Telusuri Asal-Usul Uang, KPK Incar 2 Kolega Puguh

Lanjutan Kasus Suap Hakim Syarifuddin

Kamis, 16 Juni 2011, 07:55 WIB
Telusuri Asal-Usul Uang, KPK Incar 2 Kolega Puguh
Haryono Umar
RMOL. Asal-usul uang suap Rp 250 juta dari Puguh kepada hakim Syarifuddin masih gelap. Untuk mendapat jawaban apakah uang tersebut berasal dari kocek pribadi Puguh atau saweran pihak lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana mengorek keterlibatan dua kurator, kolega Puguh di PT Sky Camping Indonesia (SCI).

Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar yang dikonfirmasi Rakyat Merdeka kemarin menguraikan, pihaknya masih mengembangkan perkara yang menyeret Syarifuddin Umar. Menurutnya, untuk me­ne­liti keterlibatan pihak lain dalam perkara suap Rp 250 juta tersebut, KPK masih terus mengumpulkan keterangan saksi-saksi.

“Kita semua tahu, saat peng­gerebekan kita menemukan uang Rp 250 juta. Tapi ini belum final. Kita terus mengembangkan pe­nyi­dikan hingga kemungkinan ke­terlibatan selain dua tersangka itu kita temukan,” katanya.

Ia memastikan, sampai kini KPK masih menetapkan dua ter­sangka dalam kasus ini. Namun demikian diakui, pihaknya masih perlu menambah bukti yang kuat untuk menyeret tersangka lainnya dalam kasus ini.

Menurut Haryono, dalam pe­me­riksaan lanjutan terhadap ke­dua tersangka, jajarannya telah mengantongi keterangan adanya nama dua kurator lain yang terga­bung dengan Puguh Wirawan di PT SCI. Namun saat diminta me­nyebutkan nama dua kurator yang dimaksud, Haryono masih ogah membeberkan nama kura­tor tersebut.

“Saya lupa namanya. Pokok­nya ada dua kurator. Jadi kese­lu­ruhannya ada tiga kurator di peru­sahaan itu,” tandasnya. Guna men­dapatkan informasi lebih da­lam mengenai peran tersangka maupun dua kurator tersebut, Har­yono mengatakan, pihaknya akan mengagendakan pemerik­saan terhadap kedua kurator yang tergabung dalam tim Puguh.

“Kita akan memeriksa ke­dua­nya dalam kapasitas sebagai saksi kasus ini,” ucapnya. Dikatakan Haryono, agenda pemeriksaan itu murni untuk mendapatkan fakta baru dalam perkara ini.

Haryono beralasan, asal uang Rp 250 juta yang diberikan Pu­guh pada Syarifuddin belum di­ketahui secara jelas. Ia menge­mu­kakan, asal-usul uang suap ter­sebut masih jadi tanda tanya be­sar. “Apakah murni dari dompet Puguh pribadi atau merupakan saweran dari ketiga kurator itu,” tuturnya seraya menambahkan, sampai saat ini KPK masih terus menelisik hal tersebut.  

Kuasa hukum Puguh, Sheila Sa­lomo menegaskan, pemberian uang pada hakim yang mena­nga­ni kasus gugatan pailit PT SCI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ditujukan sebagai bentuk atau tanda terimakasih. Ia menam­bah­kan, pemberian uang dilakukan karena kerjasama antara hakim pengawas kasus ini dengan kliennya berjalan lancar.  

Tapi saat diminta menjelaskan siapa inisiator pemberi uang tan­da terimakasih kepada hakim Sya­rifuddin, ia menolak mem­berikan keterangan mendetail. “Saya no comment dulu ya, pe­meriksaannya belum sampai ke sana,” kelitnya.

Disinggung mengenai peme­rik­saan kliennya, Sheila ber­pen­dapat, pada Selasa, 14 Juni pihak KPK telah memeriksa sampel suara Puguh Wirawan. Namun, ke­tika ditanya apakah pengam­bilan sampel suara tersebut di­tujukan guna mencocokkan suara orang hasil penyadapan yang dilakukan KPK, ia belum bisa memastikan.

Menurutnya, penyidik KPK tak menjelaskan untuk apa sam­pel suara kliennya diambil. “Ha­nya mencocokkan suara. Saya sebagai pengacara hanya dipang­gil untuk pengambilan sampel suara,” tuturnya.  

Masih sambung Sheila, sebe­lumnya pada Senin, 13 Juni 2011, KPK juga telah me­manggil ter­sangka Syarifud­din untuk men­jalani pemeriksaan. Namun, ter­sangka diakuinya tidak mau men­jawab pertanyaan yang diajukan penyidik KPK. Menurut pihak KPK, sikap Syarifuddin ini me­rugikan dirinya sendiri.

“Itu hak tersangka. Seorang tersangka itu memiliki hak untuk menolak menjawab pertanyaan penyidik,” kata Kepala Biro Hu­mas KPK Johan Budi Sapto Prabowo. Sementara, Pusat Pela­poran Analisis dan Transaksi Ke­uangan (PPATK) hingga kini belum melansir data seputar tran­saksi mencurigakan terkait per­kara dugaan suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen ini. “Setahu saya belum ada yang lapor,” tegas Kepala PPATK Yu­nus Husein.

Tidak Boleh Tunduk Pada Hakim Pengawas
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah meminta Ko­misi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menemukan keterlibatan para kurator lain da­lam perkara dugaan suap ha­kim Syarifuddin Umar.

Soalnya pada perkara ini, du­gaan adanya konspirasi antara hakim Syarifuddin dengan para kurator tersebut sangat kuat. Ia tidak begitu percaya jika pada kasus ini hanya satu orang ku­rator yang terlibat.

“Jika ada indikasi keter­li­batan kurator lainnya, maka KPK harus menindaklanjuti dengan memeriksa para kurator itu,” katanya. Dikatakan, ter­tangkapnya hakim Syarifuddin menyebabkan deretan hakim-hakim yang bermasalah karena menerima suap makin bertam­bah. Hal ini lanjutnya, makin me­nunjukkan bahwa mafia peradilan masih belum hilang.

 â€œTertangkapnya hakim Syarifuddin menjadi indikator korupsi sudah sistemik dan struktural. Remunerasi di jaja­ran pengadilan ternyata juga tidak menjadi solusi bagi pen­cegahan korupsi di lembaga pe­radilan,” ujarnya.

Disamping itu, tertang­kap­nya Puguh Wirawan juga mem­buat masyarakat menyadari be­tapa pentingnya peran se­orang kurator bagi para hakim. “Yah bisa dikatakan ada hubungan simbiosis-mutualisme. Yaitu hubungan saling mengun­tung­kan satu sama lain. Buktinya, Puguh memberi uang Rp 250 juta sebagai tanda terima ka­sih,” katanya.

Dikatakan Basarah, seha­rus­nya posisi seorang kurator ti­dak harus tunduk kepada hakim pengawas seperti Syarifuddin. Sebab, hal itu sudah diatur da­lam Undang-Undang Ke­pai­li­tan. Menurutnya, undang-un­dang itu menjelaskan bahwa ku­rator bertanggung jawab secara pribadi kepada debitur jika pe­kerjaannya dalam mengiden­tifi­k­asi budel pailit (harta pailit) di­ni­lai merugikan. Bukan kepada hakim pengawas.

“Dalam pasal 16 di situ dise­but­kan, kurator punya kewe­na­n­gan penuh terhadap harta de­bitur pailit. Kalau pun ada ha­kim pengawasnya, pasal 78 menyebutkan bahwa kurator tidak total tunduk pada hakim itu,” ucapnya.

Politisi PDIP ini mengatakan, faktor yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa itu ialah ti­dak adanya sistem penga­wa­san ketat yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pu­sat. “Sangat disayangkan jika se­kelas Pengadilan Negeri Ja­karta Pusat tidak mempunyai sistem pengawasan yang baik,” tandasnya.  

Karena itu, guna me­mini­malisir terjadinya praktik terse­but Basarah mengimbau kepada Mahkamah Agung (MA) segera memperbaiki kualitas para hakim di tingkat pengadilan ma­napun. “Terlebih jika perkara itu ada hubungannya dengan para kurator. Kita tak mau ke­jadian ini terulang lagi,” te­gasnya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA