WAWANCARA

Amidhan: Kami Tidak Keluarkan Fatwa Atas Pesanan Pemerintah

Senin, 04 Juli 2011, 06:47 WIB
Amidhan: Kami Tidak Keluarkan Fatwa Atas Pesanan Pemerintah
Amidhan
RMOL. Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak akan mengeluarkan fatwa yang mengharamkan BBM bersubsidi digunakan orang kaya.

“Ada kemungkinan kami mem­bahas masalah itu. Tapi tidak akan mengeluarkan fatwa BBM bersubsidi,” ujar Ketua MUI  Ami­dhan kepada Rakyat Mer­deka, Sabtu (2/7).

Sebelumnya diberitakan, Ke­tua MUI lainnya, Ma’ruf Amin mengeluarkan pernyataan bahwa orang kaya yang membeli BBM bersubsidi itu sama saja meram­pas hak orang yang tidak mampu, maka hukumnya itu dosa dan haram. Pernyataan Ma’ruf Amin tersebut menimbulkan polemik di masyarakat.

Amidhan menga­takan, ke­mung­kinan MUI me­ngeluarkan anjuran agar orang-orang mampu tidak membeli BBM bersubsidi, bukan dengan mengeluarkan fatwa.

Berikut kutipan selengkapnya:

Anda yakin fatwa BBM ber­sub­sidi tidak dikeluarkan?
Ya, yakin sekali. MUI tidak ba­kal keluarkan fatwa pesanan dari pemerintah atau masyarakat.

Kalau fatwa itu dipaksakan akan mengurangi wibawa MUI sen­diri karena tidak memiliki efek­­tifitas dan MUI tidak me­nge­luarkan fatwa atas dasar pe­sanan baik dari masyarakat atau peme­rintah.

Bagaimana dengan pernya­taan Ma’ruf Amin?
Pernyataan itu bukan atas nama institusi, tapi pribadi.  Ini bermula dari kiai Ma’ruf Amin  memim­pin jajaran kepengurusan MUI beraudiensi dengan Menteri ESDM.

Ketika Pak Ma’ruf Amin ke­luar dari kantor ESDM, bersama rombongan, ada war­tawan yang menanyakan mengenai bagai­mana hukumnya bagi orang kaya yang membeli BBM bersubsidi.

Nah pak kiai (Ma’ruf) menja­wab secara spontan bahwa hu­kum­nya berdosa dan haram.

MUI dianggap mengharam­kan orang kaya membeli BBM ber­subsidi. Padahal itu pendapat pribadi. Itu sudah diakui  pak kiai bahwa pendapatnya itu ada­lah pendapat pribadi, bukan ins­titusi MUI.

Apa yang  disampaikan MUI kepada Menteri ESDM?
Saat audiensi, itu membahas pe­muliaan lingkungan dan juga tentang energi. Masalah energi, misalnya disinggung soal peng­hematan listrik. Antara lain, menge­nai pencurian listrik dan  me­nying­gung tentang orang kaya atau pe­rusahaan besar yang ba­nyak me­nyedot alokasi listrik, se­hingga rakyat kecil terkurangi jatahnya.

Selain itu,  membicarakan  per­tambangan, khususnya mengenai penambang liar. Ini bukan saja dila­rang, tapi MUI kalau tidak salah sudah memfatwakan bahwa itu tidak boleh, berdosa,atau ha­ram hukumnya. Sebab, sangat me­rusak lingkungan. Penamba­ngan itu termasuk penambang besar yang tidak taat asas untuk me­lakukan reklamasi setelah mereka melakukan penggalian.

Bagaimana prosedur MUI me­ngeluarkan fatwa?
Harus dibicarakan 50 orang ulama yang ada di MUI. Artinya, ketika MUI mengeluarkan fatwa itu tidak ada istilah voting dalam mengambil keputusannya. Kalau ada  yang tidak sepakat, maka  te­rus dicari dasar hukumnya hingga ditemukan kesepakatan secara aklamasi.

Fatwa itu adalah status hukum mengenai suatu hal.  Itu dikeluar­kan apabila tidak ada hukumnya, baik menurut Al-Quran maupun menurut hadist belum ada hu­kum­nya.
      
Bagaimana peran MUI da­lam hal energi?
Kami pernah membahas me­nge­nai penghematan energi, se­perti BBM. Artinya, kalau lang­kah itu tidak bisa dilakukan, energi kita nantinya akan habis.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA