Tanpa Gelar Perkara, Bos Gayus Teken Laporan

Kasus PT SAT Seret Direktur Keberatan Dan Banding

Minggu, 12 Juni 2011, 05:10 WIB
Tanpa Gelar Perkara, Bos Gayus Teken Laporan
Bambang Heru Ismiarso
RMOL.Bekas Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal (Ditjen Pajak) Bambang Heru Ismiarso dituding jaksa penuntut umum (JPU) melawan hukum. Ia dianggap lalai karena tidak koordinasi dengan Kantor Pusat Pajak (KPP) Sidoarjo, Jatim, perihal permohonan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT).

Dalam dakwaannya, jaksa Freddy Simandjuntak me­nye­but­kan, PT SAT selaku wajib pajak mengajukan keberatan pajak pada Dirjen Pajak atas Surat Ke­tetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN Pasal 16 D Nomor 00007/237/04/617/07 Ta­hun 2004. Atas dasar permo­ho­nan keberatan itu, KPP Sidoarjo meneruskan permohonan itu kepada Direktorat Keberatan dan Banding.

Tapi setelah surat keberatan sampai pada Bambang, JPU me­nilai Bambang tidak menanyakan lebih dahulu uraian keberatan dari KPP atau Kanwil setempat. Alhasil, pada 4 April 2007, Bam­bang memberikan disposisi ke­pada Kasubdit Pengurangan dan Keberatan dengan perintah untuk menyelesaikan perkara tersebut.

Selanjutnya, lembar disposisi dari Bambang diberikan kepada Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan IV dengan petunjuk, “Teliti dan proses sesuai dengan ketentuan.” Pada 12 April 2007, Kasi Pengurangan dan Keberatan IV menandatangani surat untuk diberikan pada Gayus Tambunan dengan perintah, “Untuk diteliti formal dan buat resume awal.”

Menurut JPU, meski tak punya argumen dari Kanwil Jawa Timur selaku pemeriksa, Bambang tetap menerbitkan surat tugas No ST-1068/PJ.071/2007 tanggal 09 Mei 2007. Surat itu berisi pe­rin­tah kepada Marjanto (Kasubdit Pengurangan dan Keberatan), Maruli Pandapotan (Kasi Pe­ngu­rangan dan Keberatan), Humala Napitupulu (Penelaah Keberatan) dan Gayus Tambunan selaku pe­lak­sana untuk melakukan pene­li­tian terhadap permohonan kebe­ratan dan penghapusan sanksi administrasi PT SAT.

Setelah surat itu terbit, pada 16 Juli 2007 Dirut PT SAT Hindarto Gunawan memberi penjelasan kepada Gayus dan Humala yang keterangannya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Tim Keberatan dengan PT SAT.

Pasca dilakukan pembahasan antara Gayus, Humala dan Hin­dar­to Gunawan, JPU melihat bah­wa Maruli memerintahkan Gayus menerima keberatan wajib pajak. Sehingga, tanpa melakukan pe­ne­litian yang tepat dan menyeluruh terhadap PT SAT, Gayus mem­buat laporan yang dituangkan da­lam laporan penelitian Nomor LAP-656/PJ.071/2007 tanggal 09 Agustus 2007 tentang laporan penelitian keberatan PT SAT.

Tak hanya itu, Gayus juga mem­buat laporan Nomor LAP-657/PJ.071/2007 tanggal 09 Agustus 2007 tentang laporan pe­nelitian atau penghapusan sanksi administrasi PT  SAT.

Menurut JPU, setelah laporan itu ditandangani Gayus, Humala, Maruli dan Jhony Marihot Tobing selaku Kasubdit Pengurangan dan Keberatan, laporan itu dise­rah­kan pada Bambang Heru un­tuk diteliti.

Tetapi, setelah Bam­bang me­nerima laporan, JPU me­nuding Bambang telah melawan hukum karena tidak melakukan kewa­ji­bannya yang tertuang dalam Su­rat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE/68/PJ/1993 tentang petunjuk pe­laksanaan pasal 16, pasal 26 dan pasal 36 yang menyebut se­bagai Direktur Keberatan dan Ban­ding, Bambang harus me­mas­tikan kapan sebenarnya dila­ku­kan penyerahan atas ikatan jual beli aset-aset yang diperoleh PT SAT.

Bambang malah langsung menyetujui konsep laporan yang dibuat Gayus secara asal. Bam­bang pun menandatangani hasil penelitian tersebut. Artinya, pem­­bayaran pajak yang dilaku­kan PT SAT sebesar Rp 429, 2 juta di­anggap sebagai pembayaran lebih dan harus dikembalikan pada PT SAT.

Disamping itu, pembayaran denda Rp 58 juta yang telah diba­yar PT SAT dikembalikan karena dianggap pembayaran tidak sah dengan alasan pokok pengenaan pajaknya tidak benar.

Menurut JPU, sebenarnya Bam­bang mengetahui bahwa la­po­ran penyelesaian keberatan PT SAT yang disetujui itu tidak di­lam­piri tanggapan dari Kanwil Pa­jak Jawa Timur II. Tapi Bam­bang tetap menyetujui laporan asal-asalan yang dibuat Gayus cs. Disamping itu, Bambang ditu­ding JPU melakukan kesalahan fatal, yakni tidak menggelar per­kara sebelum usulan itu ditan­datanganinya.

Mendengar tudingan itu, Bambang menepis. Menurutnya, dia hanya mengusulkan masalah itu. “Gayus dan teman-temannya yang menelaah,” katanya usai per­sidangan perdana di Penga­di­lan Tipikor (6/6). Penasihat hu­kum­nya, Yosef Badeoda menu­tur­kan, kliennya tak menerima se­dikitpun keuntungan dari ke­beratan pajak PT SAT.

“Ini sengketa pajak, bukan pidana pajak atau korupsi pajak. Masalah yang mendera Bambang hanyalah masalah administrasi belaka,” ungkapnya.

Tak Pernah Ada Dokumen Tanggapan

Supaya meyakinkan Dirjen Pajak, JPU menuding Bambang Heru mengelabui laporan dengan mencantumkan akta jual beli tahun 1994. Padahal, sebanarnya Bambang hanya mencantumkan akta perikatan jual beli.

Di­sam­ping itu, JPU mene­mu­kan akal-akalan Bambang, yakni me­lam­piri dokumen tanggapan peme­riksa atas keberatan wajib pajak. Padahal, dokumen tang­ga­pan dari Kanwil Pajak Jawa Ti­mur II tidak pernah ada.

Menurut JPU, perbuatan ter­dak­wa yang mengusulkan me­ne­rima keberatan PT SAT tanpa di­lengkapi dengan pandangan dari KPP atau Kanwil Pajak berten­ta­ngan dengan surat edaran Dirjen Pajak Nomor SE-13/PJ.45/1991 jo. SE 15/PJ.45/1996 tentang pro­sedur penyelesaian keberatan atas ketetapan pajak hasil pemeriksaan.

Lantaran usulan akal-akalan yang disetujui Bambang, kemu­dian tanggal 22 Oktober 2007 Dirjen Pajak menerbitkan surat ke­putusan Nomor KEP-757/PJ.07/2007 dengan menetapkan me­ngembalikan PPN kurang bayar dan sanksi bunga sebesar Rp 429, 2 juta kepada PT SAT.

Disamping itu, Dirjen Pajak juga me­ngeluarkan surat ke­pu­tu­san No­mor KEP-758/PJ.07/2007 ten­tang pengurangan atau pe­ng­hapu­san sanksi administrates atas STP PPN masa pajak Januari-Desember 2004 sebesar Rp 58 juta kepada PT SAT.

Sebulan kemudian, PT SAT me­nerima pengembalian dana ke­be­ratan pajak tersebut. Menurut JPU, pengembalian dana itu di­transfer ke rekening PT SAT di BRI de­ngan nomor rekening 21101500102157 sebesar Rp 570, 9 juta. Rinciannya terdiri dari pokok pajak sebesar Rp 290 juta, sanksi administrasi pasal 13 ayat 2 KUP sebesar Rp 139 juta, sanksi administrasi pasal 14 ayat 4 KUP Rp 58 juta dan sanksi administrasi pasal 27 A ayat 1 KUP Rp 83, 7 juta.

Karena perbuatannya, Bam­bang didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Un­dang nomor 31 tahun 1999 se­ba­gaimana diubah dengan UU no­mor 20 tahun 2001 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korup­si jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 Un­dang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana 20 tahun penjara.

Jangan Biarkan Kakapnya Lolos

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Satu-persatu rekan dan atasan Gayus Tambunan di Ditjen Pajak menjadi terdakwa. Bahkan,  di antara mereka su­dah ada yang divonis bersalah oleh majelis hakim.

Namun, bu­kan berarti mafia pajak sudah hi­lang. Soalnya, aparat penegak hukum belum mengurai dengan jelas, siapa yang menyuap Gayus.

“Jangan bangga dulu. Siapa itu pemberi suap Gayus. Ini be­lum ketahuan,” kata anggota Komisi III DPR Achmad Basa­rah.  Menurutnya, kasus Gayus yang menyeret bekas Direktur Ke­beratan dan Banding Pajak Bambang Heru Ismiarso seba­gai terdakwa, mesti ditin­dak­lanjuti dengan penelusuran in­tensif terhadap pejabat Ditjen Pajak lainnya.

“Jika sekelas Gayus saja da­pat uang begitu besar, apalagi pe­jabat tingginya. Makanya ka­sus ini perlu didalami lagi,” ucap anggota Fraksi PDIP ini.

Ia meminta kasus Gayus di­buka secara gamblang oleh apa­rat penegak hukum. Untuk itu, keberanian aparat menelusuri dan mengembangkan kasus pajak ini mesti terus didorong.

“Jangan digantung. Hanya di­tun­taskan yang teri atau sekelas kutu, sementara yang ka­kap­nya dibiarkan lolos,” ucapnya.

Kendati begitu, dirinya tetap menghargai kinerja aparat pe­negak hukum yang menyi­dang­kan salah satu atasan Gayus di Ditjen Pajak. Soalnya kecen­de­rungan yang sering terjadi, jika terus dikritisi, kinerja lembaga penegak hukum justru lemah. “Memberi masukan itu sah-sah saja, tapi harus sesuai porsi­nya,” ucap dia.

Dia menambahkan, aparat penegak hukum juga harus sa­ling berkoordinasi dalam me­nun­taskan perkara ini. Sehing­ga, kasus mafia pajak ini bisa ce­pat selesai. Jika tidak, dia kha­watir perkara mafia pajak ti­dak akan tuntas sampai ke akarnya.

“Polri, Kejaksaan Agung dan KPK jangan jalan sendiri-sendiri,” sarannya.

Basarah meminta Dirjen Pajak melakukan pembenahan internal. Sehingga, seluruh pe­ga­wai Ditjen Pajak dapat ter­kon­trol dalam menjalankan tu­gasnya. Menurut dia, ter­jadinya perkara Gayus tak lepas dari lemahnya fungsi pengawasan Dirjen Pajak

“Sebagai pucuk pimpinan, se­mestinya bisa me­ngawasi anak buahnya, bahkan jangan ragu untuk memberikan sanksi tegas kepada semua yang me­lang­gar,” imbuhnya.

Terobos Tembok  Kekuatan Politik Dan Mafia Pajak

Hifdzil Alim, Peneliti PUKAT UGM

Peneliti Pusat Kajian Anti Ko­rupsi (PUKAT) Universitas Ga­djah Mada UGM) Hifdzil Alim berpendapat, perkara Ga­yus Tambunan bisa tuntas asal­kan ada komitmen pemerintah dan ke­beranian lembaga pene­gak hu­kum dalam memerangi mafia pajak.

“Berani di sini artinya, aparat dan lembaga penegak hukum tidak takut menerobos tembok ke­kuatan politik,” katanya. Jika lembaga penegak hu­kum lemah saat menghadapi kekuatan politik, Hifdzil meni­lai, semua perkara korupsi tidak akan tuntas, termasuk kasus Ga­yus. Maksudnya, perang ter­ha­dap korupsi selama ini seba­tas wa­cana. “Itu yang tidak kita in­ginkan. Korupsi harus di­be­rantas, jangan sampai ada yang tersisa.”

Lantaran itu, Hifdzil kembali menyerukan lembaga penegak hukum untuk bangkit dari ke­ter­purukan dalam menangani perkara korupsi. Sehingga, ma­syarakat tidak menelan pil pahit lagi atas sikap lembaga penegak hukum yang tak berani me­ngu­sut tuntas perkara korupsi kakap.

Khusus untuk perkara Gayus, Hifdzil berharap aparat penegak hukum mempercepat penun­ta­san kasus mafia pajak ini. Sebab katanya, perkara Gayus meru­pa­kan kasus yang menarik per­hatian banyak orang. “Khawatir nanti semua bi­dang dirasuki mafia. Ini yang ha­rus dipikirkan semua pihak,” tam­bahnya. [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA