Konsultan pajak PT MetroÂpoÂlitan Retailment (PR) Roberto SanÂtonius akhirnya jadi terdakwa kasus penyuapan terhadap GaÂyus. Dalam persidangan perdana di Pengdilan Tindak Pidana KoÂrupsi (Tipikor) kemarin, ia dianÂcam hukuman lima tahun penjara.
Ketua tim JPU Heru WidarÂmoÂko yang membacakan tuntutan setebal 20 halaman mendakwa Roberto dengan dakwaan primer dan subsider. Dakwaan primer terhadap konsultan pajak tersebut diatur pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999. Pada dakwaan tersebut, jaksa memastikan ancaman hukuman atas tindakan Roberto bisa menÂcapai lima tahun penjara. SeÂdangÂkan dakwaan subsider merujuk pada pasal 13 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999.
Menurut Heru, Roberto meÂnyuÂap pegawai Ditjen Pajak GoÂlongan III A Gayus Tambunan seÂbesar Rp 925 juta. “Terdakwa teÂlah memberikan sesuatu atau janji keÂpada pegawai negeri. TinÂdakÂanÂnya dikategorikan dalam perÂbuatan suap-menyuap,†katanya, keÂmarin. Heru menduga, uang suap diberikan untuk memuÂlusÂkan pengurusan keberatan dan banÂding atas PPh (Pajak PengÂhasilan) dan PPN (Pajak PertamÂbahan Nilai) di Pengadilan Pajak atas nama wajib pajak PT PR.
Dikatakan, Roberto menyerahÂkan uang Rp 925 juta ini dalam dua kali pernyerahan. Yang pertaÂma tanggal 28 Maret 2008 lewat transer BCA cabang Suyapranoto sebesar Rp 900 juta. Penyerahan kedua dilakukan lewat transfer melalui rekening istri Roberto, Lie Pik Hoen di BCA cabang HarÂmoni Rp 25 juta tanggal 29 Agustus 2008.
“Pada 22 Januari 2008 dengan maksud mengetahui proses perÂsidangan serta untuk meÂwuÂjudÂkan niatnya memenangkan perÂsidangan banding PT MetroÂpoÂlitan Retailmart, maka terdakwa di luar persidangan telah memÂberikan dokumen wajib pajak PT Metropolitan kepada Gayus yang meÂwakili Ditjen Pajak,†paparnya.
Heru menambahkan, atas praktik itu Roberto dituding telah meÂlakukan perbuatan yang meÂrugikan keuangan negara. SeÂhingga, katanya, negara harus meÂÂngembalikan kelebihan pemÂbayaran pajak kepada PT MetÂroÂpolitan sebesar Rp 15 miliar. “Uang tersebut terdiri atas peÂngemÂbalian pajak yang lebih dibayar 537,599 juta, pengemÂbaÂlian kelebihan PPh Rp 12,626 miliar dan pengembalian bunga Rp 2,62 miliar,’’ ujarnya.
Menanggapi tudingan itu, kuaÂsa hukum Roberto Santonius, Mario Bernando mengajukan keÂbeÂratan atau eksepsi. Dia meÂminÂta Majelis Hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suamba menolak dakwaan dan membebaskan kliennya dari segala dakwaan. KuaÂsa hukum menilai, dakwaan jaksa cacat hukum, tidak jelas dan kaÂbur sehingga harus dibatalkan.
“JPU tidak jelas menentukan peranan terdakwa apakah sebagai pelaku, pelaku peserta atau hanya pembantu. JPU hanya meÂnyeÂbutkan bahwa terdakwa berÂmakÂsud mempengaruhi proses peÂngÂajuan banding PT Metropolitan seÂsuai keinginan terdakwa,†ucapnya.
Menurut Mario, JPU dinilai tidak mampu menguraikan apaÂkah terdakwa pernah menjanÂjikan atau memberikan uang kepada Gayus Tambunan dengan maksud supaÂya Gayus melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keÂwaÂjibannya. Dia mengkategorikan, jaksa hanya menduga-duga saja.
Meski sudah memasuki perÂsidangan perdana, perkara kepeÂmilikan duit Gayus senilai Rp 74 miliar tetap masih ganjil. PaÂsalÂnya, hingga kini hanya RoÂberÂto yang ditetapkan sebagai tersangÂka sampai akhirnya duduk sebaÂgai terdakwa. Padahal, Roberto dituding hanya memberi uang keÂpada Gayus sebesar Rp 925 juta atau kurang dari Rp 1 miliar. Lalu, siapa pihak lain yang diduÂga turut menyuap Gayus?
Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi menepis anggapan jika pihaknya lalai dalam memburu penyuap Gayus lainnya. MeÂnuÂrutÂnya, semua pihak yang disangÂka menyelewengkan pajak akan dikenai tindakan maupun sanksi tegas. “Semua sudah dilakukan peÂmeriksaan secara intensif,†tegasnya.
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum (Kapuspenkum) KejaÂgung Noor Rochmad pun meÂnyaÂtakan, saksi-saksi yang diduga terÂkait masalah ini akan dihaÂdirkan pada persidangan di PeÂngaÂdilan TiÂpikor.
Yang Terlihat Baru Kulit Luarnya SajaHerman Herry, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Herman Herry meminta aparat peÂnegak hukum jangan berÂlagak naif dalam membongkar keÂpemilikan uang Gayus TamÂbunan senilai Rp 74 miliar. MeÂnurutnya, aparat penegak huÂkum tidak boleh setengah-seÂtengah dalam menuntaskan siaÂpa pihak-pihak yang telah menyuap bekas pegawai Ditjen Pajak Golongan III A tersebut.
“Profesionalisme aparat daÂpat diartikan dengan mengÂguÂnaÂkan naluri dan logika yang taÂjÂam serta keberanian untuk mengÂungkapkan masalah terseÂbut ke hadapan masyarakat,†katanya.
Herman merasa janggal kalau penanganan kasus dugaan suap pada Gayus saat ini dianggap sudah final. Dia yakin, di balik GaÂyus masih terdapat sederet orang yang diduga terlibat maÂsalah. Soalnya tidak mungkin uang senilai Rp 74 miliar diteÂrima Gayus tanpa ada pihak yang memberikan.
“Pada hemat saya, masih ada orang besar selain Roberto yang meÂnyuap Gayus,†ucapnya. LeÂbih lanjut, katanya, status terÂdakÂwa yang disandang Roberto dalam perkara ini, masih seÂbatas kulit luar saja. Artinya, diÂperlukan keberanian ekstra apaÂrat untuk mendobrak kebuntuan yang ada.
“Dia hanya bagian kecil dari perkara gratifikasi yang diteÂrima Gayus. Masih ada keterÂliÂbatan pihak lain yang lebih beÂsar di sini†tegasnya. Politisi PDIP ini bukannya tak yakin perÂkara tersebut akan tuntas, teÂtapi dirinya melihat aparat peÂneÂgak hukum belum menunÂjukkan keseriusan yang tinggi daÂlam menemukan penyuap Gayus selain Roberto.
“Semua perkara pasti selesai jika ada niat awal yang baik untuk menuntaskannya,†ujarÂnya. Apalagi dalam beberapa kesempatan di pengadilan, GaÂyus pernah mengatakan tentang peÂran pihak-pihak tertentu mauÂpun sejumlah perusahaan kakap yang kasus pajaknya sempat ditanganinya. “Itu harus diurai. Kami di Komisi III hingga saat ini belum melihat tindak lanjut yang komprehensif dari aparat penegak hukum dalam mÂeÂngurai perkara tersebut,†kaÂtanya.
Jangan Pernah Bosan Gali FaktaSoekotjo Soeparto, Pengamat HukumPria yang pernah menjabat sebagai Koordinator Bidang HuÂbungan Antar Lembaga KoÂmisi Yudisial (KY) berÂpenÂdapat, penyidik Polri belum tunÂtas membongkar siapa penyuap Gayus Tambunan. Dia merasa aneh kalau pegawai Ditjen Pajak golongan rendahan itu bisa mempunyai duit sebesar Rp 74 miliar.
“Sebenarnya bisa tuntas asal punya niat untuk menuntaskan perÂkara tersebut. Terlebih, peÂnyiÂdik dilengkapi dengan perÂlengÂkapan yang memadai untuk meÂngorek suatu perkara,†katÂaÂnya.
Soekotjo menambahkan, Polri merupakan aparat peneÂgak hukum yang diberikan keÂperÂcayaan oleh masyarakat suÂpaya menuntaskan perkara GaÂyus. Karena itu, ia meminta Polisi agar jangan sampai bosan melakukan pendalaman perkara guna menemukan penyuap Gayus lainnya.
“Harusnya kepercayaan itu dijadikan semangat tambahan manakala menemui kejenuhan dalam menyelesaikan perkara terÂsebut,†ucapnya. Meski beÂgitu, dia juga berpesan kepada jakÂsa untuk membuktikan dakÂwaannya secara konkrit di haÂdapan majelis hakim PeÂngaÂdilan Tipikor.
Karena menurutnya, yang haÂrus proaktif dalam persiÂdangan ialah jaksa penuntut umum. “HaÂkim tugasnya tinggal meÂlihat isi dakwaan dan memutus perÂkara. Disamping memang harus objektif dalam menilai isi dakwaan jaksa,†tandasnya.
Menurut Soekotjo, apabila jaksa bersikap proaktif dalam perÂsidangan, maka besar keÂmungÂkinan akan bisa mengorek kaÂsus penyuapan itu menjadi lebih dalam dari sebelumnya. “Itu yang kita harapkan. Kita ingin persidangan berjalan aktif jangan monoton,†tegasnya.
Disamping itu, Soekotjo juga meminta masyarakat jangan muÂdah terpancing emosi. ArtiÂnya, meski polisi belum berhasil meÂnemukan penyuap Gayus lainÂnya. Masyarakat harus mau meÂnunggu hasil kerja aparat daÂlam menyingkap perkara ini. “DiÂtengah gejala sosial politik saat ini sudah saatnya kita berÂpikir kritis dengan mengÂedeÂpanÂkan norma dan etika. MengÂkritik boleh tapi harus tahu diri juga,†tandasnya.
[rm]
BERITA TERKAIT: