuk biaya iklan dan pergerakan orang meningkat 10 kali lipat dibandingkan tahun 2004.
Pada Pilpres 2004, biaya yang saya habiskan tidak lebih dari Rp 120 miliar. Biaya itu meningkat 10 kali lipat ketika saya ikut Pilpres 2009.
Menurut saya, biaya politik itu sama ketika orang ingin maju menjadi ketua partai politik, yaitu meningkat 10 kali lipat dibanÂdingkan lima tahun yang lalu.
Kenapa hal itu bisa terjadi?Ada beberapa hal.
Pertama, undang-undang politik kita menÂjelaskan yang bisa menjadi anggota partai politik adalah non PNS dan non tentara. Dan tentuÂnya parpol diisi oleh kalaÂngan profesional, politisi, dan penguÂsaha. Misalnya apabila penguÂsaha punya uang, lalu ikut peÂmilu, paling uangnya habis. Â
Tetapi kalau bukan pengusaha dan tidak punya uang, maka yang digunakan adalah mengambil uang dari cara yang lain. Sebab, ini pertarungan berÂdasarkan kemampuan fiÂnansial.
Kedua, banyaknya pemilu di Indonesia menyebabkan ongkos politiknya mahal. Coba bayangÂkan di Indonesia terdapat 500 Pilkada dan tentu memakan biaya yang besar.
Ketiga, umumnya para peserta Pilkada terlalu berlebihan dalam melakukan kampanye. Misalnya kampanye calon Gubernur KaliÂmantan Selatan di Metro TV. Untuk itu harus ada aturan kamÂpanye lokal hanya boleh mengÂgunakan media lokal.
Ada usulan agar pejabat puÂblik tidak masuk parpol?Dulu Partai Golkar menguÂsulkan agar PNS boleh berpartai tetapi cuti di luar tanggungan negara untuk sementara. Hal ini agar jangan hanya profesional, politisi, atau pengusaha yang maÂsuk parpol. Sebab, menggerus jumlah pengusaha.
Kalau dibuat seperti itu, seÂorang dosen bisa maju pada saat pemilu. Tapi bila kalah, dia kemÂbali menjadi seorang dosen. Hal ini bisa mengurangi banyakÂnya pengusaha yang masuk dalam politik yang menyebabkan ongkos politik mahal.
Apa etika dalam berpolitik masih ada?Bahasa etika adalah malu. ArtiÂnya, kalau kita ingin berpolitik dengan sehat, tentu kita mengeÂdeÂpankan etika. Yang menjaga etika adalah seluruh masyarakat. Ketika politik itu bermartabat, artinya kita menang dengan tetap memiliki etika dan menggunakan uang tapi tidak menjebol BUMN dan bank, itu baru menang berÂmartabat. Martabat itu hasil dari suatu kampanye yang beretika dengan biaya murah.  Â
[rm]
BERITA TERKAIT: