WAWANCARA

Mahfud MD: Arsyad Sanusi Tak Berkutik Bila Bukti Saya Beberkan

Kamis, 30 Juni 2011, 06:29 WIB
Mahfud MD: Arsyad Sanusi Tak Berkutik Bila Bukti Saya Beberkan
Mahfud MD
RMOL. Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, merasa geram dengan pernyataan bekas anak buahnya, Arsyad Sanusi, yang selalu berubah-ubah terkait dugaan pemalsuan surat keputusan MK.

“Tiap hari keterangan Pak Arsyad selalu berubah. Makanya saya akan beberkan sejumlah bukti yang membuatnya tak ber­kutik,’’ ujar Mahfud kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Se­lasa (28/6).

Saat ditanya apa saja yang pernyataan yang berubah itu, Mahfud mengatakan,  Arsyad Sa­nusi mengaku tidak pernah ber­temu dengan Mashuri Hasan dan Dewi Yasin Limpo.

“Setelah dibeberkan buktinya, kemudian dia mengatakan, o ya pernah bertemu, tapi hanya untuk makan-makan. Arsyad juga mengaku pernah bertemu dengan Mashuri Hasan untuk membuat draf putusan. Kemudian, MK memberikan bantahan, kenapa draf putusan dibuat dengan Ha­san, dia kan cuma juru panggil, keterangan Arsyad pun kembali berubah,’’ paparnya.

Terakhir, jelas Mahfud, Arsyad mengaku bertemu Hasan untuk konsultasi. Padahal, seorang hakim tidak boleh melakukan konsultasi di rumah.

“Keterangan yang berubah-ubah seperti itu akan memun­culkan keadilan publik bahwa dia bohong. Kalau dia berbohong lagi, saya akan menjadi penutup­nya. Saya memiliki fakta lain yang nggak bisa dibantah,” tutur bekas Menteri Pertahanan ini.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa Anda begitu yakin Arsyad Sanusi berbohong?
Banyak buktinya seperti yang saya sebutkan tadi. Selain itu, Arsyad ngotot bahwa dia yang membuat draf putusan Dewi Yasin Limpo. Saya pastikan, itu tidak benar. Yang membuat putusan itu adalah Pak Harjono (Hakim MK) dan paniteranya, Nallom Kurnia­wan. Itulah yang benar.

Nah, yang dia buat itu, menurut temuan Tim Investigasi MK ada­lah putusan palsu. Mashuri Hasan itu kan hanya juru panggil, nga­pain diajak membuat draf.

Menurut Arsyad Sanusi, Anda yang paling bertanggung jawab atas putusan palsu ter­se­but, ba­gaimana tanggapan Anda?
Itu betul. Saya harus bertang­gung jawab terhadap segala se­suatu yang terjadi di MK, maka­nya saya langsung melapor ke polisi. Itu kan bertanggung jawab namanya.

Kalau ada orang yang men­copet, masa yang harus bertang­gung jawab yang dicopet. Copet­nya dong yang dilaporkan ke polisi, itu yang benar.

Bagaimana Anda bisa men­­de­tek­si se­tiap ada du­gaan pe­nyim­pangan di MK?
Kalau ada penyimpangan lang­sung dapat dideteksi. Setiap ma­salah atau putusan selalu dirapat­kan lewat Rapat Permusyawara­tan Hakim (RPH) dan prosesnya sangat demokratis. Ketua nggak boleh menjawab sendiri.

Bahkan, saat Pak Arsyad me­ng­­ajak 7 orang pe­gawai MK be­rang­kat umroh, kami bahas dalam RPH. Dalam RPH, saya katakan, Pak Arsyad tidak lagi menjabat sebagai hakim kons­titusi, dia boleh mengajak staf MK untuk berangkat umroh. Tapi, tidak bisa sekaligus. Kalau mau satu bulan satu orang, dan ha­kim MK me­nyepakati hal itu.

Ini artinya, tidak ada satu per­masalahan pun yang tidak diba­has dalam RPH. Nah, kalau dia (Arsyad) bilang persolan itu tidak dibahas dalam RPH, ya memang benar. Itu kan palsu,  nggak lewat Ketua karena mencuri dari be­lakang.

Kasus mafia pemilu seolah berbalik ke MK, padahal awal­nya Anda melaporkan Andi Nurpati, kenapa bisa terjadi begitu?
Nggak ada yang mengarah ke MK. Kasus tersebut, mengarah ke pelaku yang sudah lebih da­hulu ditindak oleh MK. Mana yang mengarah ke MK, nggak ada. Semua yang terlibat dalam kasus itu sudah ditindak MK. Sekarang tugas polisi menin­dak­lanjuti pidananya.

Tujuan saya melaporkan kasus ini, agar polisi dan kejaksaan dapat melakukan penegakan hu­kum. Kalau ada orang MK yang  terlibat silakan disikat, mantan orang MK juga silakan disikat.

Arsyad keluar dari MK ka­rena kasus dugaan suap di tu­buh MK, bukan menyangkut kasus ini?
Itu benar. Tapi, semua pihak yang terlibat dalam kasus pemal­suan dokumen kan sudah kami tindak. Orang yang memalsukan sudah diberhentikan, termasuk paniteranya, Zaenal Arifin sudah diberi peringatan tertulis. Pak Arsyad pun sudah dipanggil dan diberi peringatan.

Itulah wewenang MK dalam bi­dang administrasi kepega­waian. Mengenai pidananya kan lang­sung saya laporkan ke polisi. Saat me­lapor, saya tidak menye­but nama siapapun, termasuk Pak Arsyad. Namanya baru muncul di DPR, karena saya harus jujur dan terbuka di hadapan lembaga negara.

Bagaimana dengan Andi Nurpati?
Keadilan itu kan ada berma­cam-macam. Di antaranya keadi­lan publik dan keadilan prose­dural. Saat ini, Andi Nurpati sudah dihukum oleh keadilan publik. Semua sudah tahu dan Andi Nurpati nggak bisa me­ngelak.

Sekarang, tinggal keadilan proseduralnya, sehingga fakta-fakta keadilan publik bisa dite­mukan dalam hukum pidana. Dalam hal ini, saya tidak akan mempengaruhi polisi karena pe­kerjaan mereka sudah tepat dalam kasus ini.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA