Transfer Rp 25 Juta Lewat Rekening Istri

Selasa, 14 Juni 2011, 07:00 WIB
Transfer Rp 25 Juta Lewat Rekening Istri
Roberto Santonius
RMOL. Nama Lie Pik Hoen, istri terdakwa Roberto Santonius mencuat pada persidangan perdana kasus penyuapan terhadap Gayus Tambunan senilai Rp 925 juta. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuding, Roberto menggunakan rekening istrinya untuk mentransfer dana tambahan ke rekening Gayus senilai Rp 25 juta pada 29 Agustus 2008.

Konsultan pajak PT Metro­po­litan Retailment (PR) Roberto San­tonius akhirnya jadi terdakwa kasus penyuapan terhadap Ga­yus. Dalam persidangan perdana di Pengdilan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor) kemarin, ia dian­cam hukuman lima tahun penjara.  

Ketua tim JPU Heru Widar­mo­ko yang membacakan tuntutan setebal 20 halaman mendakwa Roberto dengan dakwaan primer dan subsider. Dakwaan primer terhadap konsultan pajak tersebut diatur pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999. Pada dakwaan tersebut, jaksa  memastikan ancaman hukuman atas tindakan Roberto bisa men­capai lima tahun penjara. Se­dang­kan dakwaan subsider merujuk pada pasal 13 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999.

Menurut Heru, Roberto me­nyu­ap pegawai Ditjen Pajak Go­longan III A Gayus Tambunan se­besar Rp 925 juta. “Terdakwa te­lah memberikan sesuatu atau janji ke­pada pegawai negeri. Tin­dak­an­nya dikategorikan dalam per­buatan suap-menyuap,” katanya, ke­marin. Heru menduga, uang suap diberikan untuk memu­lus­kan pengurusan keberatan dan ban­ding atas PPh (Pajak Peng­hasilan) dan PPN (Pajak Pertam­bahan Nilai) di Pengadilan Pajak atas nama wajib pajak PT PR.

Dikatakan, Roberto menyerah­kan uang Rp 925 juta ini dalam dua kali pernyerahan. Yang perta­ma tanggal 28 Maret 2008 lewat transer BCA cabang Suyapranoto sebesar Rp 900 juta. Penyerahan kedua dilakukan lewat transfer melalui rekening istri Roberto, Lie Pik Hoen di BCA cabang Har­moni Rp 25 juta tanggal 29 Agustus 2008.

“Pada 22 Januari 2008 dengan maksud mengetahui proses per­sidangan serta untuk me­wu­jud­kan niatnya memenangkan per­sidangan banding PT Metro­po­litan Retailmart, maka terdakwa di luar persidangan telah mem­berikan dokumen wajib pajak PT Metropolitan kepada Gayus yang me­wakili Ditjen Pajak,” paparnya.

Heru menambahkan, atas praktik itu Roberto dituding telah me­lakukan perbuatan yang me­rugikan keuangan negara. Se­hingga, katanya, negara harus me­­ngembalikan kelebihan pem­bayaran pajak kepada PT Met­ro­politan sebesar Rp 15 miliar. “Uang tersebut terdiri atas pe­ngem­balian pajak yang lebih dibayar 537,599 juta, pengem­ba­lian kelebihan PPh Rp 12,626 miliar dan pengembalian bunga Rp 2,62 miliar,’’ ujarnya.

Menanggapi tudingan itu, kua­sa hukum Roberto Santonius, Mario Bernando mengajukan ke­be­ratan atau eksepsi. Dia me­min­ta Majelis Hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suamba menolak dakwaan dan membebaskan kliennya dari segala dakwaan. Kua­sa hukum menilai, dakwaan jaksa cacat hukum, tidak jelas dan ka­bur sehingga harus dibatalkan.

“JPU tidak jelas menentukan peranan terdakwa apakah sebagai pelaku, pelaku peserta atau hanya pembantu. JPU hanya me­nye­butkan bahwa terdakwa ber­mak­sud mempengaruhi proses pe­ng­ajuan banding PT Metropolitan se­suai keinginan terdakwa,” ucapnya.

Menurut Mario, JPU dinilai tidak mampu menguraikan apa­kah terdakwa pernah menjan­jikan atau memberikan uang kepada Gayus Tambunan dengan maksud supa­ya Gayus melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ke­wa­jibannya. Dia mengkategorikan, jaksa hanya menduga-duga saja.

Meski sudah memasuki per­sidangan perdana, perkara kepe­milikan duit Gayus senilai Rp 74 miliar tetap masih ganjil. Pa­sal­nya, hingga kini hanya Ro­ber­to yang ditetapkan sebagai tersang­ka sampai akhirnya duduk seba­gai terdakwa. Padahal, Roberto dituding hanya memberi uang ke­pada Gayus sebesar Rp 925 juta atau kurang dari Rp 1 miliar. Lalu, siapa pihak lain yang didu­ga turut menyuap Gayus?

Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi menepis anggapan jika pihaknya lalai dalam memburu penyuap Gayus lainnya. Me­nu­rut­nya, semua pihak yang disang­ka menyelewengkan pajak akan dikenai tindakan maupun sanksi tegas. “Semua sudah dilakukan pe­meriksaan secara intensif,” tegasnya.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum (Kapuspenkum) Keja­gung Noor Rochmad pun me­nya­takan, saksi-saksi yang diduga ter­kait masalah ini akan diha­dirkan pada persidangan di Pe­nga­dilan Ti­pikor.

Yang Terlihat Baru Kulit Luarnya Saja
Herman Herry, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Herman Herry meminta aparat pe­negak hukum jangan ber­lagak naif dalam membongkar ke­pemilikan uang Gayus Tam­bunan senilai Rp 74 miliar. Me­nurutnya, aparat penegak hu­kum tidak boleh setengah-se­tengah dalam menuntaskan sia­pa pihak-pihak yang telah menyuap bekas pegawai Ditjen Pajak Golongan III A tersebut.

“Profesionalisme aparat da­pat diartikan dengan meng­gu­na­kan naluri dan logika yang ta­j­am serta keberanian untuk meng­ungkapkan masalah terse­but ke hadapan masyarakat,” katanya.

Herman merasa janggal kalau penanganan kasus dugaan suap pada Gayus saat ini dianggap sudah final. Dia yakin, di balik Ga­yus masih terdapat sederet orang yang diduga terlibat ma­salah. Soalnya tidak mungkin uang senilai Rp 74 miliar dite­rima Gayus tanpa ada pihak yang memberikan.

“Pada hemat saya, masih ada orang besar selain Roberto yang me­nyuap Gayus,” ucapnya. Le­bih lanjut, katanya, status ter­dak­wa yang disandang Roberto dalam perkara ini, masih se­batas kulit luar saja. Artinya, di­perlukan keberanian ekstra apa­rat untuk mendobrak kebuntuan yang ada.

“Dia hanya bagian kecil dari perkara gratifikasi yang dite­rima Gayus. Masih ada keter­li­batan pihak lain yang lebih be­sar di sini” tegasnya. Politisi PDIP ini bukannya tak yakin per­kara tersebut akan tuntas, te­tapi dirinya melihat aparat pe­ne­gak hukum belum menun­jukkan keseriusan yang tinggi da­lam menemukan penyuap Gayus selain Roberto.

“Semua perkara pasti selesai jika ada niat awal yang baik untuk menuntaskannya,” ujar­nya. Apalagi dalam beberapa kesempatan di pengadilan, Ga­yus pernah mengatakan tentang pe­ran pihak-pihak tertentu mau­pun sejumlah perusahaan kakap yang kasus pajaknya sempat ditanganinya. “Itu harus diurai. Kami di Komisi III hingga saat ini belum melihat tindak lanjut yang komprehensif dari aparat penegak hukum dalam m­e­ngurai perkara tersebut,” ka­tanya.

Jangan Pernah Bosan Gali Fakta
Soekotjo Soeparto, Pengamat Hukum

Pria yang pernah menjabat sebagai Koordinator Bidang Hu­bungan Antar Lembaga Ko­misi Yudisial (KY) ber­pen­dapat, penyidik Polri belum tun­tas membongkar siapa penyuap Gayus Tambunan. Dia merasa aneh kalau pegawai Ditjen Pajak golongan rendahan itu bisa mempunyai duit sebesar Rp 74 miliar.

“Sebenarnya bisa tuntas asal punya niat untuk menuntaskan per­kara tersebut. Terlebih, pe­nyi­dik dilengkapi dengan per­leng­kapan yang memadai untuk me­ngorek suatu perkara,” kat­a­nya.

Soekotjo menambahkan, Polri merupakan aparat pene­gak hukum yang diberikan ke­per­cayaan oleh masyarakat su­paya menuntaskan perkara Ga­yus. Karena itu, ia meminta Polisi agar jangan sampai bosan melakukan pendalaman perkara guna menemukan penyuap Gayus lainnya.

“Harusnya kepercayaan itu dijadikan semangat tambahan manakala menemui kejenuhan dalam menyelesaikan perkara ter­sebut,” ucapnya. Meski be­gitu, dia juga berpesan kepada jak­sa untuk membuktikan dak­waannya secara konkrit di ha­dapan majelis hakim Pe­nga­dilan Tipikor.

Karena menurutnya, yang ha­rus proaktif dalam persi­dangan ialah jaksa penuntut umum. “Ha­kim tugasnya tinggal me­lihat isi dakwaan dan memutus per­kara. Disamping memang harus objektif dalam menilai isi dakwaan jaksa,” tandasnya.

Menurut Soekotjo, apabila jaksa bersikap proaktif dalam per­sidangan, maka besar ke­mung­kinan akan bisa mengorek ka­sus penyuapan itu menjadi lebih dalam dari sebelumnya. “Itu yang kita harapkan. Kita ingin persidangan berjalan aktif jangan monoton,” tegasnya.

Disamping itu, Soekotjo juga meminta masyarakat jangan mu­dah terpancing emosi. Arti­nya, meski polisi belum berhasil me­nemukan penyuap Gayus lain­nya. Masyarakat harus mau me­nunggu hasil kerja aparat da­lam menyingkap perkara ini. “Di­tengah gejala sosial politik saat ini sudah saatnya kita ber­pikir kritis dengan meng­ede­pan­kan norma dan etika. Meng­kritik boleh tapi harus tahu diri juga,” tandasnya.     [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA