WAWANCARA

Humphrey Djemat: 28 TKI Terancam Hukuman Pancung

Selasa, 21 Juni 2011, 06:32 WIB
Humphrey Djemat: 28 TKI Terancam Hukuman Pancung
Humphrey Djemat
RMOL. Sebenarnya pemerintah sudah mengantongi daftar TKI yang sedang menjalani proses hukum dan bersiap di hukum mati di Arab Saudi.

“Maret lalu, saya selama 15 hari berada di Arab Saudi, di situ saya mendapat informasi menge­nai kasus ancaman hukuman mati terhadap TKI dari  KBRI di sana. Namun tidak ada upaya maski­mal yang dilakukan pemerintah,’’ ujar Ketua Umum DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Hum­phrey Djemat, ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Makanya, lanjut advokat yang peduli TKI ini, sangat disesalkan pemerintah belum maksimal ber­buat  terhadap hukuman pancung terhadap Ruyati binti Satubi, pe­rem­puan 54 tahun asal Bekasi.

“Pemerintah belum melakukan upaya maksimal dalam membela TKI di Arab Saudi yang masih mem­berlakukan hukuman mati atau dipancung,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Selama berada di Arab Saudi, apakah Anda mendapat infor­masi berapa lagi TKI yang te­rancam dihukum pancung?
Berdasarkan catatan pengadi­lan di sana sebanyak 28 TKI yang terancam hukuman pancung.

Apa sebelumnya ada yang lolos dari ancaman hukuman pan­cung?
Ada. Berdasarkan informasi dari KBRI 6 orang yang men­dapat tanazul (maaf). Artinya, tidak dihukum pancung tapi hu­kuman kurungan saja. Ada 2 orang lagi yang sudah divonis mati, tapi belum mendapat tana­zul. 1 orang  vonis hokum rajam, belasan orang dalam proses Mah­kamah Cum non lititasi.

Informasi tambahan 4 orang dibunuh, dan 3 orang dianiaya. Intinya, banyak yang bermasalah di sana.

Ini tentunya sangat menyedih­kan. Pemerintah hendaknya perlu mengambil langkah-lang­kah yang jelas, sehingga jangan sam­pai ada lagi yang dihukum pan­cung.

Bagaimana caranya?
Sudah saatnya pemerintah menunjuk lawyer profesional terbaik di Arab Saudi. Minta me­reka presentasikan di hadapan pemerintah tentang upaya hukum apa yang akan dilakukan untuk membantu TKI itu agar lolos dari hukuman mati tersebut.

Setelah lawyer Arab itu ter­pi­lih, kemudian tunjuk lawyer Indo­nesia untuk mendampingi dan mengawasi cara kerja me­reka. Lalu di­minta untuk mem­buat la­po­ran setiap perkem­ba­ngan pe­nanganan per­karanya.

Bagaimana peran pemerin­tah terhadap kasus TKI di Arab Saudi?
Selama ini masalah TKI yang mendapat penyiksaan dan huku­man mati di sana belum menda­pat perhatian maksimal dari pe­merintah. Penanga­nan­nya masih bersifat amatiran. Di­kerja­kan birokrat yang menanga­ninya secara sam­bilan dengan tugas-tugas rutin lainnya. Ini berarti tidak maksi­mal.

Termasuk da­lam kasus Ru­yati?
Ya. Ini membuat miris, pe­man­cungan terhadap Ruyati ini terjadi seolah-oleh di luar sepe­ngeta­huan kita. Bahkan pihak KBRI Riyadh, Arab Saudi baru menge­tahuinya dari media. Ini sangat mengenaskan.      

Padahal, semestinya pemerin­tah sudah mengetahui dan me­nyadari kejadian yang bakal menimpa Ruyati ini sejak awal.  Sebab, proses  hukumnya sudah cukup lama. Dan sebenarnya KBRI kita sudah mengantongi daftar orang-orang Indonesia khususnya TKI yang sedang men­jalani proses hukum dan bersiap di hukum mati di Arab Saudi.

Kalau pemerintah berjuang maksimak, Ruyati masih bisa diselamatkan dari hukuman pancung?
Peluang itu terbuka.  Sebab, bisa jadi perbuatan Ruyati mela­kukan pembunuhan itu masuk kategorikan membela diri. Sebab, majikannya itu kerap menyiksa, bahkan sampai kaki Ruyati patah. Ini kan mestinya bisa menjadi pembelaan untuk Ruyati.

Seharusnya di pengadilan di­sam­paikan bahwa majikannya kerap menyiksanya, seperti tak diberi makan atau minum untuk berbuka puasa. Mestinya maji­kan­nya juga patut kita salahkan, dalam hukum pidana, mesti dilihat azas kausalitasnya.

Tapi sayang sekali, pemerintah “kecolongan” karena mengetahui kasus Ruyati ini sangat men­da­dak. Ini menunjukkan bahwa pe­merintah belum melakukan upaya maksimal dalam membela TKI kita di luar negeri khususnya di Arab Saudi yang masih mem­berlakukan hukuman mati atau dipancung.  
 
Apa yang dilakukan KBRI di sana terhadap Ruyati?
Berdasarkan informasi dari mereka, pihak KBRI telah me­minta akses seluas-luasnya ke­pada Kemenlu dan fasilitas pen­dam­pingan terhadap Ruyati. KJRI sempat mendampingi Ruyati dalam 2 kali persidangan di Mahkamah Am (pengadilan ting­kat 1) tanggal 3 dan 10 Okto­ber 2010. Memang dalam per­sidangan itu, Ruyati secara gam­blang mengakui pembunuhan tersebut setelah terjadinya per­tengkaran. Sebab, keinginannya untuk pulang ke Indonesia, tidak dikabulkan.

Kemudian Mahkamah  Tamyiz mensahkan qishas (hukuman mati). Hukuman itu kemudian dikuatkan juga oleh Mahkamah Agung. KJRI juga telah upayakan pemaafan dari ahli waris melalui Lembaga Pemaafan (Lajnah Afwuh). “Tapi terakhir pihak kerajaan memerintahkan pelaksa­naan hukuman pancung atas permohonan ahli waris.

Ke depan, apa lagi yang perlu dilakukan pemerintah?
Saya rasa, pemerintah RI perlu bertindak cepat agar tidak teru­lang lagi kejadian hukuman pan­cung terhadap TKI Ruyati dan TKI lainnya. Asosiasi Advokat Indonesia siap membantu peme­rintah demi menegakkan harkat dan martabat bangsa dengan melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap TKI kita di luar negeri, terlebih di Arab Saudi. Saya menyimpulkan, sis­tem hukum di Arab Saudi sangat memungkinkan untuk menda­patkan keringanan hukuman. Seperti melakukan pendekatan kekeluargaan, pendekatan de­ngan pihak penguasa kerajaan Arab Saudi.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA