Tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom itu diperkirakan berada di Phnom Penh, Kamboja.
Begitu disampaikan bekas MenÂteri Perindustrian, Fahmi Idris, kepada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, Sabtu lalu.
“Ibu Nunun ke Kamboja untuk menghindar dan mencari tempat yang lebih baik. Sebab, saat berÂada di Bangkok, kakinya keseleo. Jadi, dia rutin mengunÂjungi ruÂmah sakit di Phnom Penh untuk fisioterapi, bukan mengoÂbati lupa ingatan,†tutur Fahmi.
Seperti diketahui, Nunun pergi ke luar negeri saat statusÂnya maÂsih sebagai saksi dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur SeÂnior Bank IndoÂnesia. Nunun, pamit untuk beroÂbat ke SingaÂpura.
Namun, hingga statusnya diÂtingkatkan KPK menjadi terÂsangka, dia tak kunjung pulang ke Indonesia. Bahkan, keberaÂdaan Nunun semakin kabur. Nunun dideteksi pernah berada di Thailand dan Kamboja. KPK telah meminta banÂtuan Interpol dan menyeÂbarÂkan identiÂtasnya ke 188 negara.
Fahmi selanjutnya mengataÂkan, Nunun ada di Phnom Penh sejak 25 Maret 2011. Dia tinggal di suatu hotel, diteÂmani dua orang keluarganya.
“Suaminya, Adang Daradjatun, sering menengok Nunun di lokasi persembuÂnyianÂnya. Kadang seÂbulan tiga kali, atau sebulan seÂkali,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Dari mana Anda mengetahui banyak informasi soal Nunun? Ada. Bahkan, saya masih meÂnyimpan sejumlah informasi yang lebih penting. Berbagai hal yang sering saya sampaikan ke media, belum semuanya saya ungkapkan.
Kenapa Anda tidak membagi semua informasi tersebut keÂpada penegak hukum?KPK nggak perlu diajari untuk melakukan langkah-langkah serius. Di sana banyak polisi dan mereka tahu bagaimana caranya mencari orang.
KPK sudah meminta banÂtuan Interpol, tapi belum bisa meÂnangkap Nunun, kenapa begitu?Masuknya Nunun dalam daftar buron Interpol itu hampir nggak ada artinya. Sedikit sekali manÂfaatÂnya. Terlebih di negara yang tidak memiliki perjanjian ekstraÂdisi, seperti Singapura.
Kalau pun kita memiliki perÂjanjian ekstradisi, apakah peÂnangÂkapan itu dapat berlangsung mudah, kan tidak juga. Kalau negara tersebut memiliki kepenÂtingan dengan Nunun. Mereka pasti akan bertanya, apakah yang bersangkutan sudah divonis atau belum.
Kalau belum, berarti dia orang bebas, sehingga mereka merasa tidak bisa menyerahkannya. Kalau mereka bersikap seperti itu, kita bisa bicara apa.
Apa yang harus dilakukan aparat penegak hukum? Ya, bekerja lebih serius lagi. Kalau cara kerjanya terus-meÂnerus seperti ini, jangankan meÂnangkap, untuk mengetahui secara persis saja mereka tidak akan bisa. Terakhir, mereka mengatakan, Nunun tidak berada di Kamboja, tetapi di Thailand. Itu berdasarkan berita, fakta, atau dugaan.
Saran Anda apa yang perlu dilakukan?Loh, kalau soal itu kan yang tahu mereka. Teroris saja bisa dikejar ke mana-mana. Masa ini tidak bisa. Seharusnya menangÂkap Nunun lebih gampang dibanÂding mencari teroris. Orangnya sudah ketahuan, identitasnya jelas, dan memiliki hubungan dengan orang orang di dalam negeri.
Apa ini kurang koordinasi? Itulah lemahnya aparat peneÂgak hukum dan lembaga yang menangani masalah ini. BukanÂnya merapatkan diri dan menyaÂtukan kekuatan, mereka justru saling lempar tanggung jawab. KarenaÂnya, koruptor bisa kabur ke luar negeri dengan alasan berobat atau sakit.
Ini bukan persoalan ringan loh. Kaburnya orang-orang berÂmasaÂlah ke luar negeri memÂbuat kita ditertawakan dunia interÂnasional.
Pertanyaannya sekarang, kita suÂdah tahu modusnya, masa nggak melakukan perbaikan. Semua orang sudah tahu, kalau orang yang bermasalah pergi ke luar negeri dengan alasan sakit atau berobat itu, cuma akal-akaÂlan saja. Ini seharusnya dicegah dari awal, sehingga tidak terulang kasus seperti itu.
[rm]
BERITA TERKAIT: