Setiap Hari 15 Perkara Diduga Diselewengkan

Laporan dari Komisi Yudisial

Senin, 20 Juni 2011, 07:23 WIB
Setiap Hari 15 Perkara Diduga Diselewengkan
RMOL. Selain dipicu tindakan oknum pengacara nakal, oknum polisi dan oknum jaksa bengal, usaha penegakan hukum di Tanah Air juga sering terjegal polah oknum hakim-hakim bandel.

Informasi mengenai hakim-hakim nakal yang kerap me­ngo­yak wajah dan citra penegakan hukum Indonesia ini, di­sam­pai­kan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Suparman Mar­zu­ki, akhir pekan lalu.

Ketika ditanya mengenai data hakim-hakim yang diduga me­nye­lewengkan jabatannya, Su­parman menjelaskan, setiap hari jajarannya menerima sedikitnya 10 sampai 15 perkara me­nyang­kut dugaan penyelewengan ha­kim. “Setiap bulannya rata-rata ada 150 kasus,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka.

Disampaikannya, pada se­mes­ter pertama tahun ini, jajarannya telah menindak satu hakim. Sanksi yang dijatuhkan atas pe­langgaran itu ialah me­non­ak­tif­kan seorang hakim bernama Edi selama dua tahun. Hakim yang ber­sangkutan sebelumnya ter­catat sebagai hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Riau.

Menjawab pertanyaan tentang investigasi atas dugaan pe­nyim­pangan oleh hakim lain, ia me­nye­but, sampai saat ini masih ada beberapa nama hakim yang di­proses jajarannya. Bahkan, sam­bung­nya, dalam waktu tidak lama lagi, akan ada empat hakim yang berkas perkarannya disetor ke Mahkamah Agung (MA) untuk diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Disebutkan, proses MKH ter­jadi setelah KY menginvestigasi du­gaan penyimpangan oleh ha­kim dan melaporkan hal tersebut kepada MA. “Kami sudah  ber­koor­dinasi dengan MA untuk menggelar sidang MKH ini,” tandasnya.

Namun demikian, Suparman be­lum mau buka-bukaan menge­nai identitas hakim yang di­mak­sud serta dugaan pelanggaran yang dilakukan mereka. Ia me­mi­lih berkomentar tentang laporan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) seputar du­ga­an penyelewengan hakim-hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.

Menurutnya, laporan MaPPI yang berisi dugaan pelanggaran etika dan profesi hakim ini, di­da­sari hasil investigasi LSM itu pada 58 proses persidangan di ke­dua pengadilan tingkat pertama di kota terbesar Indonesia. Dipas­ti­kan, laporan Mappi sudah masuk ke mejanya.

Namun, sejauh ini ja­jarannya be­lum menindaklanjuti dengan langkah penyelidikan yang in­tensif. “Sampai saat ini masih di­kaji. Ini butuhkan pengkajian men­­dalam sebelum kami me­ngambil langkah lebih jauh,” tuturnya.

Menurutnya, proses penanga­nan tiap perkara dugaan pe­nye­le­wengan hakim tidak bisa disa­makan satu dengan lainnya. Ia menggarisbawahi, porsi pena­nga­nan perkara satu dengan yang lain tak bisa diasumsikan sebagai hal negatif.

“Tidak ada yang dibeda-bedakan. Semua laporan atas per­kara hakim-hakim yang kami terima ditangani proporsional dan profesional. Semuanya ditangani sama, tidak ada yang diisti­me­wa­kan,” katanya.

Dia menambahkan, dalam pro­ses kajian, timnya senantiasa mem­prioritaskan penanganan per­kara yang dinilai perlu menda­pat pe­nun­tasan cepat. “Kalau menyang­kut ke­pentingan umum, apalagi me­nga­kibatkan kerugian negara, tentu didahulukan. Tapi prinsipnya se­mua ditangani secara sama.”

Lebih jauh, merujuk pada pera­turan mengenai penanganan per­kara, menurut Komisioner KY ini, proses investigasi tidak boleh melebihi waktu 90 hari. Dengan tenggat waktu tersebut, maka ada target dalam setiap pengusutan per­kara dugaan penyimpangan oleh hakim-hakim.

Ia menguraikan, sanksi-sanksi atau penindakan oleh KY sudah lumayan efektif. Dari investigasi KY, sedikitnya sudah ada 16 ha­kim dipecat dari jabatannya. Pen­copotan 16 hakim dilakukan ka­re­na ada temuan pelanggaran be­rat seperti menerima suap atau kongkalikong dengan pihak lain, se­perti orang yang berperkara (terdakwa maupun korban), jaksa ataupun pengacara. “Sanksi ter­berat sudah banyak dijatuhkan pada hakim. Ada 16 hakim yang diberhentikan MA berkat in­ves­tigasi KY,” ucapnya.

Ia mencontohkan, pergantian hakim yang menangani perkara Anand Khrisna di PN Jaksel gara-gara plesiran alias bepergian de­ngan saksi korban baru-baru ini, hendaknya jadi catatan penting bagi hakim-hakim lain.

“Dengan kewenangannya, PN Jaksel telah bertindak benar dan tegas, langsung mengganti hakim yang kedapatan bepergian de­ngan salah satu saksi korban. Ka­sus-kasus seperti itu ada dan te­ngah kami dalami.”

Diuraikan, selain kasus model tersebut, timnya juga mengendus pola penyelewengan lainnya. Dia mengaku, pihaknya menerima bentuk laporan penanganan satu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap di tingkat PN, PT bah­kan MA yang kembali disi­dang oleh hakim berbeda.

“Anehnya, vonis atas perkara yang sama justru bertolak be­lakang. Ini janggal dan men­cer­minkan masih adanya permainan mafia hukum yang begitu kuat di lingkup peradilan kita.”  Diinfor­masi­kan, laporan ten­tang adanya skandal per­seling­kuhan hakim juga dikantongi tim­nya. Tapi lagi-lagi, dia menolak me­maparkan detail laporan ini.

Biar Hakim Mikir 1000 Kali
Arsil, Wakil Koordinator LSM LeIPP

Langkah Komisi Yudisial (KY) menginvestigasi maupun membongkar sederet kebob­ro­kan hakim, diharapkan menjadi momentum dalam memerangi mafia peradilan.

Upaya KY ini pun hendak­nya ditanggapi Mah­kamah Agung (MA) da­lam menga­wasi, memproses dan me­nin­dak tegas hakim-ha­kim yang melakukan pe­lang­garan secara lebih transparan.

“Supaya masyarakat tahu apa, siapa dan bagaimana ben­tuk-bentuk atau pola pelang­ga­ran yang dilakukan oleh para hakim selama ini,” ujar Wakil Direktur Eksekutif Lembaga K­ajian dan Advokasi Untuk Inde­pendensi Peradilan (Leipp) Arsil.

Dikemukakan, selama ini ben­tuk-bentuk pelanggaran baik etika, profesi maupun pi­dana oleh hakim  seringkali ti­dak disampaikan secara trans­paran kepada publik atau bah­kan tertutup. Padahal trans­pa­rasi itu justru bermanfaat dalam mengingatkan hakim-hakim lain. “Agar kesalahan atau pre­seden sejenis tidak terulang di masa depan,” tandasnya.

Dia menambahkan, sanksi atas penyimpangan yang tegas di­harapkan juga akan me­nim­bulkan efek jera terhadap ha­kim-hakim lain. “Hakim lain­nya akan berpikir 1000 kali ka­lau mau melakukan pelanggaran.”

Saat ini, dia mengapresiasi si­kap masyarakat yang cende­rung aktif memberikan laporan seputar du­gaan penyelewengan oleh ha­kim. Usaha-usaha ke­lom­pok ma­syarakat ini, di­mak­nainya bahwa kesadaran ma­sya­rakat terhadap na­sib pene­gakan hukum di pe­nga­dilan su­dah tumbuh dengan baik.

Artinya, sambung dia, sikap masyarakat yang sudah pro ak­tif memantau jalannya per­si­dangan juga akan mem­per­sem­pit ruang gerak oknum-oknum mafia peradilan dalam me­la­k­sa­na­kan aksinya. Keterbatasan ruang gerak mafia peradilan ini, dengan sendirinya akan meluas lingkupnya bukan hanya di se­kitar arena persidangan se­mata.

“Bisa berimbas terha­dap kon­disi mental hakim maupun pi­hak lain yang bermaksud me­nyimpangkan proses hukum itu sendiri,” tuturnya.

Kalau sudah tercipta suasana kondusif seperti munculnya do­ro­ngan masyarakat dalam me­mantau peradilan, lanjutnya, ting­gal MA mengintensifkan pe­ngawasan hakim lewat stan­dar operasi atau perangkat pe­nga­was yang dimilikinya.

“Harus diingat keberhasilan dalam mengoptimalisasi fungsi komisi pengawasan hakim di MA serta maksimalnya kinerja KY dalam menggali laporan dan bukti-bukti penyelewengan hakim, tak akan berhasil tanpa ada dorongan masyarakat,” ujarnya.

Kedepankan Juga Unsur Pidananya

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Perkara dugaan pe­nyel­e­we­ngan oleh hakim hendaknya tidak dituntaskan lewat pro­se­dur etika dan profesi semata. Ka­lau berniat menertibkan aksi hakim-hakim nakal, unsur pi­dana dalam penuntasan perkara penyelewengan yang me­li­bat­kan oknum hakim, harus di­ke­depankan atau didahulukan.

“Dengan begitu, maka hu­ku­mannya menjadi lebih jelas dan tegas,” ujar anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding.

Politisi Partai Hanura terse­but mengemukakan, upaya me­ngedepankan penuntasan per­kara penyelwengan oleh hakim tidak boleh setengah-setengah. Artinya, menurut dia, sebagai aparat penegak hukum yang mengerti bahkan memahami seluk beluk hukum, hakim se­ha­rusnya menjadi panutan.

Dikatakan, dalam analo­gi­nya, hakim merupakan ke­pan­jangan tangan Tuhan yang mau tidak mau tindak-tanduknya men­jadi cerminan dalam pene­ga­kan hukum. “Kalau penegak hu­kumnya saja menyimpang, bagaimana dengan masya­ra­katnya?” tandasnya.

Untuk itu, ia mengajak selu­ruh komponen masyarakat un­tuk terus mengawasi semua pola yang sering dijadikan mo­dus pelanggaran hukum oleh ha­kim. “Semua lini harus di­awa­si secara cermat oleh semua la­pi­san masyarakat yang ada. De­ngan begitu, fungsi penga­wasan yang selama ini menjadi beban Mahkamah Agung (MA) akan menjadi lebih ringan,” tuturnya.

Buahnya, menurut dia, MA akan lebih efektif dalam me­nin­dak setiap penyimpangan yang dilakukan para hakim. “Ada hu­bungan simbiosis mutualis yang saling menguntungkan bagi masyarakat, terutama para pen­cari keadilan,” ujarnya.

Intinya, ia mengharapkan, pe­ngawasan dan penindakan yang tegas akan memberikan harapan positif bagi masyarakat yang selama ini menginginkan ke­adi­lan hadir di tengah-tengah ke­hi­dupan berbangsa dan berne­gara. “Tidak adalagi istilahnya pengecualian atau tebang pilih dalam menangani perkara. Itu yang kita inginkan bersama-sama,” ucapnya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA