KY Mau Buka Rekaman Sidang Hakim Syarifuddin

Sabtu, 18 Juni 2011, 08:18 WIB
KY Mau Buka Rekaman Sidang Hakim Syarifuddin
Suparman Marzuki
RMOL. Komisi Yudisial (KY) akan membuka rekaman Tim Pemantau untuk menelusuri dugaan pelanggaran kode etik Hakim Pengawas Kepailitan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar yang juga pernah membebaskan 38 terdakwa kasus korupsi.
 
Ketua Bidang Pengawasan dan Investigasi Hakim KY, Suparman Marzuki menjawab tantangan hakim Syarifuddin yang meminta KY membuka rekaman tim pe­man­tau pada sejumlah persida­ngan yang pernah dipimpin Sya­rifuddin.

“Tanpa disuruh pun kami akan membuka rekaman Tim Peman­tau. Di beberapa per­sidangan, dia memang terindikasi melanggar kode etik,” katanya, ke­tika di­hubungi, kemarin.

Suparman mengatakan, Sya­rifuddin tidak perlu melakukan tan­tangan kepada KY dalam ben­tuk apapun. Menurutnya, peris­tiwa KPK yang menangkap Sya­ri­fuddin semakin menguatkan du­gaan bahwa bekas hakim Pe­nga­dilan Negeri Jakarta Pusat itu me­lakukan pelanggaran kode etik.

“Ibaratnya, sudah salah kok berani menantang. Saya baru me­lihat seorang hakim yang seperti ini,” tandasnya.

Selain membuka rekaman Tim Pe­mantau, Suparman memas­ti­kan bahwa pihaknya akan me­me­riksa Syarifuddin pada perkara dugaan suap senilai Rp 250 juta di balik penanganan kepailitan PT Skycamping Indonesia (PT SCI). “Kami sedang berkoor­di­nasi untuk memeriksa dia pada perkara yang lain,” ucapnya.

Menurut Suparman, apabila ha­sil pemeriksaan itu menya­ta­kan Syarifuddin menerima suap se­nilai Rp 250 juta, maka Sya­ri­fud­din tak hanya dinonaktifkan sebagai hakim, tetapi diber­hen­tikan dengan tidak hormat alias dipecat. “Kalau ada suap, kami merekomendasikan kepada MA untuk dipecat,” tegasnya.

Dalam hal ini, lanjut Supar­man, pihak KPK bisa dijadikan saksi dalam pemeriksaan Syari­fud­din di KY. Sebab, KPK meru­pa­kan pihak yang menangkap Syarifuddin. “Bila dia tidak bisa mengelak, itu sudah pelanggaran berat dan bisa diberhentikan se­ca­ra tidak hormat,” tandasnya.

Menurut Suparman, pihaknya tidak perlu menunggu putusan pe­ngadilan untuk memanggil dan memeriksa Syarifuddin. Soalnya, yang dilakukan Syarifuddin ter­masuk pelangaran kode etik. “Tak usah lama-lama tunggu putusan. Besok pun kalau kami mau me­meriksa, dia harus hadir,” katanya.

Lebih lanjut Suparman menje­las­kan, untuk sampai pada pem­berian rekomendasi pemecatan, pihaknya harus melalui serang­kai­an tahapan. Pertama, KY akan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen milik Syari­fud­din. Menurutnya, dokumen tersebut akan dimin­takan KY dari KPK.

Kedua, kata Suparman, pihak­nya akan melakukan peman­g­gi­lan saksi. Dalam hal ini, pihak KPK pun bisa diajukan sebagai saksi. Ketiga, meminta klarifikasi pada Syarifuddin. Pada poin ini, kata­nya, Syarifuddin dapat meng­gu­nakan haknya untuk membela diri.

Bekas Direktur Pusat Studi Hu­kum dan Kebijakan ini me­nam­bahkan, jika Syarifuddin tidak dapat membuktikan dirinya tidak bersalah melakukan pelanggaran kode etik, maka tahapan keempat adalah KY akan mengusulkan pada Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk memberhentikan Syarifuddin secara tidak hormat. “Prosesnya sekitar 15 hari setelah MKH dibentuk kemudian disi­dangkan,” ucapnya.

Menanggapi tuduhan pelang­ga­ran kode etik itu, hakim Sya­rifuddin Umar merasa berang. Dia menantang KY untuk mem­buka rekaman Tim Pemantau Persidangan supaya me­mbuk­ti­kan tuduhan tersebut.

“Saya tan­tang KY buka reka­man itu. Apa­kah di situ saya ada pelanggaran kode etik? Buka dong telinga KY, jangan hanya mencerca hakim,” katanya seusai menjalani pe­me­riksaan lanjutan di Kantor KPK, kemarin.

Menurut Syarifuddin, apa yang dituduhkan KY terhadap dirinya hanyalah upaya pencitraan KY semata. Kata dia, KY tidak benar-benar mengetahui detail 38 kasus yang membelit dirinya. “Jangan hanya menunggang lalu me­ngang­kat pencitraan KY sendiri. Di mana KY yang katanya selalu memantau hakim,” tandasnya.

Perihal laporan masyarakat ke­pada KY mengenai 1.414 hakim, termasuk dirinya, hanyalah suara ketidakpuasan masyarakat atas vonis yang dijatuhkan hakim. Ka­renanya, dia mengharapkan KY dapat menghargai proses kasus­nya di KPK berjalan terlebih da­hulu, sebelum menyimpulkan pelanggaran kode etik.

“Hargai­lah proses KPK. KPK kan menuduh saya suap, bahwa uang itu mempengaruhi saya untuk berbuat atau tidak berbuat. KPK kan masih proses,” ujarnya.

Dia juga mengaku tidak me­ngetahui soal uang terimakasih senilai Rp 250 juta yang disangka KPK diberikan Puguh Wirawan kepadanya. Syarifuddin pun menyatakan tidak mengetahui jika Puguh membawa tas merah berisi Rp 250 juta saat men­da­tangi rumahnya, beberapa jam se­belum dia digerebek KPK.

Menurut Syarifuddin, kedata­ngan Puguh ke rumahnya saat itu untuk membicarakan soal pem­bagian harta pailit. Puguh datang menyampaikan soal prosentase pembagian harta pailit yang akan dibagikan kreditur.

Saat Tepat Untuk Buktikan Pelanggaran
Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat meminta Ko­misi Yudisial (KY) tidak ta­kut dengan gertakan hakim Sya­rifuddin Umar yang minta KY untuk membuka rekaman tim pemantau persidangan. Soal­nya, kemungkinan terja­di­nya pe­lang­garan kode etik profesi ha­kim di sini sangat terbuka.

“Kalau ada yang menantang suatu lembaga penegak hukum sebaiknya dijalankan saja. Ka­lau diam nanti KY malah ditu­duh nggak punya data atau jus­tru dituding asal bicara,” kata­nya. Menurut Marthin, pe­ngung­kapan rekaman tim pemantau sangat penting untuk bisa membuktikan terjadinya pe­langgaran kode etik.

“Justru ini saat yang tepat untuk membuktikan adanya pe­langgaran kode etik atau ti­dak,” tandasnya. Politisi Gerindra ini menilai, ditangkapnya hakim Syarifuddin oleh Komisi Pem­berantasan Korupsi (KPK) me­rupakan peristiwa yang telah mencoreng wajah peradilan di Tanah Air. Marthin mengimbau KY dan MA segera ber­koor­dinasi dengan membentuk Ma­je­lis Kehormatan Hakim (MKH). “Segera sidangkan Syarifu­ddin di MKH dan beri sanksi yang se­berat-beratnya,” ucapnya.

Dia berharap, semoga peris­tiwa yang menimpa Syarifuddin tidak terjadi dikemudian hari. Soalnya, di samping mema­lu­kan instansi pengadilan, tin­dakan yang dilakukan Sya­rifuddin me­langgar kode etik kehakiman.

“Jangankan terima suap, ber­bincang dengan pihak yang ber­perkara saja tidak boleh. Kita ingin semua hakim di Indonesia bersikap profesional dan bebas suap,” tandasnya.

Preseden Buruk Bagi Hakim Lain
Kombes (Purn) Alfons Leomau, Praktisi Hukum

Apa dan bagaimana meka­nis­me putusan yang diambil oleh hakim Syarifuddin Umar atas vonis bebas terhadap 38 ter­dakwa yang ditanganinya, jadi pekerjaan rumah Komisi Yu­disial (KY). Dibutuhkan ana­lisa dan evaluasi yang kom­pre­hensif dalam menilai kinerja ha­kim tersebut.

“Kalau terbukti ada fakta yang menyebutkan penyelewe­ngan oleh hakim yang kini jadi tersangka penyuapan itu, harus diambil tindakan tegas,” ujar praktisi hukum Alfons Leo­mau. Dia mengemukakan, pe­ni­laian terhadap penanganan 38 perkara oleh tersangka Sya­rifuddin nantinya juga mesti disampaikan secara transparan. Hal tersebut ditujukan agar preseden buruk seputar hal ini tidak terulang alias dijadikan proses pembelajaran bagi hakim-hakim lainnya.

“Hakim itu kan menjadi ujung tonggak penegakkan hu­kum. Bagaimana nasib pene­gak­kan hukum kita kalau ha­kim-hakim yang bertugas me­nangani perkara ternyata rentan atau mudah disuap,” ungkap pria yang getol emngkritisi ki­nerja kepolisian ini.

Dia meminta dalam pena­nga­nan kasus ini, KPK yang berkoordinasi dengan KY me­neliti perkara yang ditangani tersangka secara cermat. Se­ca­ra khusus ia mengingatkan, fo­kus penelitian terhadap pena­nga­nan perkara oleh tersangka, bisa ditujukan terhadap 38 perkara yang menghasilkan vonis bebas.

“Dasar penetapan vonis be­bas itu apa. Apakah sesuai de­ngan pertimbangan hukum yang ada?” tandasnya. Di­sam­paikan, vonis bebas terhadap 38 perkara itu tentu saja bisa di­cu­rigai ada apa-apanya. Karena itu proses penelitian terhadap ki­nerja hakim ini harus dilakukan secara teliti baik oleh penyidik KPK maupun KY.

Jika diperlukan lanjutnya, siapa saja bekas terdakwa, saksi maupun pihak-pihak yang per­karanya pernah ditangani hakim tersebut, kembali dimintai ke­sak­sian seputar adanya dugaan penyimpangan oleh hakim. Se­lain itu, KPK maupun KY juga bisa menggali bukti-bukti se­putar sepak terjang tesangka yang satu ini lewat berkas ma­teri persidangan yang ada.

“Semua ini ditujukan bukan untuk mendiskreditkan hakim tersebut. Tapi semata-mata di­dasari semangat memperbaiki mutu peradilan dan kualitas pe­ngadilan kita. Ini juga ditujukan untuk mengingatkan hakim-hakim lain agar bertindak sesuai etika dan kode etik kehakiman,” tegasnya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA