WAWANCARA

Nurdin Tampubolon: Putusan Itu Langgar Aturan, Kami Tidak Mematuhinya

Sabtu, 09 Juli 2011, 06:20 WIB
Nurdin Tampubolon: Putusan Itu Langgar Aturan, Kami Tidak Mematuhinya
RMOL. Fraksi Partai Hanura melakukan perlawanan atas putusan Badan Kehormatan DPR atas diberhentikannya Nurdin Tampubolon sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR.

Pemberhentian kader Par­tai Hanura itu diumumkan dalam rapat paripurna DPR, 5 Juli lalu.       

“Fraksi Partai Hanura telah mengirim surat kepada Pimpinan DPR. Intinya, kami menolak ke­putusan BK dan meminta Pimpi­nan DPR mencabut keputusan ter­sebut,” ujar Nurdin Tampu­bolon kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Dalam surat itu, lanjut Nurdin, Fraksi Partai Hanura menyata­kan, keputusan yang diambil Pim­­pinan BK DPR telah me­langgar HAM dan tidak mencer­minkan rasa keadilan.  Selain itu, Fraksi Partai Hanura juga me­nilai, keputusan tersebut cacat hukum karena Fraksi Partai Hanura tidak memiliki per­wa­kilan di BK DPR.

“Berdasarkan peraturan DPR, setiap Fraksi harus memiliki keterwakilan dalam komisi dan alat kelengkapan, termasuk BK. Nah, kalau mekanismenya saja sudah salah, masa kami mema­tuhi keputusan itu,” paparnya.

Berikut kutipan selengkpnya :

Bagaimana kronologis kasus Anda di BK?
Awalnya, ada orang bernama A B Manalu mengadukan saya ke BK tahun lalu. Dalam laporan­nya, dia menyatakan kepada BK kalau saya memiliki utang se­besar Rp 47 juta di tahun 2008. Kemudian, saya dipanggil BK untuk men­jelaskan persoalan tersebut.

Dalam pertemuan pertama dengan Ketua dan Wakil ketua BK, saya menjelaskan kalau saya tidak punya hutang dengan yang bersangkutan. Kalau pun ada, itu bukan utang pribadi, tapi antar perusahaan.

Saya mengakui kalau saya men­­jabat sebagai komisaris di perusahan itu. Tapi, masalah utang-piutang dan opera­sionali­sasi perusahaan kan urusan direksi, bukan urusan saya.

Karena tidak mau ribut-ribut, saya menanyakan dan meminta direksi untuk menyelesaikan per­soalan tersebut. Jawaban direksi, mereka telah menyelesaikan ke­wajibannya dan membayar hu­tang itu. Jadi, di mana masa­lahnya.

Menurut BK Anda tidak koo­peratif dan selalu mangkir saat dipanggil?
Loh, tadi kan sudah saya sam­paikan. Saya hadir dan sudah menjelaskan semuanya. Saat itu, Ketua BK masih dijabat Gayus Lumbuun dan Wakilnya Abdul Wahab Dalimunthe. Saya masih menyimpan buktinya.

Kalau dibilang saya mangkir dan tidak pernah memberi kete­rangan, itu fitnah. Semua surat-menyurat dengan BK masih saya simpan.

Kalau begitu, kenapa Anda di­beri sanksi?
Itulah yang tidak bisa kami terima. Saya pikir persoalan ini sudah selesai, karena saya tidak lagi dipanggil BK. Kok tiba-tiba, Fraksi kami dikirim surat kepu­tusan BK. Ini ada apa.

Kenapa Anda begitu yakin ka­­­lau masalah itu sudah se­lesai?
Saya sudah jelaskan semuanya. Saya pun telah memberikan bukti pembayaran atas utang itu. Jadi, di mana lagi masalahnya.

Bahkan, saya membayar utang itu sampai dua kali. Yang pertama atas nama perusahaan. Yang ke­dua menggunakan uang pribadi.  Keduanya ada bukti dan tanda tangan di atas materai, itu otentik.

Mungkin Anda dijatuhkan sanksi dalam kasus pelanggaran disiplin atau etika lainnya?
Tidak ada. Dalam surat kepu­tusan BK, cuma itu saja masalah­nya. Kalau pun hal tersebut mau dikaitkan dengan pelanggaran etika dan disiplin, di mana letak kesalahan saya.

Itu kan persoalan utang-piu­tang antar perusahaan. Harusnya, jika terjadi sengketa, ya dilapor­kan saja ke kepolisian. Biar polisi, jaksa dan pengadilan yang me­mutuskan. Sejak kapan BK me­miliki kewenangan seperti aparat penegak hukum, mengu­rusi masalah perdata.

Itulah yang membuat kami tidak bisa menerima keputusan mereka. BK telah mengambil keputusan yang tidak berda­sar­kan pada kewenangan dan tang­gung jawabnya, serta melanggar peraturan Nomor 01/DPR RI/04/2008 tentang Badan Kehormatan.

Langkah apa lagi yang Anda lakukan?
Terus terang, saya sangat ke­cewa dengan keputusan tersebut. Selain melanggar peraturan perundang-undangan, keputusan itu juga telah membunuh karakter saya dan melanggar HAM. Na­mun, kami belum sampai ada putu­san untuk menempuh jalur hukum. Saya ma­sih merapatkan hal tersebut dengan fraksi dan partai.

Saat ini, kami menunggu ke­putusan Pimpinan DPR atas surat Fraksi Partai Hanura. Hasilnya, kita lihat nanti.

Menurut Anda, apa nuansa poli­tik dari kasus tersebut?
Ada satu hal yang sangat politis dalam kasus ini, yakni reputasi Fraksi dan Partai Hanura. Seba­gai partai baru, kami tidak pernah terlibat dalam sengketa dan per­soalan apa pun. Nah, di sini  oknum-oknum bermain untuk menjatuhkan citra dan kredi­bili­tas partai kami di mata publik.

Siapa orangnya?
Saya tidak bisa sebut se­karang. Saya menghar­gai asas praduga tak bersalah dan pembuktian hu­kum.    [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA