WAWANCARA

Basrief Arief: Perkara Prita Mulyasari Perhatikan Hati Nurani

Rabu, 20 Juli 2011, 05:22 WIB
Basrief Arief: Perkara Prita Mulyasari Perhatikan Hati Nurani
Prita Mulyasari
RMOL. Kejaksaan merasa perlu memiliki hak penyadapan seperti KPK. Sebab, selama ini masih mengacu pada Undang-undang Telekomunikasi.
 
“Perlu landasan hukum yang kuat bagi kejaksaan untuk mela­kukan penyadapan, agar kewe­nangannya sama seperti KPK,’’ ujar Jaksa Agung, Basrief Arief.

Sebelumnya JAM Intel, Edwin P Situmorang mengatakan, ke­wenangan kejaksaan mela­kukan penyadapan semenjak Maret 2010 sudah cukup efektif dan konkret.

Pertama, kejaksaan bisa me­nangkap tersangka kasus dugaan korupsi Ditjen Pengairan Ke­men­terian PU yaitu seorang warga Italia. Kedua, ber­hasil menang­kap dua tersangka kasus Kabu­pa­ten Batubara. Ketiga, dua minggu lalu me­nangkap seo­rang terpi­dana kasus korupsi yang menjadi buron Kejaksaan Tebing Tinggi yang ditangkap di Hotel Central, Jakarta.

Basrief Arief selanjutnya mengatakan, kewenangan pe­nyadapan itu banyak manfaatnya, terutama dalam proses penegakan tindak pidana korupsi.

“Ini (penyadapan) sangat-sangat diperlukan kalau memang kita mau melakukan penegakan hukum yang kuat dan serius,” ujar Basrief.

Berikut kutipan selengkapnya;
 
Penguatan wewenang penya­dapan akan dimasukkan dalam revisi UU Kejaksaan?
Revisi undang-undang kejak­saan kan sudah ada di Baleg dan itu merupakan inisiatif dari DPR. Tetapi Komisi III DPR berpen­dapat, revisi itu akan di­bahas secara bersama. Artinya, kejak­saan sebagai mitra dari Komisi III DPR akan membahas itu ber­sama-sama.
 
Bagaimana dengan justice collaboration antara para pe­ne­gak hukum?
Rencananya, kami akan me­la­kukan perte­muan di antara para lem­­baga pe­negak hu­kum, seperti Kejak­saan, Ke­polisian, MA, KPK dan lain­nya. Pertemuan itu akan mem­bahas mengenai rencana mem­bentuk suatu tim kecil yang mem­bahas dan mengkaji menge­nai justice collaboration ini. Agar terjadi sinkronisasi antara lem­baga penegak hukum.
 
O ya, bagaimana denga ka­sus Prita?
Saya menyadari bahwa pasal 67 KUHAP jo 244 KUHAP, di sana dinyatakan bahwa me­mang pada putusan bebas tidak dapat dilakukan kasasi. Namun jaksa pernah me­lakukan suatu terobo­san ketika mengajukan kasasi atas vonis bebas suatu perkara korupsi dan saat itu ka­sasi jaksa di­kabulkan oleh Mah­kamah Agung (MA).

Hal tersebut merupakan tero­bosan dalam penegakan hukum. Terobosan ini kemudian seolah-olah dijadikan pedoman oleh para jaksa dalam menangani kasus-kasus. Untuk itu, ketika saya memulai kembali di Keja­gung, saya katakan bahwa pe­negakan hukum yang bero­rientasi pada kea­dilan, kepastian hu­kum, dan keman­faatan, itu harus dike­depankan dan juga hati nurani.

Kasus ini keliha­tannya belum masuk di sana. Makanya ke de­pan saya ingin me­nyatakan bahwa te­man-teman jaksa ha­rus menggunakan nurani dalam perkara rakyat kecil, seperti kasus Prita Mulyasari. Memang soal nurani ini tidak ada seko­lah­nya, semuanya ber­da­sarkan penga­laman.
 
Artinya Prita akan diekse­kusi?
Upaya hukum akan digunakan Prita, yang menurut saya itu adalah hak dari terpidana atau ahli waris. Upaya hukum itu me­mang bisa ditempuh. 
 
Bagaimana penanganan ka­sus ke depan?
Insya Allah dengan instruksi saya itu, jaksa tidak nggebyah uyah (menyamaratakan) perkara-perkara yang ditanganinya. Kalau menyangkut rakyat kecil, kita harus perhatikan hati nurani. Arti­nya kalau memang tidak perlu  kasasi, ya tidak usah kasasi. Saya harap kita bisa memahami bahwa saya akan berusaha sedemikian rupa. Bahkan kalau perlu saya terbitkan instruksi yang menya­ta­kan jaksa da­lam melakukan kasasi harus melihat kasus­nya. Menyangkut rakyat kecil, kita harus perhatikan hati nurani.
 
Pengawasan para jaksa ba­gaimana?
Pengawasan yang kita lakukan sudah berjalan maksimal, seperti Jamwas sudah melakukan perja­lanan ke beberapa daerah untuk melakukan pengawasan.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA