Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar beralasan, Iwan beÂlum dipecat dan belum diÂsidang kode etik lantaran putusan hakim kasus tersebut belum berkekuatan hukum tetap (incraht). “Yang bersangkutan masih mengajukan upaya banding,†kata Boy.
Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) kembali akan memÂbidik Gayus Tambunan dalam dua perkara. Pertama, soal dugaÂan suap kepada bekas Karutan Brimob Kompol Iwan Siswanto.
Kedua, soal dugaan menerima suap dan gratifikasi mencapai Rp 74 miliar. Tuduhan jaksa yang semÂpat gagal dibacakan pada perÂsidangan Kamis (21/7) tersebut, rencananya akan disampaikan pada sidang di Pengadilan
Tipikor Jakarta pekan menÂdaÂtang. Menurut jaksa KPK KunÂtadi, seluruh berkas memori tunÂtutan kasus ini telah disampaikan ke Pengadilan Tipikor sejak tiga hari sebelum sidang. “Satu perÂkara dua berkas,†katanya.
Ia belum mau menjabarkan seÂcara rinci materi dakwaan yang disampaikan pada hakim PeÂngadilan Tipikor tersebut. “Kita tunggu nanti saat tuntutannya diÂbacakan di persidangan saja.â€
Saat disoal apakah berkas perÂkara Gayus terkait dengan vonis empat tahun penjara pada bekas Karutan Brimob, ia menjelaskan, hubungan kasus ini menjadi salah satu bagian yang menjadi foÂkus jaksa. “Kita ingin ini tuntas, bagaimana terjadinya penyuapan itu,†tandasnya.
Apalagi, tambahnya, Iwan paÂda persidangan sebelumnya memÂbantah menerima suap dari Gayus. Bahkan, mencabut keteÂraÂngan yang ada di BAP. Alasan terdakwa Iwan, pengakuan yang terangkum dalam berkas perkara disampaikan saat dirinya dalam kondisi tertekan.
Dalam berkas tuntutan terÂhaÂdap Iwan, jaksa yang menangani kaÂsus ini, Silla Pulungan berÂsiÂkuÂkuh menuduh Iwan terbukti meÂnerima suap dari Gayus.
Akibatnya, perwira menengah kepolisian itu diancam hukuman enam tahun penjara subsider empat bulan kurungan serta denÂda Rp 200 juta. Silla menyatakan, terdakwa Iwan melanggar Pasal 12 huruf a UU 31 Tahun 1999 tenÂtang pemberantasan korupsi dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat 1.
“Berdasarkan keterangan dari para saksi terbukti bahwa terdakÂwa telah menerima suap dari GaÂyus agar bisa keluar dari Rutan Mako Brimob Kelapa Dua dan plesiran ke Bali,†tandasnya.
Yang jelas, Kuntadi dan Silla sama-sama mengharapkan, peÂngaÂjuan berkas memori tuntutan terhadap Gayus pada Pengadilan Tipikor nantinya akan bisa meÂnyingkap misteri perkara suap-menyuap tersebut.
Akan tetapi, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (21/7) terpaksa menunda siÂdang pembacaan dakwaan unÂtuk Gayus hingga Senin (25/7). Alasan Ketua Majelis Hakim SuÂhartoyo, Gayus tidak bisa meÂngikuti sidang secara seksama karena keletihan.
Kuasa hukum Gayus, Hotma Sitompul menjelaskan, faktor keÂletihan yang membuat kesehatan kliennya drop dipicu jadwal keÂgiaÂtan yang padat. Ia memaÂparÂkan, Senin (18/7) lalu, Gayus menÂjalani pemeriksaan di PengaÂdilan Tipikor sebagai saksi, SeÂlasa (19/7), Gayus dibawa ke PeÂngaÂdilan Tangerang untuk menÂjalani sidang. Rabu (20/7), Gayus memberikan keterangan kepada Panja Mafia Hukum DPR.
Hotma pun mengajukan kebeÂraÂtan atas sikap jaksa yang terkeÂsan terburu-buru dalam membÂeriÂtÂahukan jadwal persidangan pada Rabu (20/7) sore. Padahal, samÂbungnya, tebal berkas pemeriÂksaÂaÂn Gayus tingginya mencapai seÂtengah meter.
“Tindakan jaksa ini membuat tim kuasa hukum tidak siap memÂpelajari berkas perkara kasus ini. Berkas setinggi itu baru diterima seÂhari sebelum sidang,†imbuhnya.
Disoal mengenai dugaan keterÂkaitan perkara penyuapan Gayus dengan Iwan, Hotma menolak memberikan keterangan secara terperinci. Dia meminta agar subÂsÂtansi perkara seputar hubungan dugaan suap-menyuap antara kliennya dengan bekas Karutan Brimob tersebut diungkap pada persidangan. “Kita lihat saja prosesnya di persidangan nanti bagaimana,†ujarnya.
Penilaian mengenai mendaÂdakÂnya jadwal persidaÂngan GaÂyus berikut pengiriman berkas perÂkara, menurut jaksa Kuntadi, bukan dipicu kelambanan jaksa. Akan tetapi dilatari serangkaian proses yang panjang. “Jaksa haÂrus minta izin MahÂkaÂmah Agung untuk mengÂhaÂdirÂkan Gayus di persidangan. KaÂreÂna saat ini Gayus tengah meÂngaÂjukan kasasi ke MA. Dia tahanan MA.â€
Gayus Pelesiran Itu Tanggung Jawab KarutanM Taslim, Anggota Komisi III DPRHakim dan jaksa diingatkan agar tidak menyerah begitu saja pada pencabutan keterangan bekas Karutan Brimob Kompol Iwan Siswanto. Hakim dan jakÂsa kasus suap Gayus terhadap Iwan pun diminta jeli membaca perkembangan persidangan. Begitu pula hakim pada tingkat selanjutnya lantaran Iwan ingin banding.
“Keterangannya yang meÂnyaÂÂtakan pernah menerima suap dari Gayus Tambunan tiÂdak bisa hilang begitu saja. KaÂlau tidak ada suap, bagaimana mungkin Gayus bisa bebas meÂninggalkan selnya?†ujar M TasÂlim, anggota Komisi III DPR.
Dia pun menyayangkan siÂkap Iwan yang sebelumnya meÂngaku menerima uang GaÂyus untuk kepentingan berÂobat istrinya. “Mana yang benar? Kalau di sidang jaksa dan hakim tidak bisa menghadirkan barang bukti berupa uang suap, itu tiÂdak masalah,†tegasnya.
Bisa jadi, kepolisian dan keÂjaksaan gagal menyita barang bukti karena uangnya sudah habis dipakai oleh terdakwa. Yang jelas, prinsip dia, lepas dari terpenuhi atau tidaknya unÂsur suap itu, bebasnya Gayus meÂninggalkan sel menjadi tanggung jawab Iwan.
Dia menilai, bebasnya Gayus meninggalkan selnya untuk plesiran ini dilatari pemberian uang maupun barang tertentu. Analoginya, sambung dia, apaÂpun bentuk pemberian kepada aparat penegak hukum yang tengah menjalankan tugasnya, patut dicurigai. “Itu melanggar pasal gratifikasi,†tegasnya.
Ia meminta pencabutan keteÂraÂngan Iwan tidak menjadi alaÂsan untuk membuat penanganan kasus ini menjadi tersendat. “Di persidangan Gayus, perkara peÂnÂÂyuapan ini pasti akan terÂjaÂwab,†ucapnya yakin.
Penyidik, Penuntut Dan Majelis Hakim Mesti CermatBambang Widodo Umar, Pengamat KepolisianUpaya menyingkap kasus suap seringkali menemui kenÂdala. Untuk itu, pemahaman meÂngenai prinsip pembuktian terbalik diperlukan aparat peÂnegak hukum.
Bambang Widodo Umar, Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Kepolisian UI meÂngemuÂkakan, pada prinsipnya langkah pembuktian kasus penyuapan secara tunai lebih sulit ketimÂbang kasus penyuapan melalui transaksi perbankan.
“Penyuapan lewat transaksi tunai bisa langsung memenuhi unsur pidana kalau pelakunya tertangkap tangan. Selain itu bisa juga dibuktikan lewat peÂngumpulan keterangan saksi dan barang bukti secara komÂpreÂhensif dan cermat,†ujarnya.
Sedikitnya, menurut dia, haÂrus ada pengakuan orang yang menyuap maupun menerima suap. Pengakuan itu juga masih harus didukung keterangan sakÂsi maupun barang bukti berupa uang yang menjadi alat untuk menyuap.
“Kendalanya banyak. Karena itu, penyidik maupun para pihak yang berkepentingan mengusut perkara suap, sedikit banyak haÂrus memahami dan menguasai metode azas pembuktian terÂbalik, walau hal ini belum diÂkenal dalam perundangan kita,†terangnya.
Dengan kata lain, kecermatan dan ketelitian menggali fakta leÂwat informasi, kesaksian beÂriÂkut menemukan hubungan timÂbÂÂal balik dalam kasus suap ini, menjadi salah satu kunci keberÂhasilan menuntaskan kasus suap menggunakan transaksi tunai seperti pada kasus Gayus-Karutan Brimob.
[rm]
BERITA TERKAIT: