WAWANCARA

Komjen Pol (Purn) Noegroho Djajoesman: Represif Terhadap Teroris Bukan Demi Pencitraan

Jumat, 01 Juli 2011, 01:19 WIB
Komjen Pol (Purn) Noegroho Djajoesman: Represif Terhadap Teroris Bukan Demi Pencitraan
Noegroho Djajoesman
RMOL.Hari ini Polri genap 65 tahun. Peringatan ulang tahun dilakukan secara serentak di seluruh Polda. Namun di hari bahagianya, korps bhayangkara masih dibayangi beberapa masalah, seperti ancaman teror dan kasus korupsi.

Polri juga dinilai rentan dipakai sebagai alat kekuasaan pemerin­tah dalam isu rekayasa kasus tertentu. Untuk itu, Komjen Pol (Purn) Noegroho Djajoesman se­bagai sesepuh Polri dimintai tanggapannya seputar kinerja Polri selama ini. Khususnya da­lam hal menjaga keamanan dan ketertiban serta pelayanan ma­sya­rakat yang dirasakan masih belum sesuai harapan.

“Banyak hal positif yang telah dilakukan Polri, khususnya da­lam upaya menciptakan keama­nan, ketertiban, dan pelayanan masyarakat. Tapi bisa dimengerti kalau seluruhnya belum meme­nuhi harapan masyarakat,’’ ujar Noegroho Djajoesman kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Usia 65 tahun bisa dikatakan su­dah dewasa, tapi mengapa be­­lum seluruhnya memenuhi ha­­ra­pan masyarakat?

Dengan usia yang bertambah dewasa, tentu harapan masya­ra­kat  juga bertambah, khususnya dalam upaya menciptakan kea­manan, ketertiban, dan pelayanan masyarakat. Inilah yang belum semuanya dipenuhi Polri.

Adakah sesuatu yang dapat dimaknai dari perayaan hari jadi Polri tahun ini?

Hari jadi tahun ini dimaknai dengan suatu perubahan total dari sikap dan peran Polri agar dicintai masyarakat. Untuk itu, Polri ha­rus dapat meningkatkan pelaya­nan masyarakat tanpa tebang pilih serta senantiasa selalu dekat dengan masyarakat.

Hal yang terpenting lainnya adalah menjaga soliditas internal.  Dengan cara itulah, Polri bisa mewujudkan harapan masyarakat itu. Harapan saya semoga Polri tetap jaya.

Bagaimana menurut Anda reformasi yang dilakukan Polri?

Reformasi di bidang kultural. Ini menyangkut perubahan sikap mental seluruh anggota Polri dalam mengemban fungsi perlin­dungan, pengayoman, dan pela­yanan masyarakat. Dengan pem­benahan dan perubahan ini di­harapkan tindakan penyalah­gu­naan wewenang dapat dihin­dari, paling tidak diminimalisir.

Apa ya sih kultur Polri bisa di­benahi mengingat kewena­ngannya  begitu luas?

Kita harus punya keyakinan bahwa suatu saat institusi Polri ini harus dapat memenuhi harapan masyarakat. Langkah-langkah perubahan sikap mental ini tentu memerlukan proses waktu, tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan.

Bukti riil pembenahan kultur menurut sepengetahuan Anda?

Dalam program pendidikan sudah terlihat kurikulum yang di­­sesuaikan dengan tugas, fungsi, dan peranan Polri, khu­susnya pengetahuan mengenai masalah HAM. Kalau pun ada penyim­pa­ngan di lapangan, tentu ini bukan cermin dari Polri. Tapi itu per­buatan perorangan atau oknum saja.

Bagaimana dengan kasus re­kening gendut perwira Polri baik di pusat maupun daerah yang tampaknya tidak tuntas pe­nanga­nannya, masalahnya apa sih?

Untuk kasus ini, saya rasa su­dah diselesaikan oleh Kapolri terdahulu (Bambang Hendarso Danuri). Hanya mungkin belum disampaikan secara terbuka kepada masyarakat

Apa ya para Jenderal Polri yang terlibat kasus bisa dita­ngani secara hukum?

Saya rasa penegakan hukum ini tidak terbatas ditujukan kepada masyarakat saja. Tapi juga telah dilaksanakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran. Contohnya kasus Susno Duadji.

Petinggi Polri diduga memi­liki kekayaan berlimpah hasil ber­bisnis dan berhubungan de­ngan politisi atau pengusaha, apakah ini dibenarkan?

Kita jangan berpikir negatif dulu. Kan sudah ada wadahnya yang menerima pengaduan pe­langgaran seperti Divisi Propam, Irwasum/Irwasda, Kompolnas, Ombudsman, sampai KPK.

Bagaimana pula dengan pe­nanganan kasus korupsi yang biasa disebut ‘lahan basah’ dan sarat kepentingan politis?

Itu tadi, kita jangan berpretensi negatif dulu. Bila memang ada bukti dan fakta-fakta, saya rasa pimpinan Polri juga tidak akan diam.

Dalam pemberantasan tero­ris­me, Polri dianggap terlalu re­presif dan berlebihan ketim­bang penanganan korupsi dan pelanggaran internal, komentar Anda?

Khusus untuk masalah teroris­me ini dapat dimaklumi bila da­lam penanganannya terlihat ber­beda dengan kasus-kasus pidana lainnya. Ini menyangkut anca­man yang sangat tinggi dan dengan dampaknya yang besar juga.  Mau-tidak mau Polri harus bersikap lebih tegas. Memang si­kap tegas ini terkadang dirasakan masyarakat sebagai suatu hal yang berlebihan. Hal ini bisa dimengerti.

Apakah Polri menggunakan kasus terorisme sebagai pen­ci­tra­an maupun sekadar reka­yasa pengalihan isu politik?

Saya melihat faktanya tidak demikian. Polri represif terhadap teroris bukan demi pencitraan. Itu kan hanya analisa pihak-pihak tertentu saja yang mempunyai kepentingan tertentu pula.

Adakah hubungan khusus petinggi Polri dengan Istana?

Hubungan khusus seperti apa. Kalau dilihat dari hirarki organi­sasi, Polri memang bertanggung jawab kepada Presiden. Ini ada­lah fakta.

Sebagai sesepuh Polri yang di­kenal dekat dengan masyara­kat, bagaimana tanggapan Anda seputar gonjang-ganjing politik?

Ini salah satu produk dan dam­pak reformasi dengan segala ke­terbukaannya, sehingga ma­sya­ra­kat merasa mempunyai hak untuk berbicara dan mengkritik. Di sam­ping itu, gon­jang-ganjing politik selama ini dapat dimak­lumi karena Pemilu 2014 sudah semakin dekat. Maka­nya, sekecil apa pun perma­salahan akan se­nantiasa dijadikan panggung oleh kelompok elite politik untuk men­­capai tujuan dan kepen­ti­ngan­nya, terutama dalam meng­hadapi pemilu men­datang. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA