Apalagi sekarang ini digeloraÂkan kembali empat pilar kebangÂsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika.
“Saat ini momentum memberiÂkan kewenangan itu. Sebab, RanÂcangan Undang-undang Intelijen sedang digodok di DPR. Tapi dibuat aturan yang jelas, termaÂsuk soal sanksi terhadap intelijen bila bertindak semena-mena, seÂhingga tidak terulang lagi seperti Orde Baru,†ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Keamanan (Kemenhan), Brigjen Hartind Asrin, saat berkunjung ke kantor redaksi
Rakyat Merdeka, Gedung Graha Pena, Jakarta, kemarin.
Menurut perwira tinggi yang sudah lama bertugas di intelijen itu, negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang memberikan kewenangan kepada intelijen untuk melakukan penangkapan.
“Nggak usah jauh-jauh mengÂambil contoh, di Malaysia saja memiliki
Internal Security Act (ISA). Intelijen di sana bisa meÂnangkap demi menjaga sistem keamanan nasional di negara tetangga itu,’’ paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;Bagaimana reaksi Anda terÂhadap berlarut-larutnya pengÂgoÂdokan RUU Intelijen?Saya sangat berharap semua komponen bangsa saling bantu demi tuntasnya penggoÂdokan RUU tersebut. Sebab, seÂlama ini mental terus.
Kalau kondisinya begini, keÂwenangan intelijen tidak ada dan tumpul. Ini berarti teroris makin berkembang di Indonesia. Sebab, intelijen tidak bisa menangkap.
Apa yang dilakukan intelijen selama ini?Hanya mengawasi. Tidak bisa berbuat apa-apa. Saya kira sudah saatnya diberi hak penangÂkapan. Tapi kena sanksi bila teÂledor. Bikin aturan yang jelas, seÂhingga intelijen tidak bisa berbuat seenaknya seperti Orde Baru yang saat itu ada UU Subversif.
Tapi masyarakat masih trauÂma dengan kewenangan itu?Saya tegaskan bahwa konsepÂnya berbeda dengan dulu. Kalau dulu ada UU Subversif yang diÂberikan kewenangan kepada intelijen, tapi tidak ada sanksi. Tapi sekarang kan kita bikin sankÂÂsinya, sehingga intelijen tidak bisa semena-mena.
Dengan konsep seperti ini, saya kira yang tidak setuju hanya sebagian dari masyarakat saja. Misalnya lembaga swadaya maÂsyaÂrakat yang tidak suka dengan pemerintah.
Saya yakin mayoritas masyaÂrakat setuju dengan kewenangan itu, tapi dengan catatan ada sanksi bila bertindak semen-mena. Dengan kondisi ini, tidak akan terulang lagi seperti Orde Baru saat ada UU Subversif.
Setelah UU Subversif tidak berlaku lagi, apa intelijen tidak bisa berbuat apa-apa?Mengingat belum ada payung hukum yang jelas, intelijen khaÂwatir dituduh melakukan peÂlanggÂaÂran hak asasi manusia. Ini kendalanya. Makanya saat DPR berinisiatif membuat RUU InteliÂjen, kami sambut dengan baik. Tapi sayang penggodokannya terlalu lama.
Padahal, UU Intelijen itu saÂngat dibutuhkan. Sebab, fungsiÂnya sangat penting. Setiap operasi militer, diawali dengan informasi intelijen. Kita perlu tahu situasi dan kondisi di daerah operasi.
Situasi di lapangan tersebut yang mengetahui adalah inteÂlijen. Setelah itu, baru menjaÂlanÂkan taÂhapan-tahapan lain untuk operasi militer yang sudah diÂrencanakan.
Apakah aturan sanksi bagi intelijen itu sudah disampaikan ke DPR?Masalah itu masih dibahas DPR. Mereka meminta pendapat dengan kita mengenai masalah itu. Tapi belum disepakati mengeÂnai sanksi yang diberikan ketika intelijen melakukan pelanggaran. Saya kira hendaknya ada pasal tersendiri mengenai itu.
Mengingat maraknya ancaÂman teroris dan gerakan radiÂkal, apa yang dilakukan KeÂmenÂhan?Kami saat ini mendorong terÂciptanya Undang-undang KeaÂmaÂnan Nasional (Kamnas). Kami targetkan tahun ini sudah selesai, sehingga segera kita sosialisasiÂkan. Nantinya Undang-undang Kamnas ini merupakan induk dari Undang-Undang Intelijen dan Undang-Undang Rahasia Negara.
Selain itu dirumuskan empat hal, yaitu keamanan dari pengaÂruh luar, keamanan dari pengaruh dalam negeri, keamanan tiap-tiap individu dan keamanan kelomÂpok atau kamtibnas.
Bagaimana langkah KeÂmenÂhan dalam mengembangkan inÂdustri alutsista lokal?Itu menjadi salah satu komitÂmen Kementerian Pertahanan untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan nasional, sehingga kita membentuk KoÂmite Kebijakan Industri PertahaÂnan (KKIP).
Artinya kita memÂbeli produk-produk industri perÂtahanan dalam negeri kita yang dihasilkan oleh perusahan lokal, seperti PT Pindad dan PT Dirgantara IndoÂnesia. Itu kan salah satu tujuan kita untuk memenuhi kebutuhan alutsista (alat utama sistem perÂtahanan) TNI.
Ada tujuan lain dari kebijaÂkan tersebut?Ini bertujuan agar industri pertahanan lokal kita bisa hidup. Sebab, untuk membuat satu kapal saja bisa menyerap tenaga kerja 2.500 orang. Ini berarti meÂmilik efek ekonomi yang sangat besar.
[rm]
BERITA TERKAIT: