“Tiap hari keterangan Pak Arsyad selalu berubah. Makanya saya akan beberkan sejumlah bukti yang membuatnya tak berÂkutik,’’ ujar Mahfud kepada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, SeÂlasa (28/6).
Saat ditanya apa saja yang pernyataan yang berubah itu, Mahfud mengatakan, Arsyad SaÂnusi mengaku tidak pernah berÂtemu dengan Mashuri Hasan dan Dewi Yasin Limpo.
“Setelah dibeberkan buktinya, kemudian dia mengatakan, o ya pernah bertemu, tapi hanya untuk makan-makan. Arsyad juga mengaku pernah bertemu dengan Mashuri Hasan untuk membuat draf putusan. Kemudian, MK memberikan bantahan, kenapa draf putusan dibuat dengan HaÂsan, dia kan cuma juru panggil, keterangan Arsyad pun kembali berubah,’’ paparnya.
Terakhir, jelas Mahfud, Arsyad mengaku bertemu Hasan untuk konsultasi. Padahal, seorang hakim tidak boleh melakukan konsultasi di rumah.
“Keterangan yang berubah-ubah seperti itu akan memunÂculkan keadilan publik bahwa dia bohong. Kalau dia berbohong lagi, saya akan menjadi penutupÂnya. Saya memiliki fakta lain yang nggak bisa dibantah,†tutur bekas Menteri Pertahanan ini.
Berikut kutipan selengkapnya: Kenapa Anda begitu yakin Arsyad Sanusi berbohong?Banyak buktinya seperti yang saya sebutkan tadi. Selain itu, Arsyad ngotot bahwa dia yang membuat draf putusan Dewi Yasin Limpo. Saya pastikan, itu tidak benar. Yang membuat putusan itu adalah Pak Harjono (Hakim MK) dan paniteranya, Nallom KurniaÂwan. Itulah yang benar.
Nah, yang dia buat itu, menurut temuan Tim Investigasi MK adaÂlah putusan palsu. Mashuri Hasan itu kan hanya juru panggil, ngaÂpain diajak membuat draf.
Menurut Arsyad Sanusi, Anda yang paling bertanggung jawab atas putusan palsu terÂseÂbut, baÂgaimana tanggapan Anda?Itu betul. Saya harus bertangÂgung jawab terhadap segala seÂsuatu yang terjadi di MK, makaÂnya saya langsung melapor ke polisi. Itu kan bertanggung jawab namanya.
Kalau ada orang yang menÂcopet, masa yang harus bertangÂgung jawab yang dicopet. CopetÂnya dong yang dilaporkan ke polisi, itu yang benar.
Bagaimana Anda bisa menÂÂdeÂtekÂsi seÂtiap ada duÂgaan peÂnyimÂpangan di MK?Kalau ada penyimpangan langÂsung dapat dideteksi. Setiap maÂsalah atau putusan selalu dirapatÂkan lewat Rapat PermusyawaraÂtan Hakim (RPH) dan prosesnya sangat demokratis. Ketua nggak boleh menjawab sendiri.
Bahkan, saat Pak Arsyad meÂngÂÂajak 7 orang peÂgawai MK beÂrangÂkat umroh, kami bahas dalam RPH. Dalam RPH, saya katakan, Pak Arsyad tidak lagi menjabat sebagai hakim konsÂtitusi, dia boleh mengajak staf MK untuk berangkat umroh. Tapi, tidak bisa sekaligus. Kalau mau satu bulan satu orang, dan haÂkim MK meÂnyepakati hal itu.
Ini artinya, tidak ada satu perÂmasalahan pun yang tidak dibaÂhas dalam RPH. Nah, kalau dia (Arsyad) bilang persolan itu tidak dibahas dalam RPH, ya memang benar. Itu kan palsu, nggak lewat Ketua karena mencuri dari beÂlakang.
Kasus mafia pemilu seolah berbalik ke MK, padahal awalÂnya Anda melaporkan Andi Nurpati, kenapa bisa terjadi begitu?Nggak ada yang mengarah ke MK. Kasus tersebut, mengarah ke pelaku yang sudah lebih daÂhulu ditindak oleh MK. Mana yang mengarah ke MK, nggak ada. Semua yang terlibat dalam kasus itu sudah ditindak MK. Sekarang tugas polisi meninÂdakÂlanjuti pidananya.
Tujuan saya melaporkan kasus ini, agar polisi dan kejaksaan dapat melakukan penegakan huÂkum. Kalau ada orang MK yang terlibat silakan disikat, mantan orang MK juga silakan disikat.
Arsyad keluar dari MK kaÂrena kasus dugaan suap di tuÂbuh MK, bukan menyangkut kasus ini?Itu benar. Tapi, semua pihak yang terlibat dalam kasus pemalÂsuan dokumen kan sudah kami tindak. Orang yang memalsukan sudah diberhentikan, termasuk paniteranya, Zaenal Arifin sudah diberi peringatan tertulis. Pak Arsyad pun sudah dipanggil dan diberi peringatan.
Itulah wewenang MK dalam biÂdang administrasi kepegaÂwaian. Mengenai pidananya kan langÂsung saya laporkan ke polisi. Saat meÂlapor, saya tidak menyeÂbut nama siapapun, termasuk Pak Arsyad. Namanya baru muncul di DPR, karena saya harus jujur dan terbuka di hadapan lembaga negara.
Bagaimana dengan Andi Nurpati?Keadilan itu kan ada bermaÂcam-macam. Di antaranya keadiÂlan publik dan keadilan proseÂdural. Saat ini, Andi Nurpati sudah dihukum oleh keadilan publik. Semua sudah tahu dan Andi Nurpati nggak bisa meÂngelak.
Sekarang, tinggal keadilan proseduralnya, sehingga fakta-fakta keadilan publik bisa diteÂmukan dalam hukum pidana. Dalam hal ini, saya tidak akan mempengaruhi polisi karena peÂkerjaan mereka sudah tepat dalam kasus ini.
[rm]
BERITA TERKAIT: