Lima Buronan Belum Diseret Dari Hong Kong

Koruptor & Obligor Kakap Tidur Nyenyak Di Negeri Orang

Sabtu, 04 Juni 2011, 05:18 WIB
Lima Buronan Belum Diseret Dari Hong Kong
ilustrasi, korupsi
RMOL.Lemahnya antisipasi aparat penegak hukum dalam mencekal para tersangka hingga terpidana, membuat mereka yang terlibat kasus korupsi terus mengembara ke negeri orang. Selain masuk Singapura, para koruptor dan obligor kakap melanjutkan pelarian ke negara lain seperti Hong Kong.

Dari data yang dikantongi Sek­retariat NCB Interpol Indonesia, terdapat sejumlah nama pelarian yang masih bisa melenggang bebas, bahkan melanjutkan pela­riannya dari Singapura ke Hong Kong. Sedikitnya lima buronan kabur ke Hong Kong seperti Bambang Soetrisno, terpidana kasus BLBI Bank Sur­ya senilai Rp 1,5 triliun.

Jejak pelarian Bambang Soet­risno tampaknya diikuti dua bu­ronan kasus Century, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq yang sebelum melanjutkan pela­riannya ke Inggris dan Hong Kong, juga sempat ngendon di Singapura.

Berturut-turut setelah itu, da­lam data Interpol juga terdapat nama bekas Direktur Keuangan Indosiar Philipus serta pengacara Johny Situwanda yang diduga be­rada di Hong Kong. “Pelacakan ke Hong Kong terus kita laku­kan,” kata Kepala Bagian Pe­ne­rangan Umum (Ka­bag­penum) Ma­bes Polri Kombes Boy Rafli Amar.

Menanggapi pelarian sederet buronan kakap tersebut, Boy me­ngaku, langkah Interpol meng­iden­tifikasi keberadaan mereka masih dilakukan secara intensif. “Interpol terus memantau kebera­daan mereka,” ujarnya.

Dia menambahkan, perma­sa­la­han­­nya, sejauh ini Interpol tidak bisa melakukan penangkapan mau­pun mengekstradisi para bu­ronan itu karena terganjal belum ada­nya perjanjian ekstradisi anta­ra Indonesia dengan Hong Kong.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad menam­bah­kan, selain terganjal belum ada­nya perjanjian ekstradisi, upa­ya mengeksekusi para buronan itu juga dipicu masih adanya per­kara hukum yang membelit me­reka di negara tempat pela­rian­nya. “Ada proses hukum yang tengah dijalani mereka. Proses eksekusi pun menunggu sampai proses hukum mereka tuntas,” alasannya.

Noor pun meminta agar tuntu­tan sejumlah kalangan untuk me­mulangkan atau menangkap para buronan kakap yang sembunyi di luar negeri, disampaikan secara proporsional. Soalnya, dia me­nga­ku, sampai sejauh ini jajaran kejaksaan masih mengupayakan langkah-langkah untuk men­de­teksi dan mengeksekusi para bu­ronan tersebut.

Menurut Kapuspenkum, kerja­sa­ma dengan jajaran Ditjen Imig­rasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Polri dan Interpol serta Kemen­terian Keuangan, terus dilakukan secara komprehensif.

“Di luar upa­ya eksekusi badan, kami me­ngu­payakan cara lain seperti ekse­kusi aset para buro­nan yang telah divonis penga­di­lan,” ucapnya.

Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo juga mengaku, sejauh ini upaya pe­nin­dakan selalu dilakukan pihaknya manakala menemukan ada ke­jang­galan yang ditunjukkan tiap saksi maupun tersangka.

“Kami langsung koordinasi dengan Imigrasi untuk meminta pencekalan terhadap orang-orang yang diduga bermasalah,” katanya.

Langkah tersebut, menurut dia, ditujukan agar persoalan kabur­nya saksi maupun tersangka ke luar negeri bisa diminimalisir. “Kami tidak ingin pengalaman yang sudah-sudah terulang kem­bali,” ucapnya.

Hal senada disampaikan Boy Rafli. Dia menyatakan, lebih baik melakukan pencegahan terhadap orang sebelum bepergian ke luar negeri ketimbang mengejar me­re­ka tatkala sudah ada di luar negeri.

“Para buronan ini umum­nya lic­in dan cerdik. Mereka me­man­faatkan kelengahan petugas serta memanfaatkan lemahnya hubu­ngan diplomasi kita dengan nega­ra lain yang dijadikan tempat per­sembunyian mereka,” katanya.

Untuk itu, lanjut Boy, kepoli­sian melakukan serangkaian tero­bosan guna mengantisipasi se­orang tersangka menjadi buron. “Ada upaya teknis yang dila­kukan untuk mencegah seseorang kabur ke luar negeri,” tambahnya.

Hanya saja, ia menolak me­ma­parkan langkah konkret model apa yang diterapkan kepolisian da­lam mencegah ataupun me­nang­kal seseorang menjadi bu­ron. Namun, ia menambahkan, optimalisasi peran dan fungsi kepolisian di jajaran Reserse dan Intelkam senantiasa di­ting­kat­kan untuk mengantisipasi kabur­nya tersangka ke luar negeri. “Kalau tersangka dinilai penyidik tidak kooperatif, pasti akan lang­sung ditahan,” tandasnya.

Tak Pernah Nongol Saat Diadili

Selain Singapura, Hong Kong di­sinyalir menjadi tempat per­sem­bunyian bagi para buronan kasus korupsi. Yang disinyalir ka­bur ke Hong Kong ialah Bam­bang Soetrisno, terdakwa kasus penyelewengan dana Bantuan Li­kuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara sedikitnya Rp 1,5 triliun.

Pada Rabu 13 November 2002, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Bambang. D­alam sidang yang diketuai ha­kim Rukmini itu, Wakil Komi­saris Utama PT Bank Surya ini bersama dengan Direktur Utama Bank Surya Adrian Kiki Ariawan ter­bukti secara sah dan meyakin­kan melakukan tindak pidana korupsi.

Dalam amar putusan, hakim me­nguraikan bahwa terdakwa Bambang terbukti telah mem­per­kaya diri sendiri dengan me­nya­lur­kan kredit dari Bank Surya yang dipimpinnya ke 168 perusa­haan Paper Company. Kemudian terbukti kredit tersebut masuk ke rekening terdakwa.

Prosedur penyaluran kredit ter­sebut, menurut majelis hakim, ti­dak mengindahkan peraturan per­bankan yang berlaku di In­donesia, sehingga layak di­ka­te­go­rikan sebagai tindak pidana ko­rup­si.

Di bagian akhir putusannya, ha­kim menegaskan telah membe­rikan kesempatan kepada para terdakwa untuk membela diri dan membuktikan diri mereka tak bersalah. “Namun terdakwa tak pernah hadir di persidangan,” kata Rukmini.

Sementara itu, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Alwaraq terlibat da­lam mega skandal Bank Century. Hesham Al Warraq adalah bekas Komisaris Utama yang juga men­jadi pemilik Century. Pria kela­hiran 12 April 1958 itu adalah war­ga negara Saudi Arabia kela­hiran Kairo, Mesir.

Sedangkan, Rafat Ali, warga negara Inggris kelahiran Pakistan pada 22 Ok­tober 1960, juga pe­milik Century. Dua nama terakhir ini ber­tang­gung jawab atas pe­nyimpanan aset-aset jaminan su­rat berharga Century di luar nege­ri. Mereka pun tak pernah nongol dalam persidangan hingga di­vo­nis bersalah oleh majelis hakim.

Selanjutnya ada nama Direktur Keuangan PT Indosiar Karya Mandiri Tbk Phiong Phillipus Darma. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Be­sar Baharudin Djafar menga­takan, pengejaran Phiong Philli­pus Darma tidak terkait jaba­tan­nya sebagai Direktur Keuangan PT Indosiar Visual Mandiri. “Dia diadukan secara personal karena memalsukan surat,” katanya, di Polda (23/12/2010).

Phiong dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas pemalsuan surat. Ia disangkakan mengalihkan ba­rang sitaan Badan Penyehatan Per­bankan Nasional berupa ta­nah, peralatan berat, dan barang inventaris kantor lainnya. Oleh Di­rektorat Reserse Kriminal Umum yang menangani kasus ini, Phiong dikirimi surat pe­mang­gilan hingga dua kali.

Karena tak memenuhi pang­gi­lan, polisi melakukan pemang­gi­lan paksa. Namun, saat itu Phiong sudah berada di luar negeri. Direktorat Reskrimum akhirnya mema­suk­kan nama Phiong ke dalam Daftar Pencarian Orang. Tak hanya itu, polisi juga me­minta bantuan In­terpol untuk menyebarkan nama Phiong sebagai buronan.

Dalam situs Interpol, Phiong dise­but dicari karena melakukan pemalsuan dan penipuan. Nama­nya dimasukkan ke dalam daftar merah. Dengan posisi itu, buro­nan dikategorikan harus ditang­kap dan diekstradisi ke negara asalnya.

Terakhir ialah Johny Situwan­da. Dia merupakan tersangka du­gaan suap kepada pejabat Polri. Kasus ini diduga terjadi saat John­ny menangani perkara seng­keta antara PT Bintang Mentari Per­kasa (PT BMP) dan PT Baru Ad­jak (PT BA) di Bandung, Jawa Ba­rat. Kasus ini ditangani Ditres­krim Polda Jabar. Saat itu Susno Duadji menjabat Kapolda Jawa Barat.

Johnny Situanda akhirnya dite­tapkan masuk dalam daftar pen­carian orang oleh Mabes Polri se­telah pengacara muda tersebut tiga kali mangkir dari pemang­gilan Polri. “Dipanggil pertama dan ke­dua sebagai saksi tidak ha­dir. Pe­manggilan yang ketiga su­dah dite­tapkan sebagai tersangka juga ti­dak hadir. Statusnya sudah masuk DPO,” ujar Kadiv Humas Polri yang saat itu dijabat Irjen Ed­ward Aritonang di Mabes Polri, Selasa (1/6/2010).

Khawatir Kasus Buronan Dibekukan

Neta S Pane, Ketua Presidium IPW

Ketua Presidium LSM In­do­nesia Police Watch (IPW) Neta S Pane berharap, lembaga pene­gak hukum tidak menyerah un­tuk menangkap para pengem­plang duit negara yang kabur ke luar negeri.

Soalnya, jika aparat me­nye­rah, maka yang dirugikan dalam perkara ini ialah keuangan ne­gara. Karena itu, Neta mengi­ngin­kan lembaga penegak hu­kum di Tanah Air tidak berhenti mencari para buronan itu. “Saya khawatir perkara ini akan dibe­kukan. Kita lihat saja, mamp­u­kah lembaga penegak hukum memulangkan mereka semua, atau justru malah diam saja tak berkutik,” katanya.

Neta mengingatkan, perkara ka­burnya para pengemplang duit negara sudah berulang kali terjadi di Indonesia. Namun, yang sangat ia sayangkan ialah tak adanya kejelasan kabar para buronan tersebut. Sehingga, Neta berpendapat, ada kesan bahwa lembaga penegak hu­kum sengaja membekukan per­kara tersbut.

“Mulai dari Edi Tanzil, Ad­rian Kiki dan terakhir ini Nunun Nur­baetie. Adakah mereka se­mua itu jelas kelanjutan proses hukum­nya. Jawabannya tidak,” tegas dia.

Menurut Neta, lolosnya para buronan ke luar negeri juga bisa disebabkan karena lembaga penegak hukum tidak bisa me­ngambil pelajaran dari beberapa kasus sebelumnya.

Aparat Hukum Butuh Dukungan  

Andi Anzhar Cakra Wijaya, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Anzhar Cakra Wijaya me­minta masyarakat tidak buru-buru menilai negatif perihal be­lum diseretnya para buronan yang kabur ke luar negeri. Soal­nya, di tengah situasi politik yang sedang panas ini, yang di­butuhkan lembaga penegak hukum bukanlah kritikan pedas, melainkan dukungan moril.

“Sudah saatnya kita semua bersikap dewasa. Kita dorong semua aparat penegak hukum untuk memulangkan para buronan korupsi yang kabur itu,” katanya.

Andi mengatakan, proses pencarian para buronan yang kabur ke luar negeri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Tapi, melalui proses yang sangat rumit. Sehingga, Andi tetap optimis perkara ter­sebut tidak akan dibekukan oleh lembaga penegak hukum.

“Kita harus optimis dong de­ngan aparat kita sendiri. Jangan selalu membandingkan dengan kinerja aparat luar negeri,” ucapnya.

Ketika ditanya, apakah In­do­nesia perlu melakukan per­jan­jian ekstradisi dengan suatu ne­gara jika ingin memulangkan para buronan? Politisi PAN ini menjawab, perjanjian itu bu­kanlah suatu jaminan. “Sebab, yang namanya perjanjian itu suatu saat bisa tidak ditaati. Yang rugi Indonesia juga kan nantinya,” ujarnya. [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA