Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar yang dikonfirmasi
Rakyat Merdeka kemarin menguraikan, pihaknya masih mengembangkan perkara yang menyeret Syarifuddin Umar. Menurutnya, untuk meÂneÂliti keterlibatan pihak lain dalam perkara suap Rp 250 juta tersebut, KPK masih terus mengumpulkan keterangan saksi-saksi.
“Kita semua tahu, saat pengÂgerebekan kita menemukan uang Rp 250 juta. Tapi ini belum final. Kita terus mengembangkan peÂnyiÂdikan hingga kemungkinan keÂterlibatan selain dua tersangka itu kita temukan,†katanya.
Ia memastikan, sampai kini KPK masih menetapkan dua terÂsangka dalam kasus ini. Namun demikian diakui, pihaknya masih perlu menambah bukti yang kuat untuk menyeret tersangka lainnya dalam kasus ini.
Menurut Haryono, dalam peÂmeÂriksaan lanjutan terhadap keÂdua tersangka, jajarannya telah mengantongi keterangan adanya nama dua kurator lain yang tergaÂbung dengan Puguh Wirawan di PT SCI. Namun saat diminta meÂnyebutkan nama dua kurator yang dimaksud, Haryono masih ogah membeberkan nama kuraÂtor tersebut.
“Saya lupa namanya. PokokÂnya ada dua kurator. Jadi keseÂluÂruhannya ada tiga kurator di peruÂsahaan itu,†tandasnya. Guna menÂdapatkan informasi lebih daÂlam mengenai peran tersangka maupun dua kurator tersebut, HarÂyono mengatakan, pihaknya akan mengagendakan pemerikÂsaan terhadap kedua kurator yang tergabung dalam tim Puguh.
“Kita akan memeriksa keÂduaÂnya dalam kapasitas sebagai saksi kasus ini,†ucapnya. Dikatakan Haryono, agenda pemeriksaan itu murni untuk mendapatkan fakta baru dalam perkara ini.
Haryono beralasan, asal uang Rp 250 juta yang diberikan PuÂguh pada Syarifuddin belum diÂketahui secara jelas. Ia mengeÂmuÂkakan, asal-usul uang suap terÂsebut masih jadi tanda tanya beÂsar. “Apakah murni dari dompet Puguh pribadi atau merupakan saweran dari ketiga kurator itu,†tuturnya seraya menambahkan, sampai saat ini KPK masih terus menelisik hal tersebut.
Kuasa hukum Puguh, Sheila SaÂlomo menegaskan, pemberian uang pada hakim yang menaÂngaÂni kasus gugatan pailit PT SCI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ditujukan sebagai bentuk atau tanda terimakasih. Ia menamÂbahÂkan, pemberian uang dilakukan karena kerjasama antara hakim pengawas kasus ini dengan kliennya berjalan lancar.
Tapi saat diminta menjelaskan siapa inisiator pemberi uang tanÂda terimakasih kepada hakim SyaÂrifuddin, ia menolak memÂberikan keterangan mendetail. “Saya
no comment dulu ya, peÂmeriksaannya belum sampai ke sana,†kelitnya.
Disinggung mengenai pemeÂrikÂsaan kliennya, Sheila berÂpenÂdapat, pada Selasa, 14 Juni pihak KPK telah memeriksa sampel suara Puguh Wirawan. Namun, keÂtika ditanya apakah pengamÂbilan sampel suara tersebut diÂtujukan guna mencocokkan suara orang hasil penyadapan yang dilakukan KPK, ia belum bisa memastikan.
Menurutnya, penyidik KPK tak menjelaskan untuk apa samÂpel suara kliennya diambil. “HaÂnya mencocokkan suara. Saya sebagai pengacara hanya dipangÂgil untuk pengambilan sampel suara,†tuturnya.
Masih sambung Sheila, sebeÂlumnya pada Senin, 13 Juni 2011, KPK juga telah meÂmanggil terÂsangka SyarifudÂdin untuk menÂjalani pemeriksaan. Namun, terÂsangka diakuinya tidak mau menÂjawab pertanyaan yang diajukan penyidik KPK. Menurut pihak KPK, sikap Syarifuddin ini meÂrugikan dirinya sendiri.
“Itu hak tersangka. Seorang tersangka itu memiliki hak untuk menolak menjawab pertanyaan penyidik,†kata Kepala Biro HuÂmas KPK Johan Budi Sapto Prabowo. Sementara, Pusat PelaÂporan Analisis dan Transaksi KeÂuangan (PPATK) hingga kini belum melansir data seputar tranÂsaksi mencurigakan terkait perÂkara dugaan suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen ini. “Setahu saya belum ada yang lapor,†tegas Kepala PPATK YuÂnus Husein.
Tidak Boleh Tunduk Pada Hakim PengawasAchmad Basarah, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Achmad Basarah meminta KoÂmisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menemukan keterlibatan para kurator lain daÂlam perkara dugaan suap haÂkim Syarifuddin Umar.
Soalnya pada perkara ini, duÂgaan adanya konspirasi antara hakim Syarifuddin dengan para kurator tersebut sangat kuat. Ia tidak begitu percaya jika pada kasus ini hanya satu orang kuÂrator yang terlibat.
“Jika ada indikasi keterÂliÂbatan kurator lainnya, maka KPK harus menindaklanjuti dengan memeriksa para kurator itu,†katanya. Dikatakan, terÂtangkapnya hakim Syarifuddin menyebabkan deretan hakim-hakim yang bermasalah karena menerima suap makin bertamÂbah. Hal ini lanjutnya, makin meÂnunjukkan bahwa mafia peradilan masih belum hilang.
“Tertangkapnya hakim Syarifuddin menjadi indikator korupsi sudah sistemik dan struktural. Remunerasi di jajaÂran pengadilan ternyata juga tidak menjadi solusi bagi penÂcegahan korupsi di lembaga peÂradilan,†ujarnya.
Disamping itu, tertangÂkapÂnya Puguh Wirawan juga memÂbuat masyarakat menyadari beÂtapa pentingnya peran seÂorang kurator bagi para hakim. “Yah bisa dikatakan ada hubungan simbiosis-mutualisme. Yaitu hubungan saling mengunÂtungÂkan satu sama lain. Buktinya, Puguh memberi uang Rp 250 juta sebagai tanda terima kaÂsih,†katanya.
Dikatakan Basarah, sehaÂrusÂnya posisi seorang kurator tiÂdak harus tunduk kepada hakim pengawas seperti Syarifuddin. Sebab, hal itu sudah diatur daÂlam Undang-Undang KeÂpaiÂliÂtan. Menurutnya, undang-unÂdang itu menjelaskan bahwa kuÂrator bertanggung jawab secara pribadi kepada debitur jika peÂkerjaannya dalam mengidenÂtifiÂkÂasi
budel pailit (harta pailit) diÂniÂlai merugikan. Bukan kepada hakim pengawas.
“Dalam pasal 16 di situ diseÂbutÂkan, kurator punya keweÂnaÂnÂgan penuh terhadap harta deÂbitur pailit. Kalau pun ada haÂkim pengawasnya, pasal 78 menyebutkan bahwa kurator tidak total tunduk pada hakim itu,†ucapnya.
Politisi PDIP ini mengatakan, faktor yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa itu ialah tiÂdak adanya sistem pengaÂwaÂsan ketat yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta PuÂsat. “Sangat disayangkan jika seÂkelas Pengadilan Negeri JaÂkarta Pusat tidak mempunyai sistem pengawasan yang baik,†tandasnya.
Karena itu, guna meÂminiÂmalisir terjadinya praktik terseÂbut Basarah mengimbau kepada Mahkamah Agung (MA) segera memperbaiki kualitas para hakim di tingkat pengadilan maÂnapun. “Terlebih jika perkara itu ada hubungannya dengan para kurator. Kita tak mau keÂjadian ini terulang lagi,†teÂgasnya.
[rm]
BERITA TERKAIT: